Jendela Peristiwa

IMG-20251006-WA0127

Siswa Kelas 2 Diduga Jadi Korban Bullying Siswa Kelas 6 di SDN Pisangsambo 1 Karawang, Wali Kelas Sebut Hanya Kesalahpahaman‎

Ilustrasi

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR – Kasus dugaan perundungan kembali terjadi di lingkungan sekolah dasar. Seorang siswa kelas 2 di SDN Pisangsambo 1, Kabupaten Karawang, diduga menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh siswa kelas 6.

‎Peristiwa ini terjadi pada Senin, 6 Oktober 2025, di area sekolah saat jam istirahat. Berdasarkan keterangan orang tua korban, anaknya mengalami tindakan kekerasan berupa tendangan dari siswa yang lebih tua.

‎“Ini bukan pertama kali. Sebelumnya anak saya juga pernah dicekik dan dipalak oleh anak yang sama,” ujar orang tua korban dengan nada kesal.

“Kami berharap pihak sekolah segera bertindak agar tidak ada lagi anak yang jadi korban,” harapnya.

‎Sementara itu, pihak sekolah SDN Pisangsambo 1 saat dikonfirmasi melalui pesan aplikasi WhatsApp untuk dimintai keterangan terkait kejadian tersebut kepada Wali Kelasnya, dirinya menyebut bahwa itu hanyalah kesalahpahaman.

‎"Tidak ada perundungan, karena kesalahpahaman," timpalnya singkat.

‎Namun, saat ditanyakan lebih lanjut perihal kesalahpahaman seperti apa yang terjadi, dirinya malah mengarahkan awak media untuk datang ke sekolah.

‎Di sisi lain, kasus ini menimbulkan keprihatinan para orang tua murid dan masyarakat sekitar. Mereka berharap sekolah dapat segera menyelidiki peristiwa ini dan mengambil langkah tegas untuk mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan dasar. (red/team)*

IMG-20250912-WA0049(1)

1.940 Butir Eksimer dan Tramadol Diamankan, Pemuda Cibuaya Ditangkap Polisi

Barang bukti dan terduga pelaku yang berhasil diamankan

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR – Jajaran Unit Reskrim Polsek Cibuaya berhasil mengamankan seorang pria yang diduga sebagai pengedar obat-obatan terlarang jenis eksimer dan tramadol, pada Jumat (12/9/2025) dini hari sekitar pukul 01.30 WIB.

‎Kapolres Karawang AKBP Fiki N. Ardiansyah, melalui Kasi Humas Polres Karawang Ipda Cep Wildan, menjelaskan bahwa penangkapan tersebut berawal dari kegiatan Kring Serse menindaklanjuti adanya informasi masyarakat terkait peredaran obat-obatan terlarang di wilayah hukum Polsek Cibuaya.

‎Dalam giat tersebut, petugas mengamankan seorang laki-laki berinisial FT (25), warga Dusun Cemara 2, Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya. Dari tangan pelaku, polisi menemukan barang bukti sebanyak 1.940 butir obat terlarang dengan rincian:
‎ • Tramadol: 1.800 butir
‎ • Camlet: 10 butir
‎ • Merci: 10 butir
‎ • Eksimer: 120 butir

‎“Pelaku berikut barang bukti saat ini sudah diamankan dan diserahkan ke Satresnarkoba Polres Karawang untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ungkap Kasi Humas.

‎Polres Karawang berkomitmen untuk terus menindak tegas segala bentuk peredaran obat-obatan terlarang yang dapat merusak generasi muda.

‎Selain itu, masyarakat juga dihimbau untuk segera melaporkan apabila mengetahui adanya aktivitas mencurigakan terkait peredaran narkoba maupun obat-obatan terlarang dilingkungannya. (red)*

IMG-20250829-WA0068

Pasca Insiden Tragis di Jakarta, Aksi Demo Meluas ke Mapolres Karawang dan Berakhir Ricuh

Kondisi kericuhan demonstrasi di Depan Mapolres Karawang

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Aksi demonstrasi besar-besaran yang dipicu oleh kematian seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan (21) terus meluas dan memanas. Setelah sebelumnya kerusuhan pecah di depan Gedung DPR RI Jakarta, kini aksi solidaritas bergelombang terjadi di berbagai daerah, termasuk di Karawang, Jawa Barat.

