Sidang Perdana Kasus Pembunuhan Letkol Inf (Purn) H. Muhhammad Mubbin di PN Bale Bandung, Disinyalir Banyak Kejanggalan

0
Foto suasana sidang di PN Bale Bandung.

Jendela Jurnalis, Bandung –
Sidang perdana untuk Henry Hernando bin Ir. Sutikno alias Aseng, dengan No. Perkara: 893/Pid.b/2022/PN.BIb, yang digelar tepat pukul 10.00 WIB itu, menghasilkan kekecewaan di pihak keluarga korban. Pasalnya, entah atas dasar apa, pelaku tidak dihadirkan dan hanya ditampilkan di layar TV, layaknya masa Covid-19 kemarin.

Keluarga korban dan masyarakat yang peduli, serta beberapa organisasi yang empati dan hadir pun merasa kecewa, karena pelaku tidak dihadirkan. Bahkan ada sebagian pengunjung yang menyela.

“Kasus bintang dua saja dihadirkan, kenapa Aseng yang membunuh TNI Purn. malah nonton TV?” katanya.

Foto yang hadir dalam sidang.

Tetapi demi berjalannya sidang, hal itu diabaikan pula. Dan sesuai agenda di awal, pada sidang perdana ini adalah pembacaan dakwaan yang dibacakan oleh Tim JPU dari Kejaksaan Bale Bandung, yang diketuai oleh Romlah, SH, MH.

Dalam pembacaan dakwaan tersebut, dimana terdakwa melakukan pembunuhan, bahkan cenderung tidak berperikemanusiaan melakukan penusukan brutal lebih dari 10 kali dan menghasilkan luka yang mematikan dari awal. Akan tetapi, penerapan Pasal yang dibacakan yang menyebabkan kekecewaan di pihak keluarga korban dan rekan sejawat seperjuangan yang mereka anggap, bahwa penggunaan Pasal 351 tidak layak diterapkan oleh JPU, karena terlalu lemah dalam kasus pembunuhan sadis tersebut.

Melalui awak media, Kuasa Hukum dari keluarga korban, Muchtar Effendi, SH, & Partner, yang didampingi oleh Dr. Anton Minardi, SH mengatakan, “Saya sangat kecewa. Sidang ini adalah sidang perdana dari kasus pembunuhan Letkol Inf (Purn) H. Muhammad Mubbin, bahkan lebih tepat disebut sebagai pembantaian. Karena kalau pembunuhan hanya 1 atau 2 tusukan lantas mati, tidak berulang. Lah ini kalau dilihat dalam slow motion CCTV, bisa sampai 18 kali. Dan Pasal yang diterapkan adalah Pasal alternatif, yaitu Pasal 351-3 walau ada Pasal 338 subsider dan 340 primer. Dan saya sangat merasa kecewa sebagai Tim Kuasa Hukum. Karena dari awal saya bekerja, sudah meminta agar Pasal 351 ini dianulir dan lebih memperhatikan Pasal 340, karena ini adalah pembantaian, bukan lagi pembunuhan. Hal ini saya sampaikan ke Polda dan melalui rekan yang bekerjasama dengan pihak Kejaksaan dan disampaikan melalui Kejaksaaan, agar Pasal 351 dianulir. Akan tetapi faktanya, Pasal ini malah dibacakan. Jadi, dimana Kuasa Hukum memohon agar dihukum seberat-beratnya, menjadi tidak berfungsi dan terkesan landai,” ujarnya heran.

“Atas dasar hal tersebut, saya akan komplain kepada pihak penyelenggara persidangan,” imbuh Muchtar.

Demikian pun disampaikan rekan sejawat korban, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, SE, yang secara kebetulan adalah rekan satu angkatan korban, yang mengungkapkan, bahwa sidang perdana ini tidak memuaskan.

“Sekarang sudah saatnya, jangan sampai hukum ini berpihak kepada siapa yang bayar. Saya adalah sebagai Warga Negara yang mencari keadilan. Dan jika dilihat dari awal, rupanya ada upaya meringankan si pelaku. Makanya saya dan kawan-kawan, baik itu dari Purnawirawan maupun FKPPI beserta elemen masyarakat lain, merasa perlu adanya Penasehat Hukum dari pihak korban. Supaya hukum bisa ditegakkan berdasarkan kejujuran, kebenaran dan keadilan. Tapi pada faktanya, hari ini saya kecewa berat, seperti apa yang disampaikan JPU. Ini semua akan dipertanggungjawabkan di yaumul akhir,” ucapnya.

Mumpung masih awal, kata Yayat Sudrajat, yuk kita sama-sama mengajak dan mengingatkan, agar para Gakkum yang merupakan wakil Tuhan di dunia, bahwa kalau mereka selaku pihak Gakkum tidak mau melakukan tugasnya dengan benar, kembali saya sangat kecewa dan mengucapkan innaalillaaHi dan saya yakin, ada balasan di yaumul akhir,” tandasnya.

“Saya lihat, pada saat ini hukum berpihak kepada siapa yang bayar. Dan saya yakin, kalau tidak ditemani rekan-rekan semuanya, baik itu para Purnawirawan dan FKPPI dan elemen masyarakat lainnya, sepertinya persidangan ini akan aneh. Jadi, pelakunya itu ditangkap masuk penjara, masuk persidangan, atau masuk penjara sebentar, setelah itu bebas tanpa nilai hukuman yang sebanding,” terusnya.

Jangan sampai ini terjadi, terutama pada permasalahan yang menindