Jendela Peristiwa

IMG-20230225-WA0021

Telah Hilang Akta Jual Beli (AJB) Tanah, Siapapun Penemunya Akan Diberikan Imbalan

Surat laporan kehilangan kepolisian (Foto: Jayadi)

Telah terjadi kehilangan surat berharga berupa Akta Jual Beli (AJB) tanah sebanyak 1 (Satu) buah/berkas AJB antara Tati Binti Sali selaku penjual dengan H. Keme bin Sanam selaku pembeli, dengan Nomor AJB: 226/Trm/1997 seluas 5000 m2 persil No 85 Blok 8 kohir no C. 384/1428 b, yang terletak di Desa Karang Sinom, Kecamatan Tirtamulya, Kabupaten Karawang, yang dikeluarkan oleh PPAT Kecamatan Tirtamulya, Drs. H. U. Ruhyadi Tanggal 19 Mei 1997. Sabtu (25/02/2023).

Surat akta jual beli (AJB) tanah tersebut hilang di rumah Ana Suhana yang beralamat di Kampung Pawarengan Rt 002/004 Desa Dawuan Timur, Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang.

Selaku anak H. Keme, kemudian Ana Suhana melakukan pelaporan kepada pihak Kepolisian dengan nomor. SKTLK/145/II/2023/JABAR/RES KRW, Pada tanggal 23 Februari 2023 di Polres Karawang, Jawa Barat. Adapun kehilanganya di sekitar rumah Ana Suhana.

Salinan copyan AJB

Kepada awak media, Ana Suhana pun berharap kepada semua pihak yang menemukan atau mengetahui keberadaan Surat AJB tersebut agar bisa mengembalikanya atau menyerahkan kepada pihak Kepolisian.

“Bagi siapa saja yang menemukan atau mengetahui keberadaan surat AJB tersebut akan diberikan imbalan sepantasnya,” harap Ana Suhana. (Jayadi)

IMG-20230220-WA0019

Warga Lapor Oknum Kades Lakukan Pencurian, Polsek Pasir Sakti Tolak Berikan Tanda Bukti Lapor

Muhalik, Warga Dusun 7, Desa Pasir Sakti, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur

Jendela Jurnalis, Lamtim -
Muhalik (L/50), warga Dsn 7, Ds. Pasir Sakti, Kec. Pasir Sakti, Kab. Lamtim, Prov. Lampung, merasa sangat kecewa atas pelayanan Kepolisian di Polsek Pasir Sakti, Polres Lamtim. Pasalnya, Muhalik melaporkan Oknum Kades setempat, yang diduga kuat telah melakukan pencurian dan pengrusakan tanaman jenis rumput gajah di kebunnya. Namun, hingga 3 hari dari saat membuat laporan, Muhalik belum juga diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan atau Pengaduan (STPL/P) oleh Petugas Polsek Pasir Sakti.

“Sudah tiga hari sejak saya melaporkan dugaan pencurian pasir dan pengrusakan tanaman rumput gajah di kebun saya yang dilakukan oleh Oknum Kades, namun belum juga ada tanda bukti laporan diberikan Polisi,” ungkap Muhalik kecewa, 18 Februari 2023.

Selanjutnya, pria paruh baya itu menjelaskan kepada awak media, bahwa dirinya diundang oleh Kapolsek untuk hadir di Mapolsek Pasir Sakti, pada Jum’at, 18 Februari 2023, pukul 13.00 WIB. Sesampainya di Mapolsek, Muhalik dipertemukan (dimediasi) dengan Kades Pasir Sakti berinisial SW dan turut hadir Camat Pasir Sakti. Pada intinya, pelapor diarahkan agar bisa berdamai dengan terlapor.

“Saya diundang Kapolsek, waktunya setelah Jum’atan dan sesampainya saya di Polsek, saya dipertemukan dengan SW dan turut hadir Pak Camat dan Kapolsek. Intinya, saya diarahkan untuk berdamai,” jelas Muhalik.

Kades SW selaku terlapor, terang Muhalik, di hadapan Kapolsek dan Camat, telah mengakui kesalahannya dan meminta ma’af atas perbuatan yang telah dilakukan. Muhalik pun selaku korban, telah mema’afkan pelaku. Namun karena awalnya SW yang menantang Muhalik untuk melaporkan dugaan pencurian dan pengrusakan tanamannya, maka pelapor menyerahkan segala sesuatunya yang terkait dengan laporannya, agar tetap diproses sebagaimana mestinya.