‎Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa demo di depan Markas Polres Karawang pada Jumat (29/8/2024) berlangsung ricuh. Massa yang didominasi oleh pelajar dan mahasiswa awalnya melakukan aksi damai, namun situasi memanas setelah orasi-orasi bernada tinggi bergema di halaman Mapolres.

‎Sejumlah pelajar terlihat membawa poster bertuliskan "Keadilan untuk Affan" dan "Jangan Biarkan Aparat Membunuh Rakyat". Ketegangan meningkat saat sebagian massa mulai melempari petugas dengan botol plastik dan batu. Polisi pun bertindak cepat, mengamankan beberapa pelajar yang dianggap memprovokasi kerumunan.

‎Aksi di Karawang merupakan bagian dari gelombang protes nasional yang meletus setelah insiden tragis di Jakarta. Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojol muda, dilaporkan meninggal dunia akibat ditabrak oleh kendaraan taktis (rantis) milik Brimob saat kericuhan unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Kamis (28/8/2024).

‎Peristiwa ini memicu kemarahan publik. Di Jakarta, demonstrasi hari kedua berlangsung lebih panas. Titik konsentrasi massa berpindah ke Markas Satuan Brimob Polda Metro Jaya di Kwitang, Jakarta Pusat. Sekitar pukul 14.50 WIB, polisi mulai mendorong mundur massa yang marah dan melemparkan petasan serta benda-benda ke dalam kompleks Markas Brimob.

‎Gas air mata ditembakkan untuk membubarkan kerumunan yang mulai anarkis. Suara dentuman gas air mata dan jeritan massa mewarnai suasana. Banyak dari pengunjuk rasa tampak berlarian sambil menutup mata dan hidung mereka, sementara beberapa lainnya mengevakuasi teman-teman mereka yang pingsan akibat paparan gas.

‎Pihak keluarga Affan Kurniawan dan berbagai organisasi masyarakat sipil kini mendesak transparansi dalam penanganan kasus ini. Mereka menuntut adanya investigasi independen terkait tindakan aparat yang menyebabkan hilangnya nyawa seorang warga sipil.

‎"Ini bukan sekadar kecelakaan. Ini adalah bentuk kekerasan negara terhadap rakyatnya sendiri," ujar Farhan, salah satu orator di aksi Karawang. "Kami tidak akan diam sampai keadilan ditegakkan."

‎Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga telah menyatakan sikap resmi. Dalam pernyataannya, mereka mengecam keras penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat saat mengendalikan massa aksi, dan menyerukan pembentukan tim pencari fakta independen.

‎Sementara itu, pihak Kepolisian melalui Kadiv Humas Polri menyampaikan bahwa mereka akan menyelidiki insiden yang menewaskan Affan. "Kami sangat menyesalkan kejadian tersebut. Proses investigasi internal telah dilakukan dan kami berkomitmen untuk transparan," ujarnya dalam konferensi pers singkat.

‎Namun, pernyataan itu belum cukup meredam kemarahan publik. Gelombang protes masih terus berlangsung dan diperkirakan akan meluas ke berbagai daerah lain dalam beberapa hari ke depan. (red)*

IMG-20250612-WA0040

Mobil Pengunjung Dibobol dan Alami Kehilangan Barang di Area Parkir City Garden, Pengelola Malah Terkesan Lepas Tanggung Jawab

Kondisi mobil akibat dibobol maling di Area Parkir City Garden

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Sonia, salah satu pengunjung wahana permainan City Garden Karawang alami nasib apes kehilangan barang berupa HP ketika ia memarkirkan kendaraannya di area parkir City Garden Karawang yang dikelola PT Lestari.

Orangtua korban Yus Sunarya, yang merupakan pemilik media Kidung Karawang, mengatakan, anaknya mengunjungi wahana City Garden Karawang pada Jumat (30/5/2025) petang.

“Namun alangkah kagetnya anak saya ketika mau pulang, sekira pukul 16.00 WIB mendapati kunci pintu mobilnya rusak dibobol pencuri, setelah dicek HP Oppo Reno yang ditingggalkan didalam kendaraan telah hilang dicuri,” kata Yus kepada awak media, Kamis (12/6/2025) petang.

Mendapati kunci pintu mobil dibobol dan HP miliknya hilang, kata Yus, Sonia melapor ke pihak pengelola parkir yang ada di lokasi.

“Anak saya ditanya barang apa saja yang hilang, dijelaskan sama Sonia HP-nya hilang dan kunci pintu mobilnya rusak,” ujarnya.

Dikemudian hari, pengelola parkir Amiril menelpon Sonia dan menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanannya dalam memarkir kendaraannya. Namun, Amiril menolak ganti rugi dengan alasan kelalaian pemilik kendaraan.

“Saya kemudian telepon Amiril dan meminta bertemu untuk klarifikasi, Amiril janjikan bertemu pada Senin (2/6/2025), tapi setelah saya dan rekan-rekan DPC MOI Karawang datang ke City Garden, Amiril malah tidak datang,” ucap Yus yang juga pengurus DPC MOI Karawang ini.

Yus kembali menghubungi Amiril untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban, Amiril menjanjikan kembali bertemu setelah Iduladha 1446 H.

Setelah Iduladha 1446, tepatnya pada Kamis (12/6/2025), Yus bersama rekan-rekan DPC MOI Karawang kembali mendatangi City Garden untuk bertemu Amiril, namun lagi-lagi Amiril tidak ada di lokasi.

Kedatangan Yus dan rekan diterima oleh karyawan City Garden Yanuar. Menurut Yanuar, City Garden Karawang tidak bertanggung jawab atas kehilangan kendaraan atau barang di area parkir karena berbeda pemilik dan pengelolaan.

“City Garden di sini hanya sewa tempat ke PT Trans Retail Indonesia, sementara pengelolaan parkir dipihakketigakan oleh PT Trans Retail Indonesia ke vendor PT Lestari,” ujarnya.

Dengan penuturan dari Yanuar, Yus mengaku kecewa dengan sikap PT Lestari selaku vendor parkir tidak ada itikad baik untuk memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban atas kehilangan barang yang dialami anaknya. Padahal, Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1367 K/Pdt/2002, menyatakan secara hukum, bahwa selama kendaraan milik penggugat parkir/dititipkan dengan sah didalam area parkir yang dikelola oleh tergugat adalah merupakan tanggung jawab tergugat sepenuhnya atas telah terjadinya kehilangan.

“Saya tidak akan tinggal diam, akan saya laporkan vendor parkir ke pihak berwenang dan pihak BPSK,” tegasnya.

Yus menambahkan, berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari petugas UPTD Perparkiran Dishub Karawang bahwa PT Lestari diduga belum melengkapi perizinan usahanya.

“Tidak hanya itu, di area parkir City Garden tidak dilengkapi CCTV sehingga ketika nanti ada kejadian kriminal maka tidak terekam, mestinya ada CCTV di lokasi area parkir,” tandasnya. (Red)*

IMG-20250419-WA0062

Mahasiswa Menggugat : Dinas Lingkungan Hidup Karawang Dinilai Gagal Jalankan Misi Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan

BEM Unsika

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) menyoroti tajam kinerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karawang yang dinilai gagal dalam menangani persoalan lingkungan hidup. Sorotan ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Sosial dan Politik BEM Unsika, Adkqia Bintang Iqbal, dalam pernyataan sikapnya terhadap sejumlah permasalahan lingkungan yang kian memprihatinkan.

“Lingkungan hidup memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan manusia. Persoalan lingkungan di Karawang sangat kompleks, mulai dari limbah industri, kesehatan, hingga rumah tangga. Sebagai daerah penggerak industri nasional, Karawang membutuhkan langkah preventif yang konkret demi menjaga keseimbangan lingkungan hidup,” ujar Adkqia.

Menurutnya, meski Bupati Karawang telah menunjukkan komitmen terhadap isu lingkungan melalui misi keempatnya, yakni “Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan,” namun kinerja Dinas Lingkungan Hidup Karawang justru dinilai jauh dari harapan masyarakat.

BEM Unsika menyoroti kasus limbah medis yang melibatkan dua rumah sakit di Karawang, yakni RS Hermina dan RS Bayukarta, yang dinilai lalai dalam mengelola limbah domestik dan limbah medis. Selain itu, dugaan permainan dalam pengelolaan limbah oleh PT. SBB turut memperburuk situasi.

“Sampai saat ini belum ada sanksi tegas dari Dinas Lingkungan Hidup terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut. Jika dalam waktu 2x24 jam tidak ada tindakan konkret, kami akan melakukan gerakan masif sebagai bentuk protes atas lambannya penanganan,” tegasnya.

Adkqia juga menekankan bahwa gerakan ini merupakan bentuk teguran keras masyarakat terhadap kinerja DLH Karawang, yang dinilai justru menambah beban permasalahan lingkungan.

“Masyarakat juga harus sadar akan peran pentingnya dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Jika persoalan lingkungan tidak diselesaikan dengan tegas, hal ini akan berdampak langsung pada penurunan taraf kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. (ARS)*

IMG-20250413-WA0012

“Seruan Rahmat Hidayat Djati untuk Selamatkan Susanti dan Reformasi Perlindungan Pekerja Migran”

H. Rahmat Hidayat Djati, M.I.P

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Angin yang berhembus dari ladang-ladang Cilamaya sore itu seakan membawa harapan baru, meski masih samar. Rahmat Hidayat Djati, Anggota DPRD Jawa Barat dan Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Karawang, datang bukan sekadar berkunjung. Ia datang membawa suara seorang wakil rakyat yang resah melihat warganya digiring menuju tiang eksekusi, ribuan kilometer jauhnya di Arab Saudi.

Susanti binti Mahfud, seorang pekerja migran asal Karawang, dijadwalkan dieksekusi pada 9 April 2025. Namun eksekusi itu ditunda hingga Juni. “Penundaan ini bukan pengampunan,” ujar Rahmat dengan nada tegas. “Ini hanya memberi waktu. Maka pemerintah melalui Menlu harus segera meningkatkan upaya diplomatik yang lebih tegas karena Susanti bukanlah pelaku pembunuhan. Keyakinan tersebut yang disampaikan mahfud kepada Rahmat Hidayat Djati Sabtu 12/4/2025 atas pengakuan Susanti langsung yang dipertemukan yang pada tahun 2022-2023 dan terahir 2024, Yang di fasilitasi oleh pihak Kementerian Luar Negeri.

Rahmat Desak Gubernur Dedi Mulyadi Ambil Peran dalam Penyelamatan Susanti dan Reformasi Tata Kelola Pekerja Migran

Penundaan eksekusi mati terhadap Susanti binti Mahfud, Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Karawang, Jawa Barat, hingga Juni 2025 menjadi titik kritis baru yang menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat FPKB yang mengecam lambannya respons negara serta meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk turun tangan secara nyata dalam menyikapi kasus yang menimpa warganya.

Rahmat menegaskan bahwa penundaan eksekusi ini hanyalah “jeda maut” jika negara tidak segera menyelesaikan persoalan utama: pembayaran uang diyat sebesar 120 Miliar yang turun menjadi 40 Miliar yang diminta oleh keluarga korban sebagai syarat pengampunan. Padahal menurut ketentuan hukum Arab Saudi sendiri yang ditetapkan Raja Fahd Bin Abdul Aziz pada tahun 1982, nilai diyat qishash maksimal adalah 400 ribu riyal kurang lerbih 1,5 Mliar.

Namun sejak Presiden SBY menggelontorkan dana negara untuk membayar diyat atas nama perlindungan WNI, sejak itulah harga diyat di Arab Saudi jadi liar. Kasus Susanti adalah puncak gunung es dari sistem yang rusak akibat diplomasi yang lemah dan kebijakan tanpa kalkulasi jangka panjang,” tegas Rahmat dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/4).

Menurutnya, praktik seperti ini telah menjadikan nyawa WNI sebagai komoditas tawar-menawar, bukan lagi sebagai entitas yang dilindungi martabat dan hak konstitusionalnya. Ia menyayangkan bahwa kini diyat dijadikan alat untuk mengeruk keuntungan, bertentangan dengan semangat keadilan Islam yang berpijak pada Al-Qur’an, Hadis, dan pendapat para imam mazhab.

Rahmat juga menyoroti betapa sulitnya mendapatkan pengampunan dari keluarga korban dalam kasus pembunuhan yang menyasar balita dan lansia di negara-negara yang menerapkan syariat Islam secara ketat, termasuk Arab Saudi. Proses panjang dan kompleks yang melibatkan fatwa-fatwa klasik dan pendapat ulama besar menambah keruwetan diplomasi negara.

“Di masa Orla, Orba, hingga era Presiden Gus Dur, banyak WNI yang terbukti melakukan pembunuhan masih bisa mendapatkan maaf. Sebabnya sederhana: negara hadir. Para Ahlul Khair juga sering menanggung biaya diyat. Tapi begitu negara mulai mencairkan dana diyat secara sistematis, segalanya berubah menjadi pasar gelap nyawa,” ungkapnya.

Desakan kepada Gubernur Jawa Barat

Rahmat Hidayat Djati secara khusus meminta Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi agar tidak tinggal diam melihat tragedi yang menimpa warganya. Menurutnya, sebagai provinsi penyumbang terbesar PMI, Jawa Barat punya tanggung jawab moral dan politis untuk membela Susanti, serta melakukan reformasi kebijakan ketenagakerjaan di tingkat daerah.

“Pak Dedi Mulyadi harus menyadari bahwa Susanti bukan hanya kasus kemanusiaan, tapi juga tamparan keras bagi sistem migrasi kita yang lemah. Sudah waktunya provinsi ini memiliki kebijakan perlindungan PMI yang konkret, mulai dari regulasi pengawasan usia calon pekerja hingga penyediaan bantuan hukum dan pendampingan psikologis,” ucap Rahmat.

Ia juga mendorong dibentuknya satuan tugas atau pusat layanan bantuan hukum dan diplomasi PMI di bawah kewenangan provinsi, serta kerja sama yang lebih erat antara Pemprov Jabar dan Kementerian Luar Negeri.

Kritik atas Kesenjangan Diplomasi

Rahmat menilai sangat tidak adil bila membandingkan cara Indonesia menangani warganya yang terancam hukuman mati dengan bagaimana negara lain melindungi warganya di Indonesia. Ia menyebut sejumlah kasus di mana WNA yang divonis mati di Indonesia bisa dibebaskan hanya melalui kekuatan diplomasi tanpa tebusan apa pun.

“Sungguh ironi. Ketika negara lain mengandalkan kekuatan politik dan diplomatik untuk menyelamatkan warganya, kita justru menjadikan uang sebagai senjata utama. Nyawa Susanti tidak bisa ditukar dengan lembaran rupiah semata. Negara harus menggunakan seluruh kekuatannya, termasuk intervensi langsung Presiden dan pembentukan tim diplomasi khusus,” tegasnya.

Seruan Keadilan dan Konvensi Internasional

Rahmat juga mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi berbagai konvensi internasional, termasuk Konvensi-Konvensi ILO, yang menekankan pentingnya perlindungan menyeluruh bagi pekerja migran. Namun implementasi konvensi itu di dalam negeri masih sangat lemah, terutama dalam hal bantuan hukum dan kejelasan diplomatik saat warga menghadapi ancaman hukuman ekstrem di luar negeri.

“Ratifikasi bukan sekadar dokumen. Ia adalah komitmen global. Jika kita gagal melindungi Susanti, maka itu berarti kita juga telah mengkhianati konvensi yang kita tandatangani,” Tegas rahmat.

“Selamatkan Susanti, Reformasi Tata Kelola PMI” menjadi seruan yang terus ia gaungkan, bukan hanya kepada pemerintah pusat, tetapi juga kepada pemimpin daerah yang selama ini tanpa sadar telah ikut menikmati devisa dari jerih payah para pekerja migran tanpa pernah benar-benar hadir saat mereka jatuh.

