Jendela Nasional

IMG-20250317-WA0036

Soroti Pencabutan Moratorium PMI ke Timur Tengah, F-Buminu Sarbumusi : Keputusan Terburu-buru, Pemerintah Dinilai Hanya Jadikan Buruh Migran ‘Sapi Perahan’

Ketum F-Buminu Sarbumusi (kanan)

Jendela Jurnalis JAKARTA - Kebijakan pencabutan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke negara-negara Arab oleh pemerintah menuai Pro kontra dan kritik  dari sejumlah aktivis buruh migran. Ali Nurdin Abdurahman, Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-Buminu Sarbumusi), menuding pemerintah hanya memandang PMI sebagai "sapi perahan" devisa, sementara aspek perlindungan dan keselamatan pekerja diabaikan. Kritik ini mengemuka setelah Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengumumkan pencabutan moratorium yang telah berlaku sejak 2015 melalui Keputusan Menteri Nomor 260 Tahun 2015.  

Karding menyatakan keputusan ini diambil setelah mendapat restu Presiden Prabowo Subianto untuk memenuhi permintaan 600 PMI ke Arab Saudi. Menurutnya, langkah ini akan meningkatkan devisa negara sebesar Rp. 31 triliun. Namun, bagi Ali Nurdin, kebijakan ini justru mengulangi pola eksploitasi sistemik yang mengorbankan hak-hak dasar PMI. "Ini bukan kebijakan progresif, melainkan kemunduran. Pemerintah terkesan buru-buru mencabut moratorium hanya untuk mengejar angka devisa, tanpa memastikan perlindungan nyata bagi PMI," tegas Ali dalam keterangan pers di Jakarta.  

*Amandemen UU 18/2017 : Payung Hukum yang Masih Dibentuk, Perlindungan Dikorbankan*

Ali Nurdin menegaskan bahwa pencabutan moratorium terjadi di tengah proses revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang belum tuntas. Padahal, revisi UU ini seharusnya menjadi dasar hukum untuk memperkuat sistem penempatan dan perlindungan PMI. "Bagaimana mungkin moratorium dicabut sementara payung hukumnya masih dalam 'ruang gelap'? Ini seperti membangun menara tanpa pondasi. Pemerintah berisiko melegalkan kerentanan PMI terhadap eksploitasi," kritiknya.  

Ia mengingatkan, moratorium 2015 awalnya diberlakukan karena maraknya kasus kekerasan, pelanggaran kontrak, dan perdagangan manusia yang dialami PMI di Timur Tengah. Menurutnya, tanpa revisi UU yang mengikat, pemerintah tidak memiliki instrumen hukum untuk menuntut pertanggungjawaban negara tujuan atau pelaku pelanggaran. "Tanpa UU yang kuat dan Perjanjian tertulis, PMI tetap akan menjadi korban dalam sistem yang hanya menguntungkan pihak pengirim dan penerima," tambahnya.  

*Desa sebagai Ujung Tombak Perlindungan: Hanya Jadi Pemanis Regulasi?*

Ali juga menyoroti kegagalan pemerintah dalam memberdayakan desa sebagai pusat informasi dan pelayanan PMI sesuai amanat Pasal 42 UU 18/2017. "Selama ini, desa hanya jadi 'tukang stempel' untuk mengurus dokumen keberangkatan, tanpa kapasitas memadai untuk memberikan pelatihan atau memantau kondisi PMI di luar negeri," ujarnya. Padahal, desa seharusnya menjadi garda terdepan dalam memetakan risiko, memverifikasi agen penempatan, dan memberikan pendampingan hukum kepada keluarga PMI.  

Ia mencontohkan, banyak kasus PMI nonprosedural (overstayer) di Arab Saudi yang justru berasal dari desa dengan sistem pengawasan lemah. "Jika desa tidak difungsikan secara serius, kebijakan ini hanya akan menambah daftar PMI ilegal yang terdampar tanpa perlindungan,"tegasnya.  

*Bilateral Agreement vs Nota Kesepahaman: Perlindungan Semu untuk PMI*

Kritik tajam juga dilayangkan Ali terhadap ketergantungan pemerintah pada Nota Kesepahaman (MoU) dengan negara-negara Arab, alih-alih memperbarui Perjanjian Bilateral (Bilateral Agreement) yang mengikat secara hukum. "MoU hanya berisi janji-janji kosong tanpa mekanisme penegakan. Sementara negara seperti Arab Saudi belum meratifikasi konvensi perlindungan pekerja domestik ILO. Bagaimana mungkin kita mengirim PMI tanpa jaminan hukum yang jelas?" tanyanya.  

Ia menegaskan, tanpa perjanjian bilateral yang memuat sanksi tegas bagi pelanggar, PMI domestik, yang mayoritas perempuan, akan tetap menjadi korban kekerasan dan pemotongan upah. "Ini bukan soal diplomasi, tapi komitmen nyata. Jika pemerintah tidak berani menuntut perlindungan melalui perjanjian tertulis, lebih baik moratorium tetap dipertahankan," tegas Ali.  

*Data PMI yang Ambigu: Bom Waktu Overstayer dan Repatriasi*

Persoalan lain yang mengemuka adalah ketidakjelasan data PMI di negara-negara Arab. Menurut Ali, pemerintah gagal memanfaatkan masa moratorium untuk melakukan repatriasi (pemutihan) terhadap ribuan PMI nonprosedural yang terdampar di Arab Saudi. "Jika moratorium dicabut tanpa pemutihan data, akan terjadi tumpang tindih antara PMI baru dan yang sudah overstayer. Ini bom waktu yang bisa memicu krisis kemanusiaan dan beban diplomatik," paparnya.  

Ia momentum pergelaran ibadah haji pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri melakukan Diplomasi agar segera melakukan Repatriasi (pemutihan) selain berguna untuk pemutakhiran data juga menginfentarisir permasalahan yang masih dialami oleh PMI selain itu pemerintah segera membentuk tim khusus untuk memverifikasi data PMI, bekerja sama dengan kedutaan dan organisasi lokal. "Jangan sampai PMI resmi justru kalah bersaing dengan pekerja ilegal yang upahnya lebih murah. Ini akan merugikan negara dan pekerja sendiri," imbuhnya.  

*Pelatihan Asal-Asalan: Sertifikat Kompetensi Hanya Jadi Formalitas*

Ali juga mengkritik sistem pelatihan calon PMI yang masih carut-marut. Meski pemerintah berencana mengandalkan Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK LN), praktik di lapangan menunjukkan banyak lembaga pelatihan swasta yang menerbitkan sertifikat kompetensi tanpa standar jelas. "Banyak PMI yang diklaim 'terlatih' ternyata tidak mampu bekerja sesuai sertifikat. Alhasil, mereka diupah rendah atau dipecat sepihak. Ini bukti pemerintah abai dalam menjaga kualitas SDM," tegasnya.  

Ia mendesak BLK LN menjadi satu-satunya penyelenggara pelatihan untuk menghindari pemalsuan kompetensi. "Pelatihan harus gratis, terstandar, dan diawasi ketat. Jangan sampai lembaga pelatihan jadi 'pabrik' calon korban eksploitasi," tegas Ali.  

*RUU PPRT: Pengabaian terhadap Pekerja Domestik yang Tak Kunjung Usai*

Poin terakhir yang disoroti Ali adalah lambannya pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Padahal, 80% PMI di Timur Tengah bekerja di sektor domestik yang rawan pelanggaran hak. "Selama RUU PPRT tidak disahkan, pekerja rumah tangga tetap tidak diakui sebagai 'pekerja' dalam hukum ketenagakerjaan. Mereka tidak punya hak cuti, jaminan kesehatan, atau perlindungan dari kekerasan. Ini bentuk diskriminasi sistemik," tegasnya.  

*Devisa vs Nyawa Manusia*

Ali Nurdin menegaskan bahwa pencabutan moratorium hanya akan bermakna jika diiringi komitmen nyata pemerintah dalam memperbaiki enam poin krusial yang ia soroti.

"Jangan jadikan PMI sebagai sapi perahan devisa. Setiap angka devisa harus sejalan dengan perlindungan hak asasi pekerja. Jika tidak, kebijakan ini hanya akan menjadi blunder yang memalukan di mata internasional," tandasnya.  

Ia mengingatkan pemerintah untuk belajar dari sejarah moratorium 2015 lahir akibat tingginya kasus pelanggaran hak PMI.

"Jangan sampai kita mengorbankan ribuan nyawa hanya untuk mengejar target ekonomi jangka pendek. Jika persiapan diabaikan, bom waktu ini akan meledak dan menjadi beban bagi generasi mendatang," pungkas Ali. (Red)*

IMG-20250314-WA0031

Tragis! PMI Nursiah Disekap dan Dipaksa Jadi PSK, DPW F-BUMINU SARBUMUSI Banten Desak Kemenlu Segera Bertindak

Foto Nursiah

Jendela Jurnalis BANTEN - Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (F-Buminu Sarbumusi) Provinsi Banten yang diketuai oleh Nafis Salim secara resmi mengajukan surat permohonan bantuan kepada Kementerian Luar Negeri RI terkait nasib tragis Pekerja Migran Indonesia (PMI) bernama Nursiah Binti Sarmin. Surat bernomor 04/ADU-DPW-BUMINU-S/BTN/II/2025 tersebut mendesak pemerintah untuk segera menginvestigasi keberadaan Nursiah, memberikan perlindungan hukum, serta memastikan kepulangannya ke tanah air dengan membawa seluruh hak-haknya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Kisah Tragis Nursiah: Dari Majikan Kejam Hingga Dijual Menjadi Pekerja Seks Komersial

Ketua DPW F-BUMINU SARBUMUSI Banten, Nafis Salim, mengungkapkan kisah pilu yang dialami Nursiah berdasarkan informasi yang telah dihimpun.

“Nursiah awalnya bekerja di rumah majikan pertama di Riyadh selama tiga bulan. Majikan pertama memperlakukannya dengan baik, dan saat kontraknya selesai, ia dikembalikan ke Syarikah (agensi perekrutan di Arab Saudi)."

Namun, nasib buruk menanti Nursiah setelah itu.

“Setelah dikembalikan ke Syarikah, ia hanya beristirahat beberapa jam sebelum dipindahkan ke rumah majikan kedua. Di sana, selama dua bulan, ia sering dimarahi, diperlakukan tidak adil, dan bekerja dalam kondisi tidak layak,” jelas Nafis.

Melihat kondisi yang semakin buruk, staf Syarikah akhirnya mengambil Nursiah dan menampungnya selama dua hari sebelum menempatkannya di rumah majikan ketiga.

“Di rumah majikan ketiga, nasibnya makin mengenaskan. Majikan perempuan sering cemburu kepadanya, memaksanya bekerja tanpa batas, hanya memberinya waktu istirahat dua jam sehari, dan sering mengintimidasinya. Karena sudah tidak kuat, Nursiah mencoba meminta bantuan ke kantor Syarikah. Namun, mereka mengabaikannya,” tegas Nafis.

Dalam kondisi terdesak dan tanpa perlindungan, Nursiah akhirnya melarikan diri dari rumah majikan. Namun, bukannya mendapatkan pertolongan, ia justru disekap oleh seorang warga Indonesia yang ia temui.

“Orang Indonesia yang seharusnya membantu justru menyita semua dokumennya dan memaksanya menjadi pekerja seks komersial (PSK) untuk melayani orang-orang Bangladesh. Nursiah kehilangan kebebasannya, diperlakukan tidak manusiawi, dan hingga saat ini keberadaannya masih tidak menentu karena sering dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat lain,” lanjutnya dengan nada prihatin.

Desakan DPW F-BUMINU SARBUMUSI Banten: Kemenlu Harus Bergerak Cepat!

Menanggapi kondisi ini, DPW F-BUMINU SARBUMUSI Banten menegaskan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Luar Negeri RI dan KBRI Riyadh, harus segera turun tangan untuk menyelamatkan Nursiah.

“Kami meminta pemerintah untuk segera menginvestigasi keberadaan Nursiah, memberikan perlindungan, dan memastikan kepulangannya dengan membawa hak-haknya. Jangan sampai ia menjadi korban perdagangan manusia lebih lama lagi,” ujar Nafis Salim.

Ia juga menegaskan bahwa kasus ini mencerminkan rendahnya perlindungan bagi PMI di luar negeri, khususnya di Timur Tengah.

“Kejadian ini membuktikan bahwa sistem perlindungan PMI masih sangat lemah. Bagaimana mungkin seorang pekerja bisa berpindah-pindah majikan tanpa kejelasan, bahkan akhirnya jatuh ke tangan pelaku perdagangan manusia? Kami tidak akan tinggal diam sampai Nursiah ditemukan dan dipulangkan,” tegasnya.

Keluarga Nursiah Memohon Kepastian dari Pemerintah

Saat ini, keluarga Nursiah di Indonesia hidup dalam kecemasan karena tidak tahu bagaimana kondisi Nursiah yang sesungguhnya. Mereka telah berulang kali menghubungi pihak terkait, tetapi belum mendapatkan kepastian.

“Kami memohon kepada Kemenlu RI dan KBRI Riyadh untuk segera bertindak. Tolong temukan istri saya dan pulangkan dia ke rumah,” ujar pihak keluarga dengan penuh harap.

Seruan Solidaritas: Lindungi PMI, Hentikan Eksploitasi!

DPW F-BUMINU SARBUMUSI Banten mengajak seluruh masyarakat dan organisasi peduli buruh migran untuk bersolidaritas dan mendorong pemerintah agar segera menyelamatkan Nursiah.

“Jangan sampai ada PMI lain yang mengalami nasib seperti ini! Kita semua harus bersuara agar pemerintah lebih tegas dalam melindungi buruh migran, memastikan mereka bekerja di tempat yang aman, dan memiliki jalur perlindungan yang jelas jika menghadapi masalah,” tutup Nafis Salim.

Saat ini, surat permohonan resmi dari DPW F-BUMINU SARBUMUSI Banten telah dikirimkan ke Kementerian Luar Negeri RI. Diharapkan dalam waktu dekat, pemerintah segera mengambil langkah konkret demi menyelamatkan Nursiah dan memastikan hak-haknya terpenuhi. (ALN)*

IMG-20250212-WA0026

Singgung Soal Efisiensi Anggaran, Ketum BaraNusa Sarankan Presiden Rampingkan Kabinet dan Bubarkan Kementerian Yang Hanya Jadi Beban Bagi Negara

Adi Kurniawan, Ketua Umum Barisan Relawan Nusantara (BaraNusa)

Jendela Jurnalis JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto, 22 Januari lalu, meneken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor Satu Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025.

Dalam keputusan itu, Prabowo meminta jajaran pemerintah pusat dan daerah untuk menghemat anggaran hingga 306,7 triliun rupiah.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menyatakan sebagian dana hasil penghematan akan digunakan untuk memperluas jangkauan penerima manfaat program makan bergizi gratis.