“Dalam pertemuan itu, Kades minta ma’af, karena telah mengambil rumput yang saya tanam tanpa izin. Selaku umat muslim, bila ada orang minta ma’af, yaa saya ma’afkan. Namun karena sedari awal Kades yang menantang saya untuk melapor ke Polisi, maka saya sudah laporan dan segala sesuatunya biarlah hukum yang bicara. Yaa, saya tidak mau damai, karena saya sudah laporan, biar aja tetap berlanjut,” terang Muhalik.

Dalam pertemuan itu, Muhalik pun meminta, agar Polsek bisa memberikan STPL/P kepadanya, sebagai bukti telah melaporkan SW. Namun Kapolsek mengatakan, bahwa STPL/P tidak diberikan, dengan alasan kasus yang dilaporkan adalah pidana ringan dan kasus ini tanpa bukti laporan, akan langsung bisa naik di persidangan.

“Pada saat itu, saya minta bukti tanda penerimaan laporan. STPL itu sangat penting, itu adalah bukti bahwa saya telah melaporkan SW ke Polsek. Namun Kapolsek bilang, karena ini tindak pidana ringan, maka nanti langsung aja naik di persidangan, tidak perlu STPL, bisa langsung disidang,” lanjut Muhalik.

Lebih lanjut Muhalik menegaskan, bahwa selaku korban, dirinya keberatan dengan pelayanan Polsek Pasir Sakti, karena sudah 3 hari laporan, namun tidak diberikan STPL/P.

“Yaa, saya keberatan dan dibuat kebingungan. STPL/P itu adalah bukti saya telah melapor, kalau mau naik ke persidangan, pasti dasarnya adalah laporan dari saya. Lah, kok saya tidak berikan STPL/P yaa. Tapi mau gimana lagi, Kapolsek langsung yang bilang, tanpa STPL/P nanti langsung sidang di Pengadilan Sukadana. Harapan saya, agar masalah ini dapat diproses dan dapat menjadi pembelajaran bagi Kades, agar tidak sewenang-wenang terhadap warganya. Dan untuk ke depannya, jangan lagi ada Kades yang menantang warga untuk melapor ke Polisi. Bila salah, yaa tetap salah, jangan mentang-mentang jadi Kades, lalu merasa kebal hukum,” kata Muhalik.

Di akhir wawancara, Muhalik mengatakan, bahwa dia telah dimintai keterangan dan telah menandatangani BAP sekitar 5 atau 6 lembar kertas BAP. Namun tidak juga diberikan STPL/P.

“Saya sudah memberikan keterangan dan telah menandatangani BAP sekitar 5-6 lembar. Saya seharusnya diberikan STPL/P, namun yaa, sudahlah. Senin nanti (20/2/23), saya akan datang ke Polsek lagi, untuk meminta STPL/P yang isinya, bahwa laporan saya sudah diterima. Yang namanya laporan masyarakat, pidana ringan maupun pidana berat, yaa hak pelapor adalah menerima STPL/P dan kewajiban Polsek selaku penerima laporan dari masyarakat, yaa wajib memberikan STPL/P kepada pelapor,” tutup Muhalik dengan tegas.

Sementara itu, Ketum PPWI, Wilson Lalengke, saat dimintai komentarnya terkait kasus Polisi enggan memberikan surat tanda bukti terima laporan kepada pelapor mengatakan, bahwa Oknum Polisi di Polsek Pasir Sakti itu, semestinya tidak layak bertugas sebagai Polisi.

“Oknum Polisi semacam itu sebenarnya masih harus belajar yaa. Dia tidak semestinya diberi tugas yang dia sendiri masih awam. Sangat berbahaya jika hal itu dibiarkan berlarut. Pelayanan Polri bisa tidak berjalan sebagaimana mestinya,” tutur alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

Akibat sikap dan perilaku Oknum Polisi semacam itu, kata Wilson Lalengke, citra Polri di masyarakat jelas semakin terpuruk.

“Terlalu banyak Oknum Anggota Polri yang tidak mampu melaksakan Tupoksinya dengan baik dan benar. Publik semakin kecewa dan kepercayaan mereka terhadap institusi Polri semakin luntur. Semestinya Kapolri melakukan revolusi di internalnya, agar para oknum yang tidak bisa bekerja sebagaimana sejatinya seorang Polisi, dapat dibersihkan dari tubuh Polri,” tukasnya mengakhiri komentarnya. (AP)

IMG-20230218-WA0016

Aparat Kepolisian Masih Anggap Enteng Keselamatan Suporter

Ilustrasi penggunaan gas air mata

Jendela Jurnalis, Semarang -
Belum beres penyelesaian kasus Kanjuruhan, kita kembali dipertontonkan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian, kepada kawan - kawan suporter di Semarang.

Dalam penggunaan kekuatan, Aparat Kepolisian harusnya patuh pada ketentuan dan prinsip yang dimuat dalam Peraturan Kapolri No. 1 tahun 2009, yaitu prinsip legalitas, necesitas, proporsionalitas, preventif, masuk akal/reasonable.

Tindakan Kepolisian kepada para suporter seperti yang kita lihat dalam beberapa video, menunjukkan bahwa:

  1. Kepolisian melanggar prinsip necesitas. Necesitas adalah tindakan seperlunya dan tidak bisa dihindarkan. Membanting dan melakukan kekerasan terhadap suporter, menembakkan gas air mata dalam jarak yang cukup dekat dengan kerumunan massa, termasuk mengejar para suporter yang berujung tindakan kekerasan, merupakan hal-hal yang dirasa tidak perlu dilakukan.
  2. Proporsionalitas, artinya tindakan yang dilakukan harus seimbang antara ancaman yang dihadapi, dengan tingkat kekuatan atau respon Anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan. Memukul, mengejar, menembakkan water canon dan berulangkali menembakkan gas air mata, sangat tidak seimbang dan justru sangat beresiko membuat korban jiwa.
  3. Reasonable, artinya tindakan itu harus masuk akal. Melihat tindakan Kepolisian yang tidak seimbang dengan ancaman yang ada, maka tindakan itu tidak masuk akal. Tindakan tidak masuk akal, beresiko membuat korban jiwa.
  4. Tindakan Preventif, harusnya Kepolisian menghindari penggunaan gas air mata dan memukul suporter serta mengutamakan pencegahan, misal memberi rekomendasi agar tidak dilakukan pertandingan, atau dengan memberikan rekomendasi larangan penonton secara tidak mendadak saat tiket sudah terjual, sekaligus penyebaran informasi yang meluas.
  5. Legalitas, artinya semua tindakan Kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk ketentuan implementasi mengenai HAM, berdasarkan instrumen internasional, nasional, maupun aturan internal Polri. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Anggota Polri kepada suporter, jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip HAM.

Selain itu, dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 juga dijelaskan, bahwa definisi dari tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan atau tindakan lain yang dilakukan secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku, untuk mencegah, menghambat atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan. Dalam Perkapolri tersebut ditegaskan, bahwa tindakan Kepolisian dilakukan secara spesifik kepada pelaku kejahatan, bukan seseorang yang masih diduga sebagai pelaku kejahatan, tanpa proses pemeriksaan dan pembuktian yang objektif berdasarkan hukum.

Menurut kami dari LBH Semarang, Panitia Pelaksana dan Aparat Negara Kepolisian, masih saja menganggap enteng keselamatan para suporter. Oleh karena itu, kami menuntut agar:

1) Menghentikan penggunaan kekuatan berlebihan dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian, sesuai dengan prinsip HAM.

2) Kepada PSSI, untuk melakukan pemeriksaan mendalam kepada Panitia Pelaksana. (Red/AP)

IMG-20230218-WA0012

Keterlaluan, Lagi – lagi Kepolisian Gunakan Gas Air Mata untuk Bubarkan Massa

Foto korban gas air mata

Jendela Jurnalis, Semarang -
Tembakan gas air mata kembali dilakukan oleh Kepolisian, saat hendak membubarkan massa suporter PSIS Semarang, yang berkumpul di Stadion Jatidiri, Semarang

Hal itu bertepatan pada laga lanjutan Liga 1 antara PSIS Semarang melawan Persis Solo, pada Jum'at, 17 Februari 2023.

Sebagai dampaknya, dikutip dari Ayo Semarang, terdapat beberapa suporter PSIS yang mengalami kesulitan bernafas akibat dari gas air mata, sehingga memerlukan penanganan.