"Kini, waktu terus berdetak menuju Juni. Jika tidak ada langkah konkret, maka jeda ini bisa berubah menjadi vonis. Dan kita, sebagai bangsa, akan kembali mencatat satu nama lagi yang mati karena sistem yang abai," tutup Rahmat. (ALN)*

IMG-20250413-WA0003

Peduli Nasib Susanti, Rahmat Hidayat Djati Beserta Jajarannya Kunjungi Pihak Keluarga

H. Rahmat Hidayat Djati, M.I.P., (tengah) saat berbincang dengan Ayah dan keluarga dari PMI Susanti

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Terkait kabar Pekerja Migran Indonesia (PMI) Susanti yang kini terancam hukuman mati di Arab Saudi, H. Rahmat Hidayat Djati, M.I.P., selaku Ketua DPC PKB Karawang sekaligus sebagai Ketua Komisi 1 DPRD Provinsi Jawa Barat melakukan kunjungan ke kediaman keluarganya yang berlokasi di Dusun Sepatkerep, Desa Cikarang, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang. Sabtu (12/4/25).

Tak sendirian, kedatangan Ketua DPC PKB Karawang tersebut juga didampingi oleh Mulyana, S.H.I, selaku Anggota DPRD Dapil IV Karawang yang juga merupakan Ketua Fraksi PKB Karawang beserta jajaran pengurus DPC PKB Karawang lainnya.

Dalam kunjungannya, Rahmat Hidayat Djati intens melakukan perbincangan dengan Ayah dan keluarga dari Susanti, mulai dari awal mula Susanti berangkat bekerja ke luar negeri hingga berakhir dengan kabar pilu yang diterima pihak keluarga terkait kasus hukum yang menjeratnya.

Dalam kesempatannya, Mahpud selaku Ayah dari Susanti berharap agar pemerintah bisa melakukan upaya agar anaknya terbebas dari vonis hukuman mati sebagaimana yang telah ditetapkan dengan membayar diyat (denda-red).

"Saya sangat berharap agar pemerintah bisa melakukan upaya untuk pembebasan anak saya Pak. Kami dari pihak keluarga sudah berupaya semampunya, tapi kan tahu sendiri pembayaran diyat itu jumlahnya tidak sedikit," harap Mahpud dengan nada lesu. Sabtu (12/4/25).

Sementara itu, dalam kesempatannya, Rahmat Hidayat Djati mengaku akan membantu mengupayakan kebebasan Susanti dengan melakukan koordinasi dan mendorong pihak-pihak terkait untuk bersama-sama melakukan upaya pembebasan bagi Susanti.

"Insya Allah Pak, kami juga akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengupayakan kebebasan Susanti. Kita bersama-sama berupaya Ya Pak, semoga hasilnya nanti sesuai harapan," ungkap Pria yang akrab disapa Kang Toleng tersebut dihadapan keluarga Susanti.

Selain untuk mengetahui kronologis detail dan tentang permasalahan yang menimpa Susanti secara langsung dari pihak keluarga, kedatangan Kang Toleng juga bertujuan untuk memberikan motivasi, sebagai bentuk kepedulian dan rasa kemanusiaan terhadap kesedihan yang dirasakan oleh pihak keluarganya dalam menghadapi nasib pilu yang di alami Susanti.

Selain itu, Kang Toleng juga datang bersama Ketum dan jajaran pengurus dari F-BUMINU SARBUMUSI yang akan melakukan pendampingan dalam menempuh upaya pembebasan Susanti, dengan harapan agar Susanti bisa terbebas dari hukuman yang memberatkannya saat ini. (Nunu)*

IMG-20241007-WA0012

Terkait Limbah Medis di Karangligar, Askun Desak Pemkab Berikan Sanksi Tegas

Asep Agustian, S.H., M.H., (Praktisi Hukum)

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Kasus pembuangan limbah medis di pemukiman warga Desa Karangligar Kecamatan Telukjambe Barat terus menjadi sorotan publik. Sabtu (12/4/25).

Pasalnya, selain mencemari lingkungan, limbah medis yang masuk kategori limbah B3 ini akan mengancam kesehatan dan keselamatan warga dalam jangka panjang, akibat air bawah tanah yang dikonsumsi warga tercemar.

Sementara terkonfirmasi DLHK Karawang, tumpukan limbah medis yang tercampur limbah domestik tersebut berasal dari dua rumah sakit swasta besar di Karawang, yaitu RS Bayukarta dan RS Hermina.