Sesuai inpres tentang efisiensi anggaran, kementerian dan lembaga (K/L) negara saat ini di tengah menyisir pos-pos yang bisa dihemat.

Kementerian keuangan merinci ada 16 pos belanja yang harus dipangkas untuk menghemat anggaran, diantaranya pos pembelian alat tulis kantor, perjalanan dinas, sewa mobil, serta kegiatan yang bersifat seremonial.

Sejumlah kementerian yang mengalami pemangkasan besar seperti kementrian pertanian dan kementerian pekerjaan umum terpaksa membatalkan proyek-proyek penting. Seperti misalnya, anggaran kementerian pekerjaan umum dipangkas Rp 81,38 triliun, berdampak pada pembatalan 14 proyek bendungan dan saluran irigasi yang seharusnya mendukung swasembada pangan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pemangkasan anggaran justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, pemangkasan anggaran juga berdampak terhadap sejumlah lembaga salah satunya seperti yang dirasakan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap para korban terorisme yang tergabung di dalam Yayasan Keluarga Penyintas (YKP). Para korban terorisme ini menilai pemangkasan anggaran sebesar 62 persen tersebut dapat menghilangkan perlindungan hak-hak korban terorisme yang meliputi layanan medis, psikologi, dan psikososial.

Pemangkasan anggaran juga menimbulkan ancaman PHK Massal meskipun beberapa pihak meyakini hal tersebut dapat dihindari. Namun faktanya, PHK terjadi di RRI dan TVRI yang menyasar ke pekerja kontributor dan honorer. Di samping itu, pengusaha konstruksi juga mengungkapkan pemangkasan anggaran sebesar 81 triliun dapat mengancam jutaan pekerja konstruksi kehilangan pekerjaan.

Pertanyaannya, mengapa Presiden Prabowo tidak pangkas dan rampingkan juga jumlah kabinetnya demi efisiensi anggaran dan kerja pemerintah?

Ketua Umum Barisan Relawan Nusantara (BaraNusa), Adi Kurniawan mengatakan Kabinet Merah Putih saat ini dikenal sebagai salah satu yang terbesar di dunia, dengan lebih dari 30 menteri, belum termasuk wakil menteri (Wamen), staf khusus, dan berbagai lembaga non kementerian.

Bahkan terakhir, kata Adi, kementerian pertahanan menambah pejabat baru dengan mengangkat Deddy Corbuzier sebagai staf khusus (stafsus).

“Di tambah ada beberapa kementerian yang memiliki dua wamen sekaligus seperti misalnya di kementerian perlindungan pekerja migran Indonesia (KP2MI). Hal tersebut sangat jauh dari kata efisiensi, karena dengan jumlah pemerintah yang gemuk justru sangat boros dan berdampak pada kebutuhan anggaran yang besar mulai dari gaji, fasilitas, hingga biaya operasional dan lainnya,” ujar Adi Kurniawan lewat keterangan tertulis, Rabu (12/02/25).

Menurutnya, negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman mengelola pemerintahan dengan jumlah menteri yang jauh lebih sedikit, tetapi tetap mampu menjalankan roda pemerintahan secara efisien dan responsif. Terlebih China yang memiliki jumlah penduduk sampai miliaran pun hanya memiliki 26 menteri untuk menjalankan roda pemerintahannya.

Adi mengatakan, Jabatan menteri seringkali menjadi bagian dari ‘kompromi politik’ dalam sistem pemerintahan koalisi seperti Indonesia.

“Inilah mengapa keberanian politik sangat dibutuhkan. Menurutnya, jika Prabowo benar-benar memiliki keberanian dan ingin menerapkan efisiensi anggaran secara konsisten, Prabowo harus berani keluar dari bayang-bayang kepentingan politik berbagi kekuasaan demi kepentingan strategis nasional,” kata Adi.

Lebih lanjut Adi menilai gagasan penghematan anggaran adalah langkah positif dan harus didukung demi meningkatkan efisiensi pemerintahan dan pelayanan publik terlebih mampu mengurangi tingkat kasus korupsi di tubuh pemerintahan. Tapi juga memiliki kabinet yang gemuk dapat menghambat agenda besar nasional.

Sebab itu, dirinya meminta Presiden Prabowo agar berani keluar dari peninggalan budaya politik berbagi kekuasaan dengan memangkas jumlah kementerian dan lembaga non kementerian demi pemerintahan yang efektif dan efisien serta benar-benar bekerja untuk kepentingan negara serta rakyat Indonesia.

“Kami mendukung penuh Presiden Prabowo lakukan perampingan kabinet, bubarkan kementerian dan lembaga non kementerian yang menjadi beban negara yang hanya membuat boros keuangan negara,” tandasnya. (Red)*

IMG-20250111-WA0019(1)

Kritisi Kinerja Kementerian P2MI, F-BUMINU SARBUMUSI Sebut Langkah Menteri Tak Terarah dan Diduga Lakukan Eksploitasi PMI Gaya Baru

DPP F-BUMINU SARBUMUSI

Jendela Jurnalis Jakarta - Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-BUMINU SARBUMUSI), Ali Nurdin Abdurahman, menyampaikan kritik terhadap kinerja Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding. Menurut Ali, Karding terkesan hanya berfokus pada target jumlah pengiriman pekerja migran tanpa memperhatikan sistem tata kelola perlindungan yang seharusnya menjadi prioritas. Sabtu (11/01/24).