Menanggapi kejadian itu, LBH Semarang menilai, tindakan yang dilakukan Kepolisian masih belum memperhatikan keselamatan suporter.

"Belum beres penyelesaian kasus Kanjuruhan, kita kembalj dipertontonkan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh Kepolisian kepada kawan-kawan suporter di Semarang," ujar LBH Semarang, dalam keterangan tertulisnya.

Lebih lanjut, LBH Semarang berpendapat, bahwa dalam penanganan massa, Kepolisian harus mengambil tindakan berdasarkan prinsisp necesitas (tindakan seperlunya), proporsionalitas, reasonable, mengutamakan tindakan preventif, serta berpegang pada asas legalitas.

"Oleh karena itu kami menuntut, agar menghentikan penggunaan kekuatan berlebihan dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian, sesuai dengan prinsip HAM dan kepada PSSI untuk melakukan pemeriksaan mendalam kepada Panitia Pelaksana," tutup LBH Semarang.

Sebelumnya, pertandingan antara PSIS dan Persis sendiri, dilaksanakan tanpa penonton. Hal tersebut dikarenakan pihak Aparat tidak memberikan izin dengan alasan keamanan. (Red/AP)

IMG-20230218-WA0010

Kunci Borgol Patah, Seorang Warga Datangi Kantor Damkar Dan Penyelamatan

Proses evakuaso oleh tim Damkar

Jendela Jurnalis Pekalongan, Jateng -
Seorang warga yang berasal dari Kramat Sari Pekalongan Kota medatangi kantor Unit Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan, pada Sabtu siang (18/2/2023).

Bukan tanpa alasan, dirinya datang untuk meminta tolong, yaitu untuk melepaskan borgol yang dipasang di kaki kakaknya.

Diketahui, bahwa sang kakak memiliki riwayat sakit kambuhan, bahkan pernah pergi dari rumah (hilang) selama 3.5 Tahun. Khawatir hal tersebut terulang kembali maka diputuskan untuk memborgol kakinya.

Akan tetapi, kali ini masib naas menimpa, kunci borgol tersebut patah, sehingga menyebabkan borgol tersebut tak bisa dibuka.

Team Rescue Pemadam Kebakaran Dan Penyelamatan Kota Pekalongan akhirnya mendatangi rumah pelapor untuk melakukan pelepasan borgol tersebut. (Ragil Surono)*

IMG-20230214-WA0005

Ironis, Warga Sumur Kondang Unras di Depan PT. MJR, Kadesnya Malah Lakukan Aksi Provokatif

Suasana unjuk rasa didepan PT. MJR

Jendela Jurnalis, Karawang -
Ketua Paguyuban Karawang Tandang (PKR), Dudung Ridwan, sangat menyayangkan tindakan provokatif yang dilakukan Oknum Kades Sumur Kondang, Azis, pada saat warganya sedang melakukan aksi Unras di depan PT. Mahkota Jaya Raya (MJR), Selasa (7/2/23).

Oknum Kades datang dengan menggunakan kendaraan R2 dengan kecepatan tinggi, bahkan hampir menabrak pengendara motor lain, lalu memasuki area Unras, dengan menabrak dan membuka alat peraga aksi.

Tidak sampai disitu, Oknum Kades tersebut juga menendang mobil komando aksi, sambil berteriak dengan kata-kata kasar yang tidak pantas diucapkan sebagai Aparatur Pemdes.

Gerbang PT. MJR

"Sudah seharusnya seorang Kades ketika ada masalah warga desanya, melakukan langkah dan tindakan untuk mencari jalan keluar atau solusi atas apa yang dikehendaki warganya, bukan malah melakukan tindakan provokatif di arena aksi. Masih untung peserta aksi masih bisa menjaga diri, jika peserta aksi tidak mampu mengendalikan diri, mungkin ceritanya lain," ungkap Dudung Ridwan.

Lebih lanjut Dudung mengatakan, bahwa sikap Oknum Kades tersebut perlu mendapat perhatian khusus bagi Camat dan Kadis DPMPD Karawang, untuk melakukan pembinaan khusus kepada Oknum Kades Sumur Kondang, baik pembinaan secara mental ataupun ideologi.

"Karena, jika seorang Pemimpin tidak lagi peduli, malah terkesan memperkeruh suasana masyarakat, seharusnya ia memahami Pancasila, memahami tugas dan fungsi Kades, merangkul semua warga tanpa lagi membedakan itu pendukungnya atau bukan," tandasnya.

Di tempat yang sama, Ketua Forum Masyarakat Sumur Kondang Bersatu (FM Sumber), Endra didampingi Wakil Ketua, Ridwan Anwar, mereka sangat menyayangkan tindakan arogan Oknum Kades tersebut, yang seharusnya menjadi teladan di lingkungan, malah memicu keributan, apalagi disaat warganya sendiri sedang melakukan aksi menuntut hak atas operasional PT. MJR.

"Bukan kami tidak berani melawan arogansi Oknum Kades, tapi kami tidak mau ada keributan di lokasi aksi dan masih bisa mengendalikan diri, tidak terpancing oleh tindakan provokatif Oknum Kades Sumur Kondang," tutur Endra.

Lanjutnya, "Terkait permasalahan yang melatar-belakangi tindakan Oknum Kades tersebut, kami memahami, tapi tidak perlu bertindak konyol seperti itu, apalagi di lokasi aksi yang situasinya panas dan disaksikan oleh APH."

Sementara itu, Ridwan Anwar mengatakan, bahwa tindakan Oknum Kades Sumur Kondang membuktikan, bahwa Oknum Kades tidak mendukung apa yang dilakukan warganya.

"Bukan kami tidak tahu, kalau Oknum Kades bersama Perangkat Desa, sebelum aksi terjadi masuk menemui managemen PT. MJR, bukan untuk mencari solusi dan memfasilitasi warganya, tapi hanya sebatas koordinasi dan lebih ironis lagi, Aparat Desa yang datang bersama Oknum Kades ke MJR, sempat menghadang kami di lokasi aksi dan meminta kami untuk tidak melakukan aksi," jelas Ridwan Anwar.

Masih kata Ridwan, disini jelas bahwa Pemdes tidak mendukung masyarakat dalam memperjuangkan haknya.

"Semua dapat menilai, kalau pihak desa memihak kemana, sehingga kami menyatakan bahwa kami tidak terima dengan tindakan Oknum Kades, kami tunggu permohonan ma'afnya, genderang perang sudah ditabuhkan oleh Oknum Kades. Kami punya hak sebagai rakyatnya, untuk melakukan langkah atas tindakan tersebut," tandasnya.

Ingat! Kades harus bisa merangkul semua komponen masyarakat, lupakan dukung mendukung calon pada saat Pilkades, mau mendukung atau tidak mendukung, setelah duduk maka wajib bagi seorang Kades untuk merangkulnya.

"Saya tunggu i'tikad baik Kades Sumur Kondang, kalau dia ngaku seorang Pemimpin, ayo temui kami, bicara sama kami," pungkasnya. (AP)

IMG-20230206-WA0000

Parah!!! Oknum Brimob Aniaya Wartawan! Kapolres Lubuklinggau Diduga Kuat Malah Giring Korban Menjadi Tersangka

Jendela Jurnalis, Jakarta -
Menindaklanjuti kasus pemukulan secara brutal oleh Oknum Brimob terhadap seorang Wartawan di Lubuklinggau, Adhio Septiawan atau Vhio, Ketum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, M.A, meminta klarifikasi Kapolres Lubuklinggau, Kamis (2/2/23). Dari hasil percakapan antara Ketum PPWI dengan Kapolres, AKBP Harissandi, muncul dugaan kuat, bahwa pihak Polres Lubuklinggau akan menggiring korban Vhio menjadi tersangka. Hal tersebut dapat disimpulkan dari keterangan Harissandi, yang ragu-ragu menindak Oknum Brimob yang telah melakukan pemukulan terhadap Wartawan, karena ada dua laporan yang masuk.

Saat dikonfirmasi Ketum PPWI, Kapolres mengatakan pemeriksaan sedang berjalan, sementara korban masih dirawat di RS.

"Pemeriksaan masih berjalan, cuma korbannya masih belum bisa diperiksa, karena masih dalam perawatan di RS. Untuk kasus ini, kedua belah pihak saling melapor," ujar Kapolres.

Saat mendengar bahwa kedua belah pihak saling melapor, hal tersebut menimbulkan tanda tanya besar bagi Tokoh Pers Nasional tersebut. Akan dibawa kemana arah kasus tersebut?

"Sudah jelas-jelas itu kasus pemukulan dan penganiayaan berat, Oknum Brimob tersebut mau melaporkan apa?" tanya Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 tersebut kepada Kapolres.

Wilson melanjutkan, "Jadi, kalau saling melaporkan berarti damai gitu? Bagaimana sih pihak APH, khususnya Kepolisian menangani masalah pemukulan dan penganiayaan? Seharusnya diproses dulu laporan yang awal."

Selanjutnya, Kapolres pun menjelaskan kronologi kejadiannya.

"Sekira pukul 03.00 WIB pagi, Selasa (31/1/23), ada seseorang yang mendokumentasikan rumah milik warga Lubuklinggau. Mengetahui rumahnya difoto dan divideokan, lalu pemilik rumah mengusir orang tersebut (Vhio) dengan alasan ketakutan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," papar Kapolres.

Kemudian pemilik rumah menelpon saudaranya yang berprofesi sebagai Brimob. Dan Brimob tersebut, demikian Harissandi, langsung mendatangi Vhio, lalu menanyakan secara baik-baik. Namun Vhio bersikeras, bahwa ia sedang menjalankan tugas sebagai Jurnalis. Tapi pihak Brimob tetap mencurigai Vhio dan keduanya saling adu mulut yang berakhir pemukulan yang dilakukan Oknum Brimob tersebut.

Selanjutnya, kata Kapolres, Vhio langsung dibawa ke Mapolres Lubuklinggau, tapi tanpa menyebutkan bahwa Vhio diborgol saat dibawa ke Polres. Sementara korban menyebutkan, dia diborgol dan diseret masuk dalam mobil seperti teroris. Dalam keterangannya, Kapolres juga menuduh Vhio dalam keadaan habis mengkonsumsi Miras. Lalu pihak Polres Lubuklinggau melakukan pemeriksaan dan visum terhadap korban.

“Untuk pemeriksaan ditangguhkan, karena saudara Vhio harus menjalani perawatan di RS. Kita masih menunggu korban sehat, baru diambil keterangan," jelas Kapolres.

Atas keterangan Kapolres tersebut, Wilson Lalengke membantah keterangan terkait waktu kejadian.

“Dari keterangan Pak Kapolres, saya sampaikan bahwa pertama, Pak Kapolres keliru soal waktu kejadian, bukan jam 3 pagi, tapi jam 01.30 WIB. Ini sesuai keterangan korban dan pemilik rumah,” sergah alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, yang meyakini jika keterangan Kapolres hanya karangannya belaka, bukan fakta.

Wilson kemudian melanjutkan, bahwa Wartawan dapat melakukan tugasnya setiap saat, tidak terikat oleh waktu, kapan saja Wartawan dapat melakukan tugasnya.

"Kedua, seorang Wartawan dapat melaksanakan tugasnya di jam berapa saja, jika dia melihat hal yang mencurigakan," kata lulusan Pasca Sarjana di tiga Universitas bergengsi di Eropa ini.

Ketiga, tambah Wilson Lalengke, hal yang paling parah yang harus dipertegas, adalah pemukulan yang dilakukan Oknum Brimob tersebut. Apakah boleh Anggota Polisi melakukan pemukulan terhadap masyarakat? Padahal telah diatur dalam Keputusan Kapolri tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang seharusnya dipedomani oleh seluruh Anggota Kepolisian.

“Dalam KEPP itu, tidak ada acara pukul-memukul yang boleh dilakukan setiap Anggota Polri terhadap siapapun!” tegasnya.

Menurut Wilson, hal-hal seperti itu tidak sepatutnya dilakukan oleh Anggota Kepolisian yang seharusnya mengayomi, melayani, melindungi dan menolong rakyat. Namun yang terjadi justru malah melakukan kesewenang-wenangan.

"Mempermainkan hukum, mentang-mentang kalian yang memegang hukum, yang punya kewenangan, kalian yang punya meja, yang punya kertas, kalian yang dengan mudah membuat laporan, lantas seenaknya saja kalian mentersangkakan orang. Samboisme itu sudah menjalar kemana-mana,” sebut Presiden Persaudaraan Indonesia Sahara Maroko (Persisma) itu, menyitir kasus rekayasa kasus pembunuhan Brigpol Yosua Hutabarat, yang diotaki mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, yang sedang disidangkan saat ini.

