Jendela Nasional

IMG-20230221-WA0003

Jebakan Batman Ranperpres, DP Ingin Jadi Lembaga Pemerintah

Foto ketum SMSI bersama jajaran

Jendela Jurnalis, Jakarta
Oleh:
Ketum Serikat Pers RI, Hence Mandagi

Kericuhan Dewan Pers (DP) dan para konstituennya, saat pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) tentang media berkelanjutan, sempat menjadi tranding topic di kalangan Insan Pers tanah air. Selain memalukan, DP dan konstituen mempertontonkan silang pendapat para Elit Pers, bak ‘perang Bharatayuda’ di depan Pejabat Kemenkominfo dan Kemenkopolhukam.

Entah kepentingan Kelompok Pers mana yang tengah diperjuangkan dua kelompok Elit Pers yang biasanya terlihat mesra ini.

Yang pasti, ada 'bau-bau' kepentingan oligarki tercium di tengah pembahasan Perpres ini. Kue belanja iklan yang hanya 15 persen dari total belanja iklan nasional itu, diakal - akalin dengan kemasan isu monopoli 60 persen belanja iklan oleh Perusahaan Platform Digital Asing, sehingga urgensi Perpres perlu dikebut.

Padahal, yang justru memonopoli belanja iklan di Indonesia adalah media TV Nasional, yang menguasai 78 persen dari total belanja iklan nasional.

Pihak DP sendiri sudah menyetor kepada Kemenkominfo, draft Raperapres tahun 2023, tentang "Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital, untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas."

Kemenkominfo yang dikejar setoran, makin bergairah dan tancap gas, untuk memenuhi perintah deadline dari Presiden RI, Jokowi, agar Perpres tersebut jangan lewat sebulan, setelah Perwakilan Pers bertemu Kominfo.

Perpres media berkelanjutan ini pun dikebut, meski mendapat penolakan keras dari berbagai pihak, termasuk oleh sejumlah konstituen DP sendiri.

Ramai diberitakan, Ketum SMSI, Firdaus, mengingatkan pihak Pemerintah, agar dalam penyusunan draft Publisher Right Platform Digital, tetap memperhatikan masukan - masukan Ketua DP sebelumnya, alm. Azyumardi Azra.

Dia menandaskan, agar jangan ada agenda terselubung untuk membunuh Perusahaan Pers start up, yang sekarang berkembang dan 2000 Perusahaan, diantaranya di bawah binaan SMSI.

Sayangnya, DP dan Kemenkominfo, tak menghiraukan semua masukan dan penolakan. Malah pembahasan terus berlanjut di lokasi berbeda. Bak pepatah kuno, ‘anjing menggonggong khafila berlalu.'

Terlepas dari ‘perang saudara’ DP dan para konstituennya, ada persoalan lain yang lebih substansial dari wacana penerbitan Perpres media berkelanjutan ini.

Bahayanya, Perpres ini bakal mencederai dan mengkhianati perjuangan Kemerdekaan Pers tahun 1999. UU No. 40/1999 lahir dengan semangat swa regulasi, demi menjamin Kemerdekaan Pers.

Oleh sebab itu, tidak ada turunan peraturan, ketika UU Pers ini disahkan pada tahun 1999. Karena pada paragraf akhir dalam bagian Penjelasan Bab I Ketentuan Umum disebutkan: "Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, UU ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang - undangan lainnya."

Dasar hukum dalam menerbitkan Perpres dengan nama kerennya Publisher Rights ini, salah satunya adalah UU Pers, disamping UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tentunya Perpres ini jadi sangat bertentangan dengan UU Pers itu sendiri.

Parahnya, pada draft Perpres yang diajukan DP, terdapat banyak Pasal yang justru telah menempatkan DP sebagai regulator, bukan lagi sebagai fasilitator atau lembaga independen, sebagaimana diatur dalam UU Pers. Dan itu jelas, telah merubah fungsi DP menjadi Lembaga Pemerintahan, yang mengatur perijinan atau regulasi.

Jika Perpres ini disahkan Presiden, maka Pemerintah menempatkan DP bukan lagi lembaga independen, melainkan sebagai Lembaga Pemerintah.

Pada draft Perpres yang diajukan DP, Pasal 5 ayat (1) disebutkan: "Perusahaan Platform Digital ditetapkan oleh DP, berdasarkan kehadiran signifikan dari Perusahaan Platofrm Digital di Indonesia."

Kemudian muncul lagi di Pasal 6: "Tata cara dan mekanisme pengukuran kehadiran signifikan Persuahaan Platform Digital, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditetapkan oleh DP."

Sementara pada Pasal 8 Ayat (1) disebutkan: "Perusahaan Pers yang berhak mengajukan permohonan kepada DP atas pelaksanaan tanggung jawab Perusahaan Platform Digital, adalah Perusahaan Pers yang telah terverifikasi oleh DP." Dan Ayat (2): "Perusahaan Pers yang belum terverifikasi oleh DP, dapat mengajukan permohonan verifikasi kepada DP."

Pada bagian akhir dibuat aturan, bahwa untuk mewujudkan kesepakatan bagi hasil antara Perushaaan Pers dan Perusahaan Platform Digital, DP lah yang membuat atau membentuk pelaksana.

Mencermati kondisi ini, DP dan Pemerintah mungkin lagi terserang penyakit "amnesia". Karena baru - baru ini ada putusan MK terkait perkara No. 38/PUU-XIX/2021 tentang Uji Materiil UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, terhadap UUD tahun 1945.

Dalam pertimbangan hukumnya, MH MK menyatakan, beberapa ketentuan dalam UU 40/1999 yang mengatur jaminan Kebebasan Pers, yaitu: Poin ke sembilan, “Pengaturan mandiri (self regulation) dalam penyusunan peraturan di Bid. Pers, dengan memberikan ruang bagi Organisasi - organisasi Pers, dalam menyusun sendiri peraturan-peraturan di Bid. Pers, dengan difasilitasi oleh DP yang independen.”

Pada bagian penting pertimbangan hukumnya, MH MK mengutip keterangan Presiden RI, Jokowi, bahwa ketentuan UU Pers memiliki makna, bahwa fungsi DP adalah sebagai fasilitator dalam penyusunan peraturan - peraturan di Bid. Pers dan bukan sebagai lembaga pembentuk peraturan (regulator).

Mahkamah mempertimbangkan, bahwa tujuan dibentuknya DP adalah untuk mengembangkan Kemerdekaan Pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas Pers Nasional. Tujuan tersebut dicapai antara lain, dengan adanya peraturan - peraturan di Bid. Pers, yang menjadi acuan dan standarisasi. Namun demikian, agar tetap menjaga independensi dan Kemerdekaan Pers, maka peraturan di Bid. Pers disusun sedemikian rupa tanpa ada intervensi dari Pemerintah, maupun dari DP itu sendiri.

Dengan adanya putusan MK tersebut, jika Perpres dipaksakan, maka akan bertentangan dengan putusan MK. Karena Pemerintah melakukan intervensi dengan membuat Perpres, sebagai regulasi buat Pers.

Presiden, Kemenkominfo dan DP, harusnya menghormati putusan MK dan menjadikannya sebagai dasar pembentukan peraturan di Bid. pers, adalah swa regulasi atau hanya Organisasi Pers yang berhak menyusun Peraturan Pers.

DP saja tidak boleh membuat atau menentukan sendiri isi Peraturan Pers menurut UU Pers, namun Presiden justru hendak membuat Peraturan Pers.

Kondisi ini memang tidak mengejutkan. Sebab selama ini, Pers Indonesia seolah-olah hanya milik Elit Pers. Tak heran, DP sering menjadi sasaran kritik pergerakan Kebebasan Pers.

Regulasi media yang akan dibuat lewat Perpres media berkelanjutan itu, pada intinya akan mengatur penyaluran iklan dari Perusahaan Platform Digital ke Perusahaan Pers.

Selama ini, platform digital milik asing, menyalurkan iklan ke Perusahaan Pers secara langsung, tanpa perantara. Meskipun penghasilan media online dari bekerjasama dengan platform digital asing sangat minim, namun pembagiannya cukup merata di seluruh Indonesia. Atau ada ratusan ribu media online yang bergerak di Bid. Pers maupun Non Pers, yang menerima iklan dari platform digital asing.

Tak ada regulasi yang mengatur kerjasama tersebut. Penghasilan media tergantung dari kekuatan berita yang dipublish, apakah dibaca orang atau tidak. Sayangnya, penghasilan media yang sangat kecil dari paltform digital asing itu pun, nantinya bakal dikuasai kelompok Elit Pers di DP, lewat pemberlakuan Perpres media berkelanjutan.

Menyikapi kondisi ini, penulis menyarakan kepada Presiden RI, Jokowi, sebaiknya Pemerintah membuat regulasi jangan tangung-tanggung. Gunakan saja dasar UU anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sehingga tidak perlu menggunakan UU Pers. Selain itu, sebaiknya Pemerintah menggunakan UU Kadin, sebagai tambahan dasar hukum Perpres.

Sebagai masukan bagi Pemerintah, monopoli belanja iklan nasional oleh Perusahaan Lembaga Penyiaran atau TV Nasional, justru harus dibuatkan regulasi, agar tidak ada praktek monopoli.

Di Negara ini ada UU No. 1 tahun 1987 tentang Kadin, yang mengatur tentang upaya mengembangkan iklim usaha yang sehat, meningkatkan pembinaan dunia usaha, mengembangkan dan mendorong pemerataan kesempatan yang seluas - luasnya bagi Masyarakat Pengusaha, untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dari pada Pemerintah sibuk mencampuri urusan Pers yang sudah menutup ruang bagi pihak luar menyusun Peraturan Pers termasuk Pemerintah, lebih baik Pemerintah mengurus pemerataan belanja iklan nasional, yang kini dimonopoli oleh segelintir orang dan Perusahaan yang berdomisili di Jakarta.

Karena berbicara pelarangan persaingan usaha tidak sehat, maka Pengusaha yang melanggar ketentuan itu yang harus diatur, dalam hal ini Perusahaan Agency Periklanan dan Pengusaha Platform Digital, baik lokal maupun asing. Lembaga yang paling tepat melakukan itu berdasarkan aturan perundang - undangan, adalah Kadin.

Kadin diberikan kewenangan oleh UU Kadin, pada Pasal 7 huruf (f), untuk melakukan kegiatan: “Penyelenggaraan upaya memelihara kerukunan di satu pihak, serta upaya mencegah yang tidak sehat di pihak lain diantara Pengusaha Indonesia dan mewujudkan kerjasama yang serasi antara Usaha Negara, Koperasi dan usaha swasta, serta menciptakan pemerataan kesempatan berusaha.”

Kemudian pada huruf (g): “Penyelenggaraan dan peningkatan hubungan dan kerjasama antara Pengusaha Indonesia dan Pengusaha Luar Negeri, seiring dengan kebutuhan dan kepentingan pembangunan di bidang ekonomi, sesuai dengan tujuan pembangunan nasional."

Dengan demikian, urusan perdagangan, perindustrian dan jasa menurut perundang - undangan, adalah kewenangan Kadin, bukan DP. Akan sangat rancu dan aneh, jika DP ‘kegenitan’ ingin diberi kewenangan mengatur urusan perdagangan, perindustrian dan jasa, yang jelas-jelas merupakan domain Kadin.

DP hanya diberi fungsi oleh UU Pers, sesuai Pasal 15 ayat 2. Di luar Pasal itu, DP harusnya tahu diri dan tidak boleh bermimpi menjadi regulator.

Presiden memiliki niat yang tulus untuk membuat regulasi, agar terjadi pemerataan perolehan iklan bagi Perusahaan Pers di seluruh Indonesia. Jadi, informasi tentang monopoli belanja iklan nasional oleh TV Nasional, juga perlu diketahui Presiden.

Jangan-jangan selama ini Presiden tidak terinformasi soal belanja iklan nasional, hanya dimonopoli oleh segelintir Pengusaha di Jakarta saja. Perputaran uang di bisnis ini, kini mencapai lebih dari Rp200 triliun pertahun, namun tidak ada satu lembaga pun di Negeri ini yang berani mengutak - atik.

UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sejatinya harus diberlakukan terhadap distribusi belanja iklan yang hanya terpusat di Kota Jakarta saja. Padahal pada ketentuan umum, UU ini menyebutkan: “Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha, yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”

Disebutkan pula, dalam ketentuan umum UU ini tentang: “Persekongkolan atau konspirasi usaha, adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan, bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.”

Pada bagian yang sama disebutkan pula: “Persaingan usaha tidak sehat, adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum, atau menghambat persaingan usaha.”

Yang melanggar Pasal tentang monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, ada sanksi pidana dan denda yang cukup besar.

Untuk mengatasi atau menghindari praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, maka Pemerintah telah membuat UU Kadin, untuk memberi peran strategis kepada Kadin, dalam memastikan tidak ada praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di lingkungan Pengusaha dan Perusahaan di Indonesia.

Oleh karena yang ingin diatur Presiden, adalah kerjasama Perusahaan Platform Digital Asing dengan Perusahaan Pers, maka sistem yang berlaku adalah business to business. Jadi, bukan menyangkut karya jurnalistik yang menjadi domain DP dan Organisasi Pers.

Bagaimana mungkin DP mau mengatur Pengusaha media tentang tata cara Perusahaannya berbisnis dengan Perusahaan Asing. Fungsi pengaturan business to business tidak ada dalam fungsi DP pada UU Pers.

Jika Presiden sampai memakai draft Perpres yang disodorin DP, maka itu berpotensi mencoreng prestasi gilang - gemilang Jokowi selama dua periode Pemerintahannya. Presiden Jokowi tidak boleh dijebak dan diperhadapkan dengan dilema, untuk mengeksekusi Perpres versi DP. Ini namanya Ranperpres, bisa jadi jebakan batman bagi Presiden Jokowi.

Mayoritas Pers di seluruh Indonesia, justru menunggu langkah berani Presiden Jokowi, membuat regulasi agar belanja iklan nasional tidak hanya dimonopoli oleh segelintir orang saja. Presiden harus mampu memberdayakan Kadin dalam masalah monopoli belanja iklan media, agar dapat membantu Pengusaha media lokal yang merupakan mayoritas masyarakat Pers, yang selama ini terabaikan dan termarjinalisasi.

Karena banyak pemilik atau Pengusaha Media yang bukan berprofesi sebagai Wartawan, sehingga tidak pas jika dipaksa berbisnis dengan menggunakan UU Pers. Organisasi Perusahaan Pers yang menjadi bagian dalam UU Pers, hanya berlaku untuk memastikan Perusahaan Pers menghasilkan karya jurnalistik yang bertanggung jawab dan mematuhi Kode Etik Jurnalistik.

Ketika Pengusahanya atau Perusahaan itu bersentuhan dengan bisnis, maka aturan perundangan yang berlaku tentunya menggunakan UU No. 1 tahun 1987 tentang Kadin dan perlindungan usahanya menggunakan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (AP)

IMG-20230220-WA0021

Dorong Masyarakat Pulih dan Bangkit, Yonbekang-3/Rat Gelar HUT ke-62

Foto bersama dalam acara HUT ke-62 Yonbekang-3/Rat (Sumber : PPWI)

Jendela Jurnalis, Jakpus -
Batalyon Perbekalan Angkutan 3/Darat (Yonbekang 3/Rat) atau di era tahun 60-an bernama Yon Anmor, menggelar acara HUT ke-62, Minggu (19/2/23), bertempat di Mako Jl. Bungur Raya, Kec. Senen, Jakpus. YonBekang 3/Rat, merupakan Satpel Bantuan Adm Perbekalan dan Angkutan, yang berada di bawah Komando Pusat Pembekalan Angkutan Angkatan Darat (Pusbekangad) yang dikomandoi Letkol Cba Boby Wijayanto.

Acara diawali dengan penanaman pohon dan pemotongan pita, sebagai tanda dimulainya perayaan HUT ke-62. Selain itu, digelar senam kesegaran jasmani, bersama dengan warga masyarakat.

Dalam HUT tersebut dihadiri Kapusbekangad, Mayjen TNI Helly Guntoro; Kapolda Metro Jaya, Irjenpol M. Fadhil Imran; Kapolres Metro Jakpus, Kombespol Komarudin; Plt Wakil Walikotamadya Jakpus, Iqbal Akbarudin; beserta Camat Senen, Ronny Jarpiko; Camat Kemayoran, Asep Mulyaman; Lurah Bungur, Achmad Zainur Rachman; dan Ketua FKDM Kotamadya Jakpus, Patri Yuni.

Adapun beberapa hal yang disampaikan dalam acara tersebut adalah "Sehat Bersama…Pulih Bersama" pasca pandemi Covid-19. Selain itu, dalam HUT ke-62 tersebut, Yonbekang 3/Rat akan mendorong masyarakat untuk bangkit, memajukan perekonomian bangsa, serta meningkatkan sinergitas TNI - Polri, untuk dukung warga masyarakat dalam menggali atau memanfa'atkan seluruh potensi melalui bazar UMKM.

Bukti wujud dari kebangkitan ekonomi masyarakat adalah, hasil kerajinan dan sajian berbagai macam kuliner yang mendukung Indonesia pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat dan mewujudkan "Sukses Jakarta untuk Bangsa Indonesia Maju, Aman dan Sejahtera".

Danyonbekang Letkol Cba Boby Wijayanto beserta para undangan, meninjau stan UMKM, Dukcapil Mobile, Donor Darah, Pratapa Coconut dan juga rumah lobster air tawar, yang langsung diresmikan oleh Kapusbekangad, Mayjen TNI Helly Guntoro.

Acara HUT ke-62 Yonbekangad, dipandu pelawak Indonesia Derry dan Tim, serta menghadirkan berbagai penampilan hiburan, seperti penampilan Marching Band SMP 78, Marching Band TK Kartika, penampilan angklung SDS Kartika XI-8 Cibinong dan Reog Simogiri Sampurno. (AP)

IMG-20230220-WA0015

Bapas Bandar Lampung Gandeng Permata Indonesia Kelola Griya Abhipraya

Ketua Umum Permata Indonesia, Wilson Lalengke (kiri) bersama Kabapas Bandar Lampung, Muhammad Rolan (kanan)

Jendela Jurnalis, Jakarta –
Badan Pemasyarakatan (Bapas) Bandar Lampung, menggandeng Organisasi Persaudaraan Mantan Tahanan (Permata) Indonesia, dalam pendirian dan pengelolaan Griya Abhipraya (Rumah Harapan) Bandar Lampung. Kerjasama tersebut dituangkan dalam nota kesefahaman bersama atau Memorandum of Understanding (MoU) yang akan ditandatangani oleh kedua belah pihak, dalam waktu dekat ini.

Hal tersebut disampaikan Ketum Permata Indonesia, Wilson Lalengke kepada Jendral News, usai melakukan pertemuan dengan Kabapas Bandar Lampung, Muhammad Rolan, Sabtu, 18 Februari 2023.

“Saya tadi baru saja bertemu dengan Kabapas Bandar Lampung, Pak Rolan, yang kebetulan sedang berakhir pekan di Jakarta. Kita sempatkan membahas persiapan penandatanganan perjanjian kesefahaman, terkait dengan pendirian dan pengelolaan Griya Abhipraya Bandar Lampung,” ungkap lulusan Pasca Sarjana Bid. Applied Ethics dari Utrecht University, Belanda dan Linkoping University, Swedia itu.

Wilson Lalengke yang sempat ditahan sebagai korban kriminalisasi Oknum Kapolres Lamtim dan Kapolda Lampung tahun 2022 lalu juga menjelaskan, bahwa Griya Abhipraya yang sedang dipersiapkan ini, akan menjadi pusat kegiatan belajar, berlatih dan berkarya bagi para warga binaan, terutama dari seputaran Bandar Lampung dan sekitarnya. Berdasarkan pemantauan di lapangan, bangunan yang digunakan untuk Griya Abhipraya yang terletak di komplek Lapas Wayhui, Bandar Lampung, hampir rampung direnovasi.

Dalam keterangan lanjutannya, Wilson Lalengke mengatakan, bahwa Griya Abhipraya akan melatih dan mempekerjakan para warga binaan dalam menghasilkan produk siap pakai. Produk andalan yang akan dihasilkan oleh Griya ini, adalah kopi bubuk olahan dengan merek ‘Permata Coffee’.

“Lampung merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Indonesia. Oleh karena itu, komoditi ini jadi pilihan untuk diolah di Griya Abhipraya Bandar Lampung nantinya. Bahan baku mudah didapat, transportasi mulai bagus, peminat kopi Lampung juga makin tinggi. Kopi dengan merek Permata Coffee ini, diracik khusus oleh ahli yang juga praktisi kopi kaliber internasional dari Dewan Pakar Kopi Indonesia,” beber Wilson Lalengke optimis.

Namun demikian, lanjutnya, ada beberapa bidang usaha yang juga akan dikembangkan untuk menjadi produk para warga binaan di Griya Abhipraya Bandar Lampung, yang akan dikunjungi dan diresmikan oleh Ibu Negara, Iriana Jokowi, akhir bulan ini.

“Nanti akan ada pelatihan sablon dan konveksi, kerajinan lukis, kuliner sehat, beternak, berkebun dan lainnya,” jelas Tokoh Pers Nasional itu.

Menutup keterangannya, Wilson Lalengke mengharapkan dukungan dari semua pihak, untuk terealisasinya program tersebut. Dia juga berharap kepada para mantan tahanan (mantan Napi) untuk tidak sungkan-sungkan menghubungi Permata Indonesia dan bergabung bersama, dalam rangka membangun bangsa melalui pembinaan para warga binaan.

“Kepada masyarakat luas, saya mohon kiranya untuk memperbaiki pola fikir yang kurang baik selama ini terhadap para warga binaan dan mantan Napi. Sesungguhnya, kata pria yang juga menyelesaikan studi S-2 Bid. Global Ethics di Birmingham University, Inggris, itu, para warga binaan adalah orang-orang terpilih dari sekian banyak orang berperilaku buruk di luar sana. Mereka kemudian digembleng di kampus kehidupan bernama penjara. Usai masa pembinaan di balik jeruji besi itu, setiap warga binaan keluar sebagai pemenang, sebagai permata, berlian, emas, ruby, atau jenis batu mulia lainnya, yang pasti sangat berguna di masyarakat, bila diberdayakan oleh lingkungannya,” tutur mantan Dosen Filsafat dan Logika Ilmu, di Universitas Bina Nusantara Jakarta ini. (AP)

Sekretariat PERMATA Indonesia
Jl. Anggrek Cenderawasih X, No. K/29, RT.001/003, Kel. Kemanggisan, Kec. Palmerah, Kota Jakbar, DKI Jakarta – 11480, Indonesia; Telepon: +62-21-53668243, Mobile/WA: +62-81371549165

IMG-20230220-WA0011

Terkait Pemugaran Gedung Merdeka Bandung, Formas dan PPWI Jabar Minta Menlu RI Turun Tangan

Pekerjaan pemugaran Gedung Merdeka Bandung

Jendela Jurnalis, Jawa Barat -
Forum Masyarakat (Formas) dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia Jawa Barat (PPWI Jabar) mendesak Pemerintah, khususnya Menlu RI, untuk turun langsung meninjau dan mengevaluasi kegiatan pemugaran Gedung Merdeka yang terletak di Jl. Asia-Afrika Kota Bandung. Pasalnya, proyek yang menelan biaya miliaran rupiah Dana Negara itu, terindikasi kuat melanggar berbagai aturan dan terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Forum Ormas, LSM dan Komunitas Prov. Jabar, Hendra Mulyana, bersama Ketua DPD PPWI Jabar, Agus Chepy Kurniadi, kepada Jendral News, Jum'at, 17 Februari 2023.

“Setelah dilakukan investigasi di lapangan, terkait adanya proyek pemugaran Gedung Merdeka dimaksud, ditemukan begitu banyak kejanggalan,” ujar Hendra Mulyana, didampingi Agus Chepy Kurniadi.

Sebagaimana diketahui, Gedung Merdeka adalah gedung bersejarah yang pernah digunakan sebagai tempat KTT Asia-Afrika, tahun 1955. Gedung ini juga digunakan sebagai museum yang memamerkan berbagai benda koleksi dan foto terkait Konferensi Asia-Afrika, yang merupakan cikal bakal Gerakan Non-Blok. Pada tahun 1955 itu juga, tepatnya tanggal 7 April 1955, Presiden Soekarno mengganti nama Gedung Societeit Concordia, menjadi Gedung Merdeka dan Jl. Raya Pos, menjadi Jl. Asia Afrika.

Terkini, sejak awal September 2022, gedung bersejarah itu pun dipugar oleh Pemprov Jabar, menggunakan dana APBD Prov. Jabar TA 2022. Awalnya, kegiatan pemugaran diperkirakan rampung pada Desember 2022 lalu. Pemprov Jabar menyatakan, bahwa pelaksanaan pekerjaan pemugaran tersebut telah mendapatkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya Kota Bandung. Rekomendasi itu tertuang melalui Surat Kadisbudpar Kota Bandung, No. B/TU/4087/Disbudpar/VIII/2022 tanggal 22 Agustus 2022, perihal Surat Rekomendasi TACB Jl. Asia Afrika, No. 65.

Namun belakangan, proyek pemugaran Gedung Merdeka tersebut menuai sorotan. Ketua Ormas Garda Gadjah Putih Kota Bandung, Wardani misalnya, mempertanyakan berbagai kejanggalan dan dugaan pelanggaran peraturan dan teknis pekerjaan yang dilakukan oleh pihak pelaksana proyek tersebut.

"Pada Senin, 12 Desember 2022 lalu, kami melakukan investigasi di lapangan, terkait adanya proyek pemugaran Gedung Merdeka. Namun setelah kami cek, nyatanya kami melihat adanya kejanggalan pada proyek tersebut. Di papan proyek, pekerjaan tersebut dilaksanakan pada tanggal 2 September 2022, dengan waktu 121 hari kalender. Seharusnya, pekerjaan itu sudah 90% selesai. Tapi faktanya, kami nilai baru mencapai 30% pekerjaan," ujarnya kepada awak media, Selasa (13/12/22) lalu.

Sebagai Ketua Garda Gadjah Putih, tambah Wardani, dirinya menduga adanya kejanggalan pada proyek pemugaran Gedung Merdeka tersebut.

“Ada indikasi jual beli proyek,” katanya.

Wardani juga menyampikan, bahwa pihaknya dari awal sudah mengawasi pekerjaan Pemugaran Gedung Merdeka tersebut. Pertama dipugar, kami pun ikut mengawasi dan mengontrol di lapangan. Namun nyatanya, para pekerja di proyek pemugaran tersebut tidak menta'ati peraturan dengan menerapkan K3 yang mengacu pada keselamatan.

“Kami manganggap, bahwa pengawas sudah lalai dalam melaksanakan tugas, atas keselamatan pekerja,” imbuh Anggota Garda Gadjah Putih yang lain.

Sementara itu, Agus Chepy Kurniadi tidak ketinggalan berkomentar. Menurutnya, Gedung Merdeka di Kota Bandung itu adalah cagar budaya yang tidak hanya untuk skala nasional, tapi juga di tingkat internasional. Oleh karena itu, proses pengerjaan pemugarannya harus benar-benar teliti dan sempurna. Pemugaran bangunan Gedung Merdeka harus merujuk pada Permen PUPR, No. 01/PRT/Tahun 2015, tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan, UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002, yang secara khusus jelas mengatur tentang pelestarian bangunan cagar budaya.

“Anggaran konstruksinya Rp4,1 milyar, meliputi perbaikan utama penggantian rangka atap untuk sisi barat, ruang VIP, perbaikan dinding karena sudah banyak yang retak, plafon, mushala, toilet, pengecatan, tata udara dan tata lampu. Namun fakta di lapangan pekerjaan baru 30%, yang semestinya di bulan Desember lalu minimal 90% pekerjaan harus selesai. Maka dalam hal ini, baik Sekda, PPK, maupun Biro Umum Prov. Jabar, harus ikut bertangung jawab secara profesional, atas pekerjaan pemugaran Gedung Merdeka dimaksud, sebagai culture heritage,” terang Agus Chepy.

Pimred media online jayantaranews.com itu juga mengatakan, bahwa timnya masih menelisik soal dugaan temuan penyelewengan anggaran Tipikor pada pekerjaan tersebut.

"Dan jika terbukti, maka kami akan menuntut dan melaporkan pada APH, dalam hal ini Kejati Jabar dan Kejakgung RI, untuk mengusut tuntas persoalan tersebut," tambah Agus Chepy.

Sebagai warga Bandung, demikian ucapnya, dia berharap agar persoalan ini segera dituntaskan sebaik-baiknya.

"Jangan anggap sepele yah. Meski bangunan berskala kecil, namun menyangkut marwah Indonesia di mata dunia. Jadi, jangan coreng muka Indonesia di mata dunia. Dan kami sebagai Warga Indonesia, sangat tidak terima!" tegasnya.

Sementara itu, Hendra Mulyana selaku Koordinator Ormas, LSM dan Komunitas Jabar, saat dimintai tanggapan atas persoalan tersebut, pun turut angkat suara.

"Sebenarnya, jika menyikapi persoalan tersebut, ini adalah bukti bahwa kita ini peduli dan sayang terhadap bangsa ini, karena menyangkut kita dan anak cucu kita mendatang. Kami pun sudah ketemu dengan pihak PPK dan beliau juga mengakui atas kejanggalan tersebut. Dan kita ingin berikan solusi, namun seakan mengabaikan. Andai mereka masih tidak merespon niat baik kita, ya sudah, kita akan melangkah ke level atas yang lebih berwenang. Dan kami minta Menlu RI turun tangan," urainya.

Hendra Mulyana menambahkan, bahwa pihaknya mempertanyakan keprofesionalan Pemerintah, dalam mengerjakan pemugaran Gedung Merdeka.

"Kami hanya mempertanyakan kepada Pemerintah, bahwa terkait penanganan pemugaran Gedung Merdeka Kota Bandung, sangat tidak profesional dan berpotensi merugikan Keuangan Negara. Terus terang, kami sangat kecewa terhadap Pemda Provinsi. Kalau diibaratkan manusia, Gedung Merdeka itu menjerit!" tukasnya.

Di kesempatan yang sama, Tim Spesialis Konsultan Teknis (Consultant Technical Specialist) dari Forum Ormas, LSM dan Komunitas Jabar, Kang Cakra menyampaikan, bahwa persoalan tersebut memang harus disikapi.

"Jangan sampai pada tinggal diam, kita sudah tahu, tapi kenapa kita harus menunggu. Apakah kita mesti melakukan langkah-langkah seperti demo, andai secara koordinasi persuasif pun masih bisa kita lakukan?" tuturnya.

Hingga berita ini ditayangkan, Redaksi belum berhasil menghubungi pihak-pihak terkait yang mempunyai kewenangan dalam hal pemugaran bangunan dimaksud. (AP)

IMG-20230218-WA0015

Ketum PPWI Kecam Aksi Penganiayaan Terhadap Wartawan Tomohon

Wilson Lalengke

Jendela Jurnalis, Manado -
Aksi penganiayaan terhadap Wartawan yang terjadi di Kota Tomohon, Ds. Kolongan Batas Jaga I, Kec. Sonder, mendapat tanggapan keras dari Ketum PPWI, Wilson Lalengke. Pernyataan dan kecaman tersebut disampaikannya, saat dimintai komentarnya oleh Jendral News melalui pesan WA, Jum'at, (17/2/23).

Wilson Lalengke yang selalu membela Wartawan diseluruh Indonesia ini, mengecam keras aksi penganiayaan di Kota yang terkenal dengan kuliner ekstrimnya itu. Menurut Wilson, penganiayaan terhadap siapapun tidak boleh terjadi, baik terhadap Wartawan maupun warga dari kalangan manapun.

"Kapasitas sebagai warga biasa ataupun Wartawan, penganiayaan tidak boleh terjadi terhadap siapapun. Terkait pemukulan Wartawan di Tomohon itu, terlepas apakah dia sedang bertugas sebagai Wartawan atau tidak, pemukulan dan penganiayaan terhadapnya merupakan perbuatan pidana," kata alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

Wilson juga menambahkan, agar kasus ini diusut tuntas dan pelaku penganiayaan harus dihukum sesuai hukum yang berlaku.

"Aparat harus mengusut tuntas. Apabila Aparat tidak menjalankan tugasnya, warga boleh turun tangan mencari penyerang itu dan dihakimi di jalanan," tegas dia.

Di tempat terpisah, Ketua Persatuan Wartawan Online Idenpenden (PWOIN) Sulawesi Utara, Reza Lumanu, S.E meminta, agar APH memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku penganiayaan terhadap Wartawan. Hal itu penting, agar memberi efek jera kepada siapapun, untuk tidak melakukan penganiayaan terhadap Wartawan maupun orang lain.

"Saya minta APH agar memberi hukuman yang berat kepada para terduga pelaku, yang melakukan aksi penganiayaan menggunakan Sajam terhadap Wartawan Online Suara Nusantara yang bernama Jeiny Oroh dan saya akan kawal kasus ini sampai di Pengadilan, saya akan selalu menyuarakan di media, apabila ada hal - hal yang menyimpang," ucap Reza Lumanu. (Red/AP)

IMG-20230218-WA0007

GRPB Indonesia Adakan Syukuran, Sekaligus Rayakan Natal dan Imlek Kebangsaan

Foto dalam kegiatan Syukuran, perayaan Natal dan Imlek Kebangsaan

Jendela Jurnalis, Jakpus -
Gerakan Rakyat Peduli Bangsa Indonesia (GRPB) Indonesia, mengadakan acara syukuran, sekaligus rayakan Natal dan Imlek Kebangsaan, sebagai wujud toleransi beragama, yang memiliki satu kesatuan, saling menghormati serta mengasihi satu dengan yang lainnya.

Moment perayaan di bulan Febuari ini, sebagai wujud jalinan pererat silaturahmi, di tengah - tengah kebangkitan kembali Pemerintahan RI, pasca pandemi Covid - 19.

Acara demi acara berjalan dengan baik, tertib, penuh keakraban/keharmonisan para undangan serta dan rekan - rekan awak media yang hadir, untuk turut mengikuti acara ibadah tersebut.

Peserta Syukuran, perayaan Natal dan Imlek Kebangsaan

Moment tersebut turut pula dimeriahkan oleh: Gus Nuril (Tokoh Kebangsaan), Artis Eka Deli, atraksi Barongsai, MC.63 Dancer dan tim musik khas Sulawesi Utara (Kolintang), pastinya menambah semarak acara yang digelar di Gedung Pertemuan Pertamina, di Jl. Cempaka Putih tengah XX B, Jakpusat, Jum'at (17/2/23).

Enam ratusan undangan kepada para simpatisan dan Relawan Jokowi se - DKI Jakarta, Tokoh Agama/Tokoh Kebangsaan, yang pastinya pula dihadiri Ketum GRPB Indonesia, yang terpantau berdampingan bersama Pejabat Pemerintah RI lainnya.

Tak luput, Tim Panitia GRPB Indonesia mengundang Presiden RI Jokowi dan Sekretariat Negara, yang kemudian mendisposisikannya melalui Kemenag RI, Dirjenbimpem Kristen dan Forum Pusat Khonghucu, sebagai wakil dari Pemerintah. Hadir pula Kepala Pusat Depag RI, DR. H. Suseri, MA.

"Dengan adanya moment Perayaan Natal dan Imlek ini, bangsa Indonesia kedepannya tidak terkotak - kotakkan atau tidak lagi merasa eksklusif, kita adalah satu semuanya. Dan untuk menyatukan bangsa ini, siapapun kita, agama, ras, adalah di bawah naungan Pancasila…Bhineka Tunggal Ika," papar Ketua Panitia, Jhon, kepada awak media.

"Visi kami GRPB Indonesia, selalu berupaya menyatukan bangsa ini, apalagi disaat melihat adanya ketertindasan, maka kami akan turun langsung melakukan pembelaan. Membela rakyat yang mengalami ketidak-adilan, membantu mengatasi berbagai permasalahan di NKRI ini," lanjutnya. (Red/AP)

IMG-20230213-WA0003

PPWI Sowan ke Karo Paminal, Harapkan Pembenahan Mentalitas Personil Polri

Ketum PPWI Wilson Lalengke bersama jajaran pengurus

Jendela Jurnalis, Jakarta -
PPWI Nasional melakukan temu audiensi dengan Karo Paminal Div. Propam Polri, bertempat di Ruang Rapat Biro Paminal, Gedung TNCC Mabes Polri, Lt. 7, Jl. Trunojoyo, No. 3, Jaksel, DKI Jakarta, Rabu, 8 Februari 2023. Pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh keakraban itu, dimulai pukul 10.30 hingga 12.30 WIB.

Team dari PPWI yang hadir pada kesempatan tersebut, selain Ketum Wilson Lalengke, juga terlihat Marly Murpy Sihombing dari PPWI Cabang Toba, Sumut; Winarsih Lalengke, Muhammad Ribaldi Adiwar dan Frangky Lorens Lombogia dari Setnas PPWI; serta Edwin Waturandang dari PPWI DKI Jakarta. Sementara itu, dari pihak Biro Paminal, PPWI diterima langsung oleh Karo Paminal, Brigjenpol Anggoro Sukartono dan Kabag Yanduan Divpropam Polri, Kombespol Daddy Hartadi.

Dalam pertemuan itu, selain bersilaturahmi dan menjalin komunikasi dengan pihak Biro Paminal, PPWI Nasional menyampaikan beberapa persoalan dan kasus yang perlu mendapat atensi dari Polri. Sesuai dengan ranah kerja Divpropam Polri, Wilson Lalengke dan kawan-kawan melaporkan kasus yang berkenaan dengan perilaku Anggota Polri, yang diduga melanggar UU dan Kode Etik Profesi Polri (KEPP).

Suasana saat audiensi

Setidaknya ada 7 (tujuh) kasus yang dilaporkan PPWI kepada Karo Paminal kali ini. Ketujuh kasus tersebut adalah sebagaimana berikut ini:

  1. Kasus pengeroyokan dan penganiayaan berat, dengan dugaan tindak pidana pelanggaran Pasal 170 KUHPidana, yang menimpa Wartawan Lubuklinggau, Sumsel, Adio Seftiwan, oleh tiga Oknum Brimob bermental barbar baru-baru ini.
  2. Kasus pengeroyokan dan penganiayaan berat, dengan sangkaan melakukan tindak pidana pelanggaran Pasal 170 KUHPidana, yang menimpa Wartawan Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, M. Abbas Umar; Wartawan Lamsel, Lampung, Amuri; dan Wartawan Lambar, Lampung, Sahroni, oleh sejumlah Oknum Polisi Polda Lampung dan Polres Lamtim bermental Sambo, pada Maret 2022 lalu.
  3. Kasus pemerkosaan anak di bawah umur, dengan dugaan tindak pidana pelanggaran Pasal 81 UU Perlindungan Anak, yang menimpa putri dari seorang ibu berinisial VMP di Cirebon Kota, Jabar, oleh Oknum Polisi Polres Cirebon Kota bermental mesum dan pedophilia, yang kasusnya sedang bergulir di PN Cirebon Kota saat ini.
  4. Perkara ketidak-profesionalan Oknum Polisi Bareskrim Mabes Polri, dalam menangani perkara dugaan penipuan dan penggelapan dana Umroh. Oknum Penyidik diduga kuat melakukan pelanggaran KEPP berupa lamban dalam bekerja, menunda-nunda penyelesaian perkara (kasus dilaporkan sejak Februari 2018) dan dugaan mempermainkan kasus. Korbannya adalah seorang guru, H. Abdul Manan dan ratusan warga di Aceh Timur, Aceh. Terduga pelaku tindak pidana Pasal 378 dan 372 KUHPidana yang dilaporkan adalah Hj. Naslah Lubis, yang tinggal di Medan, Sumut.
  5. Kasus ketidak-profesionalan Oknum Polisi di Polda Metro Jaya (PMJ) dalam menangani perkara dan terindikasi mempermainkan kasus. Oknum Penyidik diduga kuat melakukan pelanggaran KEPP dan terindikasi memeras terlapor atau melakukan Pungli atau suap atau gratifikasi. Korbannya adalah Bendum PPWI, H. Yayan Sofyan.
  6. Kasus ketidak-profesionalan Oknum Polisi Polres Jakbar dalam menangani perkara, mengkriminalisasi Advokat dan terindikasi kuat terintervensi oleh pihak-pihak tertentu. Oknum Penyidik diduga kuat melakukan pelanggaran KEPP dan terindikasi terlibat pemerasan atau melakukan Pungli atau menerima suap dan/atau gratifikasi, serta mengkriminalisasi Advokat. Korbannya adalah Wabendum PPWI, Adv. Natalia Rusli, S.H.
  7. Kasus ketidak-profesionalan Oknum Polisi Polres Jakbar dalam menangani perkara pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik para Wartawan Indonesia yang dilakukan oleh Dewan Pers, pada Juni 2018. Kasus tersebut melibatkan Oknum Ketua Dewan Pers, Yosef Adi Prasetyo sebagai terlapor, yang dilaporkan Ketum PPWI dan Ketua Presidium FPII. Oknum Penyidik Polres Jakbar diduga kuat melakukan pelanggaran KEPP dan terindikasi terlibat Pungli atau menerima suap dan/atau gratifikasi. Korbannya adalah Wartawan non konstituen Dewan Pers di seluruh Indonesia.

Selain kasus-kasus tersebut di atas, Wilson Lalengke juga menyitir beberapa kasus yang perlu mendapat perhatian Polri untuk diselesaikan, seperti kriminalisasi Wartawan, kriminalisasi Anggota Bhayangkari dan Tokoh-tokoh yang vokal dalam memberikan kritik kepada Aparat,

“Hampir setiap hari, Setnas PPWI menerima Dumas, terutama tentang perilaku Aparat Kepolisian yang terindikasi tidak profesional dalam melayani masyarakat dan menangani kasus yang mereka laporkan ke Aparat setempat. Tujuh kasus yang kami sampaikan ini, hanyalah sebagian kecil dari Dumas dan korbannya adalah para warga yang tergabung dalam Organisasi PPWI,” papar alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, di depan kedua Pejabat Div. Propam Polri ini.

Wilson Lalengke bahkan menegaskan, bahwa lebih dari separoh Personil di institusi Polri, selayaknya diberhentikan dari keanggotaan lembaga yang dibiayai rakyat melalui APBN.

“Secara jujur, sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa masyarakat menilai lebih dari 50 persen Anggota Polri semestinya digeser dari keanggotaan lembaga yang dibiayai oleh rakyat ini. Tapi tentunya dilakukan secara bertahap dan tugas untuk melakukan pembersihan itu adalah Div. Propam. Polri perlu melakukan pembenahan serius terkait mentalitas dan moralitas anggotanya,” jelas lulusan Pasca Sarjana Bid. Global Ethics dari Birmingham University, England itu.

Selain menyampaikan berbagai kasus yang melibatkan Anggota Polri, Wilson Lalengke juga mereview kerjasama yang sudah terjalin sejak 10 tahun lalu antara PPWI dengan Mabes Polri. Berdasarkan pengalaman panjang dalam kemitraan itu, pria yang terpilih kembali mengemudikan organisasi para Jurnalis Warga PPWI pada Kongres Nasional III PPWI November 2022 lalu itu mengatakan, siap untuk mendukung dan membantu Polri dalam melaksanakan Tupoksinya sebagai pelayan, pengayom, pelindung dan penolong rakyat.

“Sejak 2013, PPWI sudah banyak terlibat dalam bermitra dengan Mabes Polri, terutama melalui Div. Humas Polri, saat dipimpin oleh Irjenpol Ronny Sompie, Irjenpol Anton Charliyan, Irjenpol Boy Rafly Amar, Irjenpol Muhammad Iqbal dan seterusnya. Selain melaksanakan Diklat-diklat jurnalistik di berbagai Polda, PPWI dan Mabes Polri juga telah melaksanakan lomba foto, lomba video dan pameran-pameran foto terkait aktivitas pelaksnaan tugas Anggota Polri di seluruh Indonesia. Dari pengalaman panjang itu, sesungguhnya Polri ada di hati PPWI dan kita siap selalu untuk mendukung serta membantu Polri dalam pelaksanaan tugasnya,” terang Tokoh Pers Nasional yang sudah melatih ribuan Anggota Polri, TNI, guru, mahasiswa, buruh dan Wartawan serta masyarakat umum di bidang jurnalitik ini.

Sementara itu, Pengurus PPWI Cabang Toba, Marly Murpy Sihombing, dalam kesempatan yang sama, menyampaikan beberapa kasus yang diadukan warga masyarakat Kab. Toba, Sumut, terkait kinerja Aparat Kepolisian setempat. Kasus-kasus yang dilaporkan antara lain terkait ketidak-pedulian dan/atau pembiaran Aparat Polres Toba, atas maraknya aktivitas Bandar Narkoba di Toba.

“Bahkan kami jadi malu, dituding masyarakat tidak berdaya, karena di samping Sekretariat PPWI Toba, ada tempat yang sering dijadikan ajang transaksi Narkoba. Sudah sering kami minta Aparat Polres Toba menangkap mereka, tapi terkesan dibiarkan dan tidak bernyali untuk memberantas Narkoba di Kab. Toba,” tutur wanita yang dijuluki Singa PPWI Toba itu.

Marly Sihombing juga menyampaikan harapannya, agar Propam Polri tegas dalam menindak anggotanya yang terindikasi menjadi backing para pelaku perambah hutan secara illegal di wilayah Toba.

“Selain penebangan hutan secara liar, juga penambangan galian C tanpa izin, banyak terjadi di wilayah Kab. Toba dan aparat terkesan melindungi kegiatan illegal tersebut. Mohon Propam dapat menurunkan anggotanya untuk menindak Oknum Aparat Polisi di sana, yang tidak becus dalam bekerja,” tambahnya.

Merespon temu audiensi dan pemaparan PPWI tersebut, Brigjenpol Anggoro Sukartono menyampaikan terima kasih atas kedatangan PPWI, yang dinilainya cukup proaktif membantu Polri selama ini. Semoga kerjasama tersebut dapat dilanjutkan lagi ke depannya. Jenderal bintang satu yang menggantikan posisi Hendra Kurniawan yang tersangkut kasus pembunuhan Brigpol Josua sebagai Karo Paminal itu, memberikan penjelasan tentang tata kelola Dumas, terkait perilaku Anggota Polri yang ditangani oleh Div. Propam Polri.