Menurutnya, kinerja Menteri P2MI tidak terarah. Menangkap mentah-mentah penafsiran Pesan Presiden tentang target peningkatan Devisa, padahal instruksi Presiden jelas, yaitu Perlindungan, arti dari perlindungan itu memperbaiki sistem tata kelola nya dulu. Jika sistemnya sudah baik maka devisa juga akan meningkat secara otomatis.

"Ibarat disuruh membangun atau merenovasi rumah, yang harusnya dibangun pondasinya yang kuat, bukan mendahulukan atapnya. Justru dengan kinerja seperti itu akan mempermalukan Presiden itu sendiri," ujar Ali.

Exploitasi Gaya Baru

Ali menilai, pendekatan Karding yang lebih menekankan pada target pengiriman pekerja dapat dianggap sebagai bentuk eksploitasi gaya baru. Hal ini berpotensi menjadikan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai obyek dan komoditi.

"Seharusnya KP2MI fokus pada perbaikan infrastruktur internal dan layanan secara menyeluruh, Diplomasi Luar negeri melalui Perjanjian bilateral 'Diplomasi untuk Memastikan PMI terlindungi secara hukum dan terlindungi dari pembebanan biaya' Kalau sistem ini sudah berjalan baik, barulah kita berbicara target konkret, bukan sekadar seremonial, bila perlu ttop dulu penempatan ke semua Negara," tambahnya.

Disisi lain, Ali menyambut baik pernyataan Presiden Prabowo Subianto dengan memberikan alokasi anggaran Rp. 75 Triliun untuk perlindungan PMI secara bertahap. Namun, ia menilai penggunaannya harus diarahkan untuk pendidikan dan peningkatan kapasitas PMI, bukan untuk penempatan yang akan membebani pekerja.

"Jika biaya penempatan dibebankan kepada PMI, itu salah kaprah. “Pasal 30 (1) UU No. 18 tahun 2017” juga “Konvensi ILO 181” Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan dan ini sudah dilakukan seperti Arab Saudi, Malaysia, Hongkong dan Taiwan sebagai Negara penempatan terbesar, Pengguna berani membayar biaya penempatan bahkan Jepang siap membiayai pekerja yang benar-benar terlatih (Siap Kerja). Seharusnya itu menjadi standar kita," melalui P2MI negara malah akan membebani walaupun dengan bunga rendah, Rakyat mau Bekerja itu untuk mencari uang bukan hutang, itupun karena di Negara sendiri tidak menjamin," ungkapnya.

Ali Nurdin menggarisbawahi pentingnya fokus pada perlindungan, bukan sekadar target pengiriman. Dengan membangun sistem tata kelola yang kuat, Indonesia dapat melindungi PMI sekaligus meningkatkan devisa secara berkelanjutan.

Semetara itu, Ketua Bidang Kebijakan Publik Abdul Rahim Sitorus mengungkapkan tentang perlunya dorongan kepada KP2MI agar menetapkan SOP terkait mekanisme penyelesaian masalah dan pemenuhan hak Calon PMI / PMI seiring dengan pelaksanaan fungsi pengawasan dan penegakan hukum. Karena selama ini KP2MI/BP2MI bersama Mediatornya seolah cenderung mengabaikan perlindungan PMI dengan dalih masa transisi.

Faktanya, sebelum masa transisi, mediator KP2MI/BP2MI atas arahan pejabat malah melemahkan posisi PMI korban tindak pidana UU No. 18 Tahun 2017 dengan anjuran dari hasil mediasi agar penyelesaian kasus tindak pidana, misalnya pembebanan biaya penempatan, dilakukan lewat jalur perdata. Ironisnya, KP2MI/BP2MI sama sekali tidak memberikan advokasi berupa bantuan hukum dan bahkan tidak ada tindak lanjut pelaksanaan fungsi pengawasan dan penegakan hukum yang tegas seperti amanah Penjelasan Umum UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI, karena Ketiadaan SOP mekanisme tersebut sejatinya pengkhianatan atas tugas dan tanggung jawab pelindungan PMI untuk meraih hak dan keadilan.

"Ironisnya, KP2MI terlalu sibuk dengan masalah PMI yang 90 % nonprosedural, sebaliknya abai atau bahkan khianat atas akses keadilan bagi pelindungan PMI prosedural yang dianggap kecil hanya 10 %, ujar Abdil Rahim.

Sementara, Ketua Bidang Advokasi Sandi Candra menyoroti keterfokusan Karding terhadap Nonprosedural seolah-olah yang perhatikan itu apinya bukan air untuk memadamkan, Padahal menurutnya Nonprosedural itu dampak dari kebijakan pemerintah itu sendiri.