Dari keterangan Kapolres, imbuh Wilson Lalengke, modus rekayasa kasus pemukulan Wartawan Vhio, adalah dengan meminta pemilik rumah yang didokumentasikan oleh korban, untuk membuat laporan tandingan. Hal itu menurutnya sangat licik, kasus direkayasa sedemikian rupa, dengan menyuruh pemilik rumah membuat laporan, sehingga terkesan ada peristiwa saling lapor.

“Laporan tersebut dibuat untuk merekayasa kasus, seakan Wartawan tersebut melakukan kesalahan, mengganggu ketenteraman, melakukan perbuatan tidak menyenangkan dan lain sebagainya. Semuanya itu adalah tuduhan bias yang tidak bisa dibuktikan, yang tujuannya agar korban tersebut bisa menjadi tersangka," urainya, kesal atas langkah culas Oknum Kapolres Lubuklinggau itu.

Dalam kasus ini, Wilson Lalengke yang getol memperjuangkan nasib Wartawan yang dikriminalisasi, berharap kepada pihak Kepolisian, untuk bersikap tegas dan segera memproses Oknum Brimob yang telah melakukan pemukulan secara brutal terhadap Wartawan, sesuai peraturan yang berlaku.

“Pak Kapolri, tolonglah. Langsung di-Yanma-kan saja orang-orang seperti ini. Apakah tidak ada lagi Polisi yang lebih baik di Institusi Polri untuk jadi Kapolres. Ini orang sudah babak-belur hinga masuk RS, masih juga kalian kriminalisasi,” sebut Wilson Lalengke, mengakhiri kerengannya. (Red/AP)

IMG-20230202-WA0001

PN Karawang Eksekusi 24 Rumah di Citaman untuk Tol Japek 2, Askun: Dimana Bupati dan Wakil Rakyat Saat Dibutuhkan?

Asep Agustian, SH, MH

Jendela Jurnalis, Karawang -
PN Karawang melakukan eksekusi penggusuran sebanyak 24 rumah dari 46 KK di Citaman, Ds. Amansari, Kec. Pangkalan, Karawang, Jabar, Senin (30/1/23). Penggusuran tersebut dilakukan untuk kepentingan pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) 2, dengan bantuan ratusan Aparat Gabungan yang terdiri dari TNI-Polri.

Hampir dua tahun lamanya, warga Citaman memperjuangkan nasib dan haknya sendiri, tanpa ada bantuan dari para wakil rakyat atau bahkan Bupati dan Wabup Karawang, Cellica-Aep. Menyikapi persoalan ini, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kab. Karawang, Asep Agustian, S.H, M.H, sangat menyayangkan absennya Pemda maupun para wakil rakyat, dalam proses eksekusi lahan untuk proyek Japek 2 di Kp. Citaman.

Asep Agustian, S.H, M.H, yang akrab disapa Askun menilai, dalam persoalan ini seakan rakyat dibiarkan berjuang sendiri dalam menuntut keadilan, tanpa adanya pendampingan dari Negara dalam hal ini Pemda maupun para Anggota DPRD Karawang.

“Kemana Bupati? Kemana para Pejabat Pemda? Dimana mukanya para Anggota DPRD mulai dari Kabupaten, Provinsi sampai Anggota DPR-RI,” ungkap Askun kepada awak media, Rabu (1/2/23).

Padahal kata Askun, 46 KK yang mendiami 24 rumah yang tergusur di Citaman, terlihat sangat berharap kehadiran Pemda dan para wakil rakyat, yang setiap kali Pemilu selalu datang menyambangi mereka untuk meminta suara.

“Wahai para Pejabat Bupati dan DPRD, apakah Anda melihat rakyatnya menangis, rakyatnya pingsan saat rumahnya diratakan dengan beko? Para wakil rakyat yang setiap Pemilu datang mengemis meminta suara, kemarin ketika eksekusi tidak terlihat mukanya datang mendampingi rakyatnya,” sindir Askun.

Lanjutnya, “Mereka ini mikir tidak sih, rakyatnya yang tergusur setelah rumahnya diratakan dengan tanah akan tinggal dimana? Mereka pernah membayangkan tidak, jika hal serupa terjadi kepada anggota keluarganya.”