Praktisi Hukum dan Pemerhati Pemerintahan, Asep Agustian SH. MH menegaskan, harus ada sanksi tegas dalam persoalan ini. Jangan sampai ujung-ujungnya Pemda Karawang hanya sekedar memfasilitasi pihak rumah sakit untuk melakukan klarifikasi ke publik.

"Bohong kalau pihak rumah sakit ngaku tidak tahu menau persoalan ini. Kan ada kontrak kerja sama dengan pihak vendor si pembuang limbah. Dan di dalam masing-masing kontrak pasti ada kontroling," tutur Asep Agustian (Askun), Sabtu (12/4/2025).

Dan yang disesalkan publik, Askun menyindir kenapa beberapa pihak terkait yang seharusnya bertanggungjawab malah seolah-olah cuci tangan pasca persoalannya viral. Termasuk DLHK Karawang yang hanya bisa memberikan penjelasan temuan dan klarifikasi.

Sehingga akhirnya Bupati Karawang, H. Aep Syaepuloh turun tangan dan akan memanggil kedua pihak rumah sakit. Padahal seharusnya, kedua rumah sakit tersebut mendapatkan sanksi tegas sesuai PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Limbah.

"Sanksinya tegas, hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp. 5 miliar. Apalagi ini dua rumah sakit swasta besar semua," katanya.

"Saya apresiasi Pak Bupati yang mau manggil dua rumah sakit tersebut. Tapi kalau ceritanya seperti ini, ya kerjanya dinas ngapain?. Emang kerjanya bupati ngurusin yang beginian doang. Artinya, ya dinasnya gak becus kerja," timpal Askun.

Selain sanksi pidana dan denda, Askun juga mendesak kedua belah pihak rumah sakit memberikan ganti rugi atau kompensasi kepada warga di sekitar lokasi tempat pembuangan limbah medis.

Karena dampak negatif dari pembuangan limbah medis ini pasti akan dirasakan warga dalam jangka panjang. Karena mau tidak mau air bawah tanah yang dikonsumsi warga akan tercemar.

"Ya dampaknya tidak akan dirasakan sebulan atau setahun ke depan. Coba nanti lihat lima atau sepuluh tahun ke depan. Pasti akan ada dampak kesehatan yang bakal dirasakan warga," tandasnya. (red)*

IMG-20250228-WA0064

Belum Temui Titik Terang Terkait Ganti Rugi, Korban Laka Lantas Jalan Baru Karawang Mengaku Kecewa

Kondisi kendaraan yang ditabrak

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Puspita April Liana mengalami nasib nahas ketika sedang menikmati istirahat kerja di sebuah warung kaki lima seberang Kampus Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang Jalan Baru Lingkar Tanjungpura Karangpawitan.

Saat sedang duduk-duduk santai di atas motor, tetiba ia ditabrak oleh sebuah mobil Mitsubishi Light Truck Box bernopol B-9625-PXV milik perusahaan Gama Trans yang dikemudikan oleh Irpan pada Senin (20/1/2025) siang.

Imbasnya, Puspita bersama motornya terpental beberapa meter. Puspitas alami luka berat dan sempat alami pingsan, motornya pun alami kerusakan parah. Puspita lalu dilarikan ker RSUD Karawang.

Menurut keterangan keluargan korban, Didi, Puspita saat di IGD RSUD Karawang alami kelumpuhan tangan dan kaki. Bahkan dari pinggul hingga tumit kaki alami mati rasa.

“Kata dokter yang periksa Puspita diduga saraf-saraf Puspita ada yang putus,” ucapnya.

Di RSUD Karawang, korban Puspita sempat dirawat selama lima hari namun keluhan tidak kunjung membaik sehingga korban dirujuk ke RSCM Jakarta untuk segera diambil tindakan operasi dengan diagnosa cedera pada saraf tulang belakang atau sumsum tulang belakang.

Puspita jalani pengobatan dan perawatan di RSCM Jakarta kurang lebih selama dua pekan. Puluhan juta sudah dikeluarkan dari kantong pribadi keluarga korban selama mendampingi Puspita di RSCM Jakarta.