"Seharusnya, yang lebih diperhatikan itu solusinya, karena selama yang resmi ditutup dan dipersulit, maka sampai kapanpun Nonprosedural akan sulit dihentikan, sehingga solusinya hanya satu, buka Moratorium dengan catatan, maka pemberangkatan Nonprosedural akan hilang dengan sendirinya," tegas Sandi. (Red/NN)*

IMG-20241015-WA0111

Terlepas dari Pro Kontra, Migrant Watch Dukung Prabowo Bentuk Kementerian Pelindungan PMI

Aznil Tan, Direktur Eksekutif Migrant Watch

Jendela Jurnalis Jakarta - Kabinet Prabowo-Gibran berencana akan menambah kementerian baru yang sebelumnya 34 kementerian menjadi 46 kementerian. Salah satunya akan dibentuk Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang selama ini berupa Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

Direktur Eksekutif Migrant Watch Aznil Tan menyambut positif pembentukan kementerian tersebut.

"Lepas pro kontra, saya mendukung dibentuknya Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Asal tujuannya untuk mengentaskan pengangguran secara signifikan, memperluas lapangan pekerjaan baru setiap tahun, dan mengerakan bonus demografi Indonesia agar produktif," ujar Aznil Tan ke media, Jakarta, (13/10/23).

Pengamat Pekerja Migran ini mengatakan tata kelola ketenagakerjaan migran Indonesia dibawah kendali Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) sering kali melenceng prinsip-prinsip ketenagakerjaan migran dan tujuan awal.

"Dunia ketenagakerjaan migran memiliki karakteristik spesifik yang berbeda dengan sistem ketenagakerjaan dalam negeri. Selama ini, ketenagakerjaan migran dibawah kendali Kemnaker sering terjadi distorsi dalam tata kelolanya dan terjadi disorientasi dari tujuan awal, sehingga kehilangan roh dan melenceng dalam mengakomodir isu ketenagakerjaan migran sebagai pilar negara," jelasnya.

Menurut dia, pembukaan lapangan pekerjaan melalui investasi asing trennya cenderung rasionya menurun dalam menyerap tenaga kerja Indonesia. Pemerintah fokus mengelola peluang pasar kerja global merupakan langkah yang tepat.

"Kita harus akui, faktanya ketersediaan lapangan pekerjaan sangat minim dalam negeri, meskipun investasi terus mengalir tetapi trennya terus menurun terhadap rasio serapan tenaga kerja. Sementara setiap tahun kita butuh 3,6 hingga 4 juta lapangan pekerjaan baru. Prabowo sudah tepat melirik pasar kerja global dan mau mengoptimalkannya dengan membentuk kementerian sendiri," paparnya.

Dengan dibentuknya Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia pemerintah akan bisa memperluas dan mengoptimalisasi peluang lapangan ke luar negeri dalam mengerakan bonus demografi.

"Pasar kerja global sangat butuh tenaga kerja Indonesia, apalagi berapa negara sedang mengalami "kiamat tenaga kerja". Karena ini menyangkut mobilitas manusia yang tinggi dan kontinu, maka butuh penanganan khusus agar bergerak optimal mengentaskan pengangguran, mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten, dan melakukan pelindungan pada pahlawan devisa ini," paparnya lebih lanjut

Migrant Watch juga berkomitmen akan tampil melawan bila pembentukan Kementerian baru ini hanya untuk mengakomodir kepentingan politik berbagi kekuasaan.

"Ada keraguan saya, karena budaya politik selama ini berbagi jatah kekuasaan dan diisi orang tidak faham, malah ini bisa memperburuk keadaan. Jika kementerian ini menghambat dan mengeksploitasi tenaga kerja dan tidak menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan migran, NGO Migrant Watch tanpa gentar akan melawannya," pungkas Aznil. (red)*

IMG-20240916-WA0020

Bertepatan dengan Peringatan Maulid Nabi, Penutupan Expo PON Diwarnai Tausiah

Hidayat Isa, S.E., Juru Bicara Panpel Pemkab Aceh Barat

Jendela Jurnalis Meulaboh, ACEH BARAT - Penutupan Expo Pekan Olahraga Nasional (PON) yang dijadwalkan malam ini bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Terkait dengan hal ini, pihak panitia dan pelaksana kegiatan telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak agar acara penutupan tetap menghormati momentum sakral tersebut.

"Kami telah berkoordinasi dengan pihak pelaksana agar penutupan ini tidak hanya sebatas seremonial, tetapi juga diisi dengan tausiah Maulid. Ini merupakan bentuk komitmen kami dalam menjunjung tinggi kekhususan Aceh dan pelaksanaan syariat Islam," ujar Panpel melalui Juru Bicara (Jubir) Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Hidayat Isa, SE, Minggu (15/09/2024) petang.

Selain itu, Hidayat juga menegaskan bahwa segala bentuk kegiatan publik di Aceh Barat selalu diarahkan agar sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menjadi dasar hukum di provinsi ini.

“Kami berkomitmen untuk menjaga tradisi dan syariat Islam dalam setiap kegiatan publik, termasuk dalam acara-acara besar seperti penutupan expo PON ini,” tambahnya

Kata Hidayat, Tausiah Maulid Nabi Muhammad SAW dalam acara penutupan ini diharapkan menjadi pengingat akan pentingnya moral dan spiritualitas, seiring dengan kemajuan olahraga dan pembangunan di Aceh.