Selain itu, Askun juga menyoroti perihal pengamanan eksekusi lahan oleh Aparat Gabungan TNI-Polri yang dinilai terlalu berlebihan. Dimana, ada ratusan Personel Aparat Gabungan taktis yang turun ke Citaman.

Sehingga kondisi ini menciptakan suasana ketakutan bagi warga. Bahkan Aparat Kepolisian sudah berjaga-jaga di lokasi, sebelum hari H eksekusi.

“Saya baca di berita, sampai 300 Personel. Sedangkan rumah yang mau dieksekusi itu cuma 26 KK. Buset deh, sudah kayak mau ngepung teroris saja,” katanya.

Diyakini Askun, sebenarnya tidak ada satupun warga Citaman yang ingin menentang kebijakan Pemerintah dalam hal ini pembangunan Japek 2 yang masuk dalam Pronas. Namun demikian, tentu nilai-nilai kemanusiaan harus diterapkan dalam setiap proses pembangunan Negara.

“Yang ada warga makin takut. Saya rasa mereka tidak ada yang mau menentang Negara. Cepat atau lambat, proyek strategis nasional memang pasti berjalan. Hanya saja, di sini masih ada yang belum diperlakukan adil. Tempuh dulu itu seharusnya,” tandas Askun. (Red/AP)

IMG-20230130-WA0017

Seorang Ibu Melahirkan Diketinggian Pos Pendakian Gunung

Foto saat dilakukan evakuasi

Jendela Jurnalis Jateng -
Personel Polsek Karangreja membantu evakuasi perempuan melahirkan di Pos 3 Pendakian Gunung Slamet, Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, pada Minggu (29/1/2023) kemarin. Evakuasi dilakukan bersama dengan bersama tim SAR gabungan dan BPBD Purbalingga.

Kapolsek Karangreja AKP Catur Subagyo mengatakan evakuasi dilakukan setelah adanya informasi perempuan melahirkan di Pos 3 Pendakian Gunung Slamet. Perempuan tersebut bernama Sartini warga Desa Kutabawa RT 18 RW 5, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga.

"Perempuan yang melahirkan tersebut merupakan pedagang di Pos 3 Pendakian Gunung Slamet," jelas kapolsek.

Foto saar evakuasi

Disampaikan bahwa setelah mendapatkan informasi kemudian petugas dari Polsek Karangreja, BPBD PurbaIingga dan SAR gabungan melakukan evakuasi pada pukul 09.30 WIB. Evakuasi selesai pada pukul 14.00 WIB dengan membawa ibu dan bayinya turun dari pos pendakian dalam keadaan selamat.

"Ibu dan bayinya akhirnya dapat dievakuasi oleh tim gabungan dalam keadaan selamat," jelasnya.

Kapolsek menambahkan, setelah dievakuasi kemudian dilakukan pemeriksaan dan perawatan bidan desa setempat. Karena kondisinya baik dan tidak perlu penanganan lanjutan kemudian ibu dan bayinya dibawa pulang ke rumahnya. (Ragil74)

IMG-20230129-WA0025

Sesosok Mayat Pria Tanpa Identitas Ditemukan di Aliran Irigasi Dawuan Timur

Foto mayat pria tanpa identitas yang ditemukan warga Dawuan Timur

Jendela Jurnalis Karawang -
Masyarakat Desa Dawuan Timur kecamatan Cikampek digemparkan atas adanya penemuan sesosok mayat berjenis laki-laki yang berbusana serba hitam, Minggu (29/1).

Kepala Kepolisan Sektor (Kapolsek) Cikampek, Kompol Ahmad Mulyana, saat diwawancarai wartawan membenarkan adanya penemuan mayat pria tanpa identitas di aliran irigasi tarum timur.

“Tadi kami menerima informasi dari masyarakat terkait adanya penemuan mayat pria sekitar pukul 12.30 WIB oleh penggembala domba,” kata Kompol Mulyana.

Menurutnya, hasil dari identifikasi petugas ditemukan adanya beberapa luka pada bagian kepala dan leher.

"Saat ini kepolisian belum bisa memastikan, apakah mayat ini merupakan korban pembunuhan atau bukan," ujarnya.

Untuk selanjutnya, Polsek Cikampek akan melakukan koordinasi dengan Polres Karawang, untuk penyelidikan lebih lanjut dan mengungkap atas penemuan mayat tersebut. (Red)