Selama masa perawatan, Badri mewakili pihak perusahaan Gama Trans dan pihak keluarga korban yang diwakili oleh Didi dan Latifudin Manaf serta Haris sempat musyawarah mencari jalan keluar demi masa depan Puspita yang saat ini hanya bisa tergolek di atas kasur tak berdaya sambil menahan rasa sakit yang dideritanya. Entah sampai kapan Puspita bisa sembuh seperti sedia kala, belum ada kepastian.

“Kami sempat musyawarah beberapa kali dengan Pak Badri, namun sampai musyawarah terakhir di Polres Karawang pada Jumat (21/2/2025) masih belum ada kesepakatan,” ujar Didi selaku paman korban.

Didi mengaku kecewa lantaran pihak perusahaan dalam menilai mengganti kerugian laka lantas tidak memakai logika dan empati. Pihaknya meminta agar perusahaan mempertimbangkan biaya pengobatan selama di rumah sakit dan pengobatan dan perawatan selanjutnya sampai korban sembuh, biaya kerusakan motor yang rusak berat, biaya immaterial atau traumatik dan biaya ganti rugi korban tidak bisa lagi bekerja minimal selama satu tahun.

“Kami sampai kapanpun menolak ganti rugi yang tidak sepadan dan tidak manusiawi,” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, Jendela Jurnalis belum berhasil mendapatkan keterangan resmi dari pihak perusahaan Gama Trans maupun dari pengemudi yang menabrak Puspita. (red)*

IMG-20241101-WA0011

Diduga Akibat Lakukan Pelanggaran Prosedur, Mapolsek Tirtajaya Dikepung Warga

Aksi protes Warga Tirtajaya didepan Mapolsek Tirtajaya

Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Warga Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang, melakukan aksi protes di Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Tirtajaya. Mereka mengepung kantor Polsek sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap dugaan pelanggaran prosedur oleh seorang oknum polisi berinisial A.

Warga menilai tindakan oknum tersebut tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) saat menangkap dua pemuda yang dituduh mengonsumsi obat-obatan terlarang.

Ursid Nursahid, Ketua DPC Ormas GMPI Kecamatan Tirtajaya, menyatakan bahwa oknum polisi tersebut diduga meminta uang tebusan hingga Rp5 juta dan menggunakan kekerasan saat penangkapan.

"Anak-anak yang sedang nongkrong langsung dianggap memakai tramadol dan dituduh sebagai bandar. Saat ditangkap, mereka bahkan dipukul dan dimintai uang sebesar Rp2 juta hingga Rp5 juta," ujar Ursid.

Menurutnya, warga tidak menentang penangkapan jika terbukti bersalah, namun mengecam adanya kekerasan dan dugaan pemerasan dalam prosesnya.

"Tangkap saja kalau memang terbukti bersalah, tapi jangan main kekerasan," tegasnya.

Warga juga meminta agar oknum polisi tersebut diberhentikan dari tugas karena dianggap telah menyalahgunakan wewenang, termasuk penggunaan senjata yang tidak sesuai prosedur.

"Kami berharap oknum anggota Polsek ini diberhentikan karena tindakannya meresahkan masyarakat," lanjut Ursid.

Tidak hanya itu, sejumlah warga melaporkan kasus lain yang melibatkan dugaan pemerasan oleh oknum yang sama. Beberapa di antaranya melibatkan pengguna motor dengan surat lengkap, pedagang resmi, dan penjual arak Bali yang diminta uang hingga Rp5 juta.

"Warga banyak yang dirugikan, termasuk mereka yang berkendara dengan surat-surat lengkap dan pedagang legal. Mereka tetap ditahan dan dimintai uang," tambah Ursid.

Sementara itu, Agus Kusnadi selaku Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Tirtajaya saat dikonfirmasi awak media, menanggapi protes ini dengan menyampaikan bahwa pihaknya sudah melaporkan kasus ini kepada Kapolsek dan Provost untuk ditindaklanjuti.

"Kami sudah melaporkan kejadian ini ke Provost. Saya pribadi sering mengingatkan agar tugas dijalankan sesuai SOP, tapi ya begitulah," ungkap Agus.

Masyarakat berharap adanya tindakan tegas dari Provost atas kasus ini, sebagai langkah agar penegakan hukum dapat berjalan adil dan sesuai aturan yang berlaku. (red)*