Lebih lanjut Hidayat menjelaskan, Expo PON ini sendiri telah berlangsung selama beberapa hari dan mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak, baik dari segi partisipasi maupun pelaksanaan yang dianggap sesuai dengan norma-norma masyarakat Aceh. Penutupan malam ini sekaligus menandai berakhirnya rangkaian kegiatan Expo PON yang diadakan di Aceh Barat, ungkap Hidayat

"Dengan pendekatan yang mengutamakan nilai-nilai agama dan budaya lokal, acara ini diharapkan dapat berjalan dengan lancar dan mendapat berkah bagi seluruh masyarakat yang terlibat," pungkasnya. (Muhibbul Jamil)*

IMG-20240908-WA0048

Jelang Pelaksanaan PON EXPO XXI, Panitia Lakukan Pembersihan Lokasi

Pembersihan lingkungan

Jendela Jurnalis Meulaboh, ACEH BARAT - Menjelang pelaksanaan PON EXPO XXI Aceh Barat 2024, panitia pelaksana telah memulai persiapan penting untuk menyukseskan acara tersebut.

Salah satu langkah krusial adalah pembersihan lokasi dari genangan banjir yang disebabkan oleh hujan, dengan fokus utama pada pelataran Lapangan Teuku Umar Meulaboh.

Kondisi saat ini menunjukkan genangan banjir yang memengaruhi area tersebut. Untuk mengatasi hal ini, tim dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat telah terjun langsung ke lapangan.

Mereka menggunakan mesin pompa air untuk menguras genangan di badan jalan serta membersihkan gorong-gorong yang mengalirkan air ke laut.

Panitia Pelaksana PON EXPO XXI Aceh Barat 2024, Odzy Rundana, Minggu (8/9/2024) mengatakan, bahwa semua lokasi yang mengalami masalah seperti genangan air dan kondisi parit telah dibersihkan. Langkah ini diambil untuk memastikan acara dapat berlangsung dengan lancar.

PON EXPO XXI Aceh Barat 2024 dijadwalkan berlangsung pada 13-15 September 2024 di pelataran Lapangan Teuku Umar Meulaboh. Acara ini akan dibuka pada Jumat (13/9/2024) malam.

Persiapan intensif terus dilakukan agar acara dapat berjalan dengan sukses dan memberikan pengalaman terbaik bagi semua peserta dan pengunjung. (Muhibbul Jamil)*

IMG-20240908-WA0042

Berhasil Raih Medali di PON 2024,Ketua ISSI Karawang Apresiasi Perjuangan Muhamad Dankin

Muhamad Dankin

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Muhamad Dankin, atlet sepeda asal Karawang ini berhasil meraih medali perak di Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-XXI Aceh - Sumatera Utara Tahun 2024.

Atas prestasinya yang mewakili Jawa Barat di cabang olahraga (Cabor) sepeda, prestasi Muhamad Dankin mendapat apresiasi dari Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) Karawang.

Ketua Cabor ISSI Karawang, Asep Agustian SH.MH mengatakan, di cabor balap sepeda, hari ini Karawang memiliki cukup banyak atlet berpretasi yang bisa terus dikembangkan.

Salah satunya Muhmad Dankin yang hari ini perjuangannya sudah bisa mengharumkan nama Karawang dan Jawa Barat di PON ke-XXI Aceh - Sumur Tahun 2024.

"Saya yakin Muhamad Dankin akan mendapatkan apresiasi dari Pemprov Jabar. Tinggal nanti di Karawang, saya akan coba mendorong agar Dankin mendapatkan apresiasi juga dari pemkab," tutur Askun (sapaan akrab), kepada Titiktemu.

Disampaikan Askun, bukan hal yang mudah untuk melakukan pembinaan terhadap para atlet agar tetap konsisten dengan torehan prestasinya.

Terlebih, hal ini dipengaruhi langsung oleh faktor ketersediaan alat, perlengkapan dan tempat latihan. Karena seperti yang diketahui selama ini, anggaran pembinaan para atlet dari KONI untuk setiap cabor masih terbatas.

"Dengan keterbatasan ini, ISSI Karawang masih tetap berusaha untuk tetap menjaga konsistensi prestasi para atletnya," ungkapnya.

"Mudah-mudahan ke depan pemkab melalui KONI bisa memahami peta itu. Karena target kita bukan hanya prestasi di tingkat provinsi maupun nasional. Melainkan juga di tingkat internasional," tambah Askun.

Diketahui, selama ISSI Karawang dibawah kepemimpinan Askun, pretasi atlet sepeda juga pernah ditorehkan sebelumnya.

Yaitu dimana atlet sepeda Karawang berhasil meraih medali emas di Porprov XIV Jawa Barat Tahun 2022. (red)*

IMG-20240907-WA0029

Jelang Pilkada, Ketum F-BUMINU Harapkan Upaya Perlindungan PMI Harus Jadi Program Wajib Kepala Daerah

Ali Nurdin Abdurahman, Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara Sarbumusi (F-BUMINU)

Jendela Jurnalis Jakarta – Ali Nurdin Abdurahman, Ketua Umum Federasi Buruh Migran Nusantara Sarbumusi (F-BUMINU), menyoroti peran vital Pekerja Migran Indonesia (PMI) dalam perekonomian nasional. Menurut data Bank Dunia, PMI menyumbangkan devisa negara terbesar kedua setelah sektor Migas, dengan nilai mencapai sekitar 200 triliun rupiah per tahun. Angka ini menunjukkan betapa besar kontribusi PMI tidak hanya terhadap ekonomi nasional, tetapi juga dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah asal mereka.

Namun, Ali Nurdin mengungkapkan keprihatinannya terhadap perlindungan yang masih minim bagi para pekerja migran.

"Sampai saat ini, perlindungan terhadap PMI belum mendapatkan perhatian yang serius. Undang-undang nomor 18 tahun 2017 yang seharusnya melindungi PMI belum terimplementasi dengan baik, terutama di daerah-daerah kantong PMI itu sendiri," ujarnya.

Dalam menghadapi Pilkada Serentak se-Indonesia, Ali Nurdin berharap agar perlindungan dan perbaikan tata kelola penempatan pekerja migran menjadi program wajib para calon kepala daerah, terutama di daerah-daerah yang menjadi kantong PMI. Ia menekankan pentingnya para calon pemimpin daerah untuk memiliki komitmen yang kuat dalam melindungi dan meningkatkan kesejahteraan PMI, yang menjadi tulang punggung devisa negara.

Selain itu, Ali Nurdin juga menyoroti peluang besar yang dimiliki Indonesia dalam menghadapi era Bonus Demografi. "Indonesia saat ini sedang berada dalam era Bonus Demografi, di mana proporsi penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan dengan penduduk non-produktif. Ini adalah peluang besar bagi sektor pekerja migran untuk meningkatkan produktivitas ekonomi serta menjadi solusi dalam mengurai tingginya angka pengangguran di Indonesia," tambahnya.

Menurutnya, pengelolaan yang baik dan perlindungan yang memadai bagi PMI akan membawa dampak positif bagi perekonomian daerah dan nasional. Oleh karena itu, Ali Nurdin mendorong agar isu ini tidak hanya menjadi perhatian pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, terutama dalam konteks Pilkada 2024.

Dengan komitmen yang kuat dari para pemimpin daerah, diharapkan perlindungan terhadap PMI dapat semakin ditingkatkan, sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang dan produktif, serta memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kemajuan Indonesia. (red)*

Editor : Nunu Nugraha

IMG-20240901-WA0056

Pj Bupati Aceh Barat Gelar Pembukaan Cabor Softball pada PON XXI Aceh – Sumut

Seremonial pembukaan cabang olahraga Softball

Jendela Jurnalis Meulaboh, ACEH BARAT - Penjabat (Pj) Bupati Aceh Barat, Drs. Mahdi Efendi, secara resmi memulai pertandingan cabang olahraga (cabor) softball pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024. Pembukaan ini ditandai dengan seremonial pemukulan bola di Lapangan Teuku Umar, Aceh Barat, Minggu (01/09/2024)

Acara tersebut dihadiri oleh pejabat daerah, perwakilan KONI Aceh Barat, pengurus cabang olahraga, serta masyarakat setempat yang antusias mengikuti kegiatan tersebut.

Mahdi mengatakan pembukaan pertandingan softball ini menjadi momentum penting bagi perkembangan olahraga di Aceh Barat. Ia juga menekankan bahwa momen ini merupakan kesempatan bagi daerah untuk berkontribusi dalam kemajuan olahraga di tingkat nasional.

"Pembukaan pertandingan perdana cabang olahraga softball pada PON XXI Aceh-Sumut 2024 yang di gelar di Aceh Barat ini tentunya menjadi momentum yang sangat bersejarah dan membanggakan bagi kita semua. Ini juga menjadi bagian dari upaya kita untuk turut menyukseskan pelaksanaan PON XXI," ujar Mahdi.

Kata Mahdi, Pada PON XXI tahun ini, Kabupaten Aceh Barat akan memperlombakan dua cabang olahraga, yakni handball dan softball, yang akan berlangsung selama 7 hari sejak tanggal 1 hingga 7 September mendatang. Kedua cabang olahraga tersebut diharapkan dapat meningkatkan semangat berolahraga di kalangan masyarakat, sekaligus mendorong prestasi para atlet untuk berprestasi di level nasional, imbuhnya

Mahdi juga menekankan pentingnya perkembangan olahraga sebagai sarana untuk membangun karakter dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Ia berharap melalui pertandingan softball ini, minat dan partisipasi masyarakat terhadap olahraga semakin meningkat, serta dapat menjadi wadah bagi para atlet dari berbagai daerah untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka.

"Pertandingan softball ini akan menjadi ajang kompetisi yang diharapkan dapat melahirkan atlet-atlet berprestasi, sekaligus memperkuat semangat kebersamaan dan sportivitas di kalangan masyarakat Aceh Barat," tandasnya.(M.Jamil)*