“Kami sangat apresiasi atas kedatangan Tim PPWI, yang rupanya sudah bekerjasama cukup lama dengan Mabes Polri. Terkait pengaduan yang disampaikan ini, nanti akan segera ditindak-lanjuti dan ditangani oleh Kombespol Daddy Hartadi di Bagian Yanduan, diteruskan sesuai kasusnya masing-masing. Yang paling penting adalah, saat menyampaikan pengaduan, perlu disertai tanda identitas pelapor, kasus yang dilaporkan, Oknum Polisi yang dilaporkan dan sertakan bukti-bukti pendukung laporannya. Seperti yang sudah disampaikan oleh Ketum PPWI kepada kami saat ini, kami lihat sudah cukup lengkap,” jelas Anggoro Sukartono panjang lebar.

Jika pengaduan dalam bentuk surat kaleng, lanjut dia, tanpa tanda pengenal pengadu, maka berkas pengaduan tersebut tidak akan diproses.

“Kalau ada berkas pengaduan yang tidak disertai identitas pengadu seperti surat kaleng dan sejenisnya, berkas tersebut langsung masuk tong sampah, tidak akan diproses. Kami pasti akan menjaga rahasia identitas pengadu. Kami jamin hal itu,” tambah mantan Karo Wabprof Divpropam Polri ini.

Temu silaturahmi PPWI dengan Biro Paminal itu, diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan berupa Piagam Penghargaan dari PPWI kepada Biro Paminal Divpropam Polri, yang diterima langsung oleh Karo Paminal.

“Terima kasih atas Piagam Penghargaan ini, nanti akan saya pajang di depan lobby Biro Paminal,” ucap Brigjenpol Anggoro Sukartono. (AP)

IMG-20230201-WA0009

Alumni Lemhannas Kecam Keras Penganiayaan Wartawan Lubuklinggau oleh Oknum Brimob

Jendela Jurnalis, Jakarta -
Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mengecam keras perbuatan brutal yang dilakukan oleh 3 orang Oknum Brimob yang menganiaya Adhio Septiawan alias Vhio, Wartawan media Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) yang bertugas di Lubuklinggau, Sumsel. Menurutnya, perilaku barbar para oknum tersebut merupakan hal yang tidak bisa dima'afkan begitu saja, melainkan harus diproses hukum, baik pidana maupun diberhentikan dari Keanggotaan Polri.

Hal itu disampaikan Wilson Lalengke kepada jaringan media se-nusantara, menyikapi peristiwa penganiayaan berat yang menimpa Vhio oleh para oknum begundal Brimob itu, Selasa, 31 Januari 2023.

“Berdasarkan kronologi kejadian yang disampaikan korban, saya kehilangan kata yang layak untuk ketiga Oknum Brimob itu. Perbuatan mereka itu sangat biadab! Pimpinan Polri harus memproses para oknum itu secara pidana dan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH,” tegas Ketum PPWI, itu yang juga merupakan Pimred KOPI, dengan situs www.pewarta-indonesia.com, Selasa, 31 Januari 2023.

Diceritakan Vhio, peristiwa kekerasan terhadap Insan Pers ini bermula saat korban pada Senin, 30 Januari 2023, sekira pukul 01.30 WIB, melintas bersepeda motor di Kompleks Perum, di Jl. Cereme Dalam, Kel. Cereme Taba, Kec. Lubuklinggau Timur II, Kota Lubuklinggau, Sumsel. Ketika melintas itu, dirinya melihat adanya aktivitas keluar-masuk kendaraan dan orang, laki-laki dan perempuan, di sebuah rumah besar.

Insting Wartawannya timbul, Vhio segera melakukan tugas jurnalistiknya dengan mengambil foto dan video aktivitas tersebut. Pemilik rumah, Aris Sandratama, yang kebetulan adalah Pejabat di Pemkot Lubuklinggau, melihat Vhio yang sedang mengabadikan aktivitas mereka. Aris lantas keluar dan marah-marah terhadap Vhio.

Tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan bermaksud mengkonfirmasi kembali esok harinya saja, Vhio kemudian pergi meninggalkan lokasi tersebut. Selanjutnya memutuskan untuk pulang ke rumah, namun berhenti ke Pos Penjagaan Perumahan itu.

Kebetulan, bersama sang Security Perumahan, Vhio kemudian pergi ke warung untuk beli rokok. Sekira lebih seratus meter berjalan berboncengan, mereka berdua dicegat oleh dua orang berpakaian Brimob bersenjata laras panjang dan satu orang pakaian preman, persis di depan Masjid Taqwa, di dekat rumah yang direkam korban. Ketiga orang itu di dalam mobil, yang sementara berjalan, mereka mengeluarkan tembakan sebanyak 4 kali untuk memerintahkan Vhio menghentikan motornya.

Saat dicegat, tiga orang diduga Anggota Brimob tersebut, menanyakan maksud Vhio mengambil foto dan video tersebut. Sejurus kemudian, ketika Vhio mencoba menjelaskan, orang-orang itu langsung menganiaya korban dengan cara memukul wajah, membanting dan menyeret korban. Setiap kali Vhio bersuara memberi penjelasan, para oknum begundal Brimob itu melepaskan pukulan ke bagian kepala dan tubuh korban.

"Tiga orang itu, dua orang seragam Brimob bersenjata laras panjang dan satu orang pakaian preman, mereka menyeret, membanting, ada yang menendang dan memukul. Saya diperlakukan seperti teroris. Padahal saya sedang dalam menjalankan tugas Wartawan, karena insting saya mencurigai aktivitas di rumah itu," terang Vhio.

Akibat keganasan para Oknum Brimob tersebut, korban babak belur, mengalami banyak luka di bagian wajah sebelah kiri dan benjol di pelipis mata kiri, luka kaki dan luka bagian tangan. Vhio akhirnya harus masuk RS, untuk pengobatan dan pemulihan luka-luka dan benjol-benjol yang dideritanya.

Parahnya lagi, perilaku barbar para oknum bandit ganas berseragam coklat itu tidak hanya menganiya korban. Usai menganiaya, ketiga Oknum Brimob tersebut memborgol Vhio, memasukkannya dalam mobil dan membawa Vhio ke Mapolres Lubuklinggau.

"Sampai di Polres, saya tanya kesalahan saya apa dan dasar membawa saya apa. Pihak Polisi di Polrespun juga bingung, apa dasar para Oknum Brimob itu membawa saya ke Polres. Akhirnya saya disuruh pulang," kata Vhio.

Menanggapi kejadian itu, Wilson Lalengke mengatakan, bahwa Institusi Polri harus tegas menindak para Oknum Anggotanya yang berperilaku brengsek, tidak berperikemanusiaan, sewenang-wenang, arogan dan bahkan tidak bermoral.

“Sangat mungkin, para oknum itu sedang dalam kondisi mabuk dan/atau mengkosumsi narkoba. Perilakunya sangat aneh, sama sekali tidak mencerminkan sebagai manusia yang dididik dengan mental ‘Kepolisian’ yang harus melayani, melindungi, mengayomi dan menolong rakyat. Otak, hati dan jiwanya seperti makhluk barbar, tidak berperadaban. Memborgol orang tanpa alasan yang jelas, tanpa melalui prosedur hukum yang sah, tanpa Surat Penangkapan atau penahanan, itu namanya penculikan. Sangat berbahaya jika Polri terus memelihara anggota semacam para Oknum Brimob tersebut,” jelas lulusan Pasca Sarjana Bid. Global Ethics dari Birmingham University, Inggris ini.

Oleh karena itu, sambung Wilson Lalengke, pihaknya mendesak Kapolri untuk mengevaluasi seluruh anggotanya, dari level teratas hingga ke level terendah.

“Jumlah Oknum Polisi yang di luar ‘Standar Polisi’ sudah melebih batas normal. Tinggal sedikit sekali jumlahnya yang masih tergolong Polisi yang benar-benar Polisi. Jadi, para Anggota Polri seperti ketiga Oknum Brimob di Lubuklinggau itu, seharusnya diberhentikan saja, jangan dipelihara. Bodoh sekali bangsa ini mau saja membiayai kehidupan Oknum Aparat bermental barbar semacam itu,” tutur Tokoh Pers Nasional, yang terkenal getol membela Wartawan dan warga yang terdzholim, ini menutup Pernyataan Persnya. (AP)

IMG-20230129-WA0023

PPWI dan Lapas Salemba Jakarta, Sepakat Tingkatkan Jalinan Kerjasama

Wilson Lalengke (kiri) dan Yosafat Rizanto (kanan)

Jendela Jurnalis, Jakpus -
PPWI dan Lemba Lapas Kelas II Salemba, Jakpus, sepakat untuk saling mendukung dan bekerjasama satu dengan lainnya. Kedua pihak juga berharap, dapat meningkatkan jalinan kerjasama yang sudah terjalin selama ini.

Hal itu disampaikan Ketum PPWI, Wilson Lalengke, bersama Kalapas Kelas II Salemba, Yosafat Rizanto, usai melakukan pertemuan silaturahmi dan audiensi di Kantor Kalapas Salemba, Jum'at, 27 Januari 2023. Hadir mendampingi Ketum PPWI dalam pertemuan itu, Pengurus PPWI DKI Jakarta, Edwin Waturandang; Wakil Sekretaris II PPWI Nasional, Eva Susanti; Wakil Bendahara I PPWI Nasional, Winarsih Lalengke dan sejumlah Pengurus DPN PPWI lainnya.

"Terima kasih atas kunjungan Ketum PPWI, Pak Wilson Lalengke, ke tempat kami. Kita banyak berdiskusi dan sharing pendapat, PPWI banyak memberikan dukungan, terutama dalam hal pemberitaan. Semoga kerjasama kita akan lebih meningkat di masa-masa mendatang," ujar Kalapas Yosafat Rizanto, kepada Jendral News, usai pertemuan PPWI dengan Lapas Salemba.

Foto bersama usai pertemuan

Dalam hal pemberitaan, tambah pria jangkung yang akrab disapa Pak Yos itu, pihaknya perlu menjalin kerjasama dengan berbagai media, termasuk akivis Medsos dan Pewarta Warga, agar lebih banyak lagi publikasi tentang kegiatan dan program Lapas yang dilaksanakan selama ini.

"Arahan dari Kantor Pusat (Ditjenpas Kemenkumham - red) diharapkan oleh Pimpinan kami, agar lebih banyak lagi pemberitaan yang baik, terkait kegiatan dan program yang dilaksanakan di Lapas selama ini. Jadi, kita berharap, kerjasama dengan PPWI akan semakin baik," tambah Yosafat Rizanto.

Senada dengan Yosafat, Wilson Lalengke menyampaikan, bahwa pihaknya sangat senang dan berterima kasih atas penerimaan Lapas Salemba terhadap kunjungan silaturahmi dan audiensi PPWI. Wilson berharap, kerjasama Lapas Salemba dengan PPWI melalui Pengurus PPWI DKI Jakarta selama ini, akan semakin meningkat di hari-hari kedepan.

"Kita sangat senang dengan berbagai penjelasan dan keterangan yang sudah disampaikan Pak Yos dan kita sangat mendukung, terutama dalam hal pemberitaan. Dengan demikian, publik akan mengetahui lebih banyak tentang apa itu Lapas Salemba, apa yang terjadi di dalam, apa kegiatan dan pembinaan yang sudah dilaksanakan bagi Warga Binaan dan apa program ke depan," jelas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

Wilson Lalengke juga berharap, adanya dukungan dan kepedulian dari berbagai pihak kepada Lapas Salemba, agar berbagai program yang direncanakan untuk dilaksanakan bagi para Warga Binaan, dapat berjalan dengan lancar dan berhasil sesuai harapan.

"Mudah-mudahan, publik juga bisa berpartisipasi untuk membantu kawan-kawan para Petugas, dalam melaksanakan tugas pembinaan terhadap para Warga Binaan, agar menjadi manusia yang sesuai harapan masyarakat," tambah Inisiator dan Pendiri organisasi Persaudaraan Mantan Tahanan (Permata) ini.

Usai pertemuan audiensi, PPWI menyerahkan Piagam Penghargaan kepada Lapas Salemba Jakarta, yang diterima langsung oleh Kalapas Yosafat Rizanto. Acara yang berlangsung kurang-lebih 1,5 jam itu, kemudian ditutup dengan foto bersama. (AP)

IMG-20230129-WA0019

KPK Tahan DPO Tersangka Gratifikasi Proyek Pembangunan Dermaga di Aceh

Foto penangkapan yang dilakukan oleh KPK

Jendela Jurnalis, Jakarta -
KPK melakukan penahanan terhadap Tersangka IA dalam perkara dugaan Tipikor, berupa penerimaan gratifikasi atau yang mewakilinya, terkait proyek pembangunan infrastruktur di Prov. Aceh.

Dikutip Jendral News, Jum'at (27/1/23), dari statement Jubir Bid. Penindakan dan Kelembagaan KPK RI, Ali Fikri, dalam siaran Persnya menjelaskan, dalam perkara ini KPK sebelumnya telah menetapkan IA selaku Wiraswasta bersama IY, Gubernur Aceh periode 2007 - 2012 dan 2017 - 2022 sebagai tersangka.

"Adapun saat ini, perkara IY telah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.

Sedangkan, lanjut Ali Fikri, IA karena selama proses Sidik tidak bersikap kooperatif untuk memenuhi panggilan KPK, maka dimasukkan dalam DPO sejak 30 November 2018 lalu.

"Tersangka IA selanjutnya ditangkap di wilayah Kota Banda Aceh pada 24 Januari 2023, atas koordinasi KPK dengan Polda NAD," kata Ali Fikri.

Ia juga menjelaskan, KPK kemudian membawa IA ke Jakarta, untuk dilakukan penahanan. Penahanan selanjutnya dilakukan terhadap IA untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 25 Januari sampai dengan 13 Februari 2023 di Rutan KPK, Kav. C1 Gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi.

"Konstruksi perkara ini bermula dari pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar, pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh, yang pembiayaannya dari APBN," jelas Ali Fikri.

Menurutnya, dalam perjalanannya, IY diduga menerima uang sebagai gratifikasi, dengan istilah ‘jaminan pengamanan’ dari pihak Board of Management PT. NS Joint Operation, Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid. IA diduga, menjadi perantara dalam penerimaan gratifikasi tersebut.

"Penyerahan uang melalui tersangka IA dilakukan secara bertahap, dari tahun 2008 - 2011 dengan nominal bervariasi, hingga total berjumlah Rp32,4 miliar," tutur Jubir Bid. Penindakan dan Kelembagaan KPK RI.

Sumber dana pemberian tersebut, sambung Ali Fikri, diduga dari dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan dermaga bongkar dimaksud.

"Atas perbuatannya, tersangka IA disangkakan melanggar Pasal 12B UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," pungkasnya.

Disebutkan Ali Fikri, penangkapan salah satu DPO ini, adalah bentuk nyata keseriusan KPK menyelesaikan setiap perkara yang menjadi prioritas, untuk dapat segera dibawa ke proses persidangan. KPK juga kembali mengingatkan kepada DPO lainnya, agar kooperatif dalam proses penegakkan hukum yang harus dipatuhi.

"Sehingga penanganan setiap perkara Tipikor dapat berjalan efektif dan segera memberikan kepastian hukum bagi para pihak terkait," tutup Ali Fikri. (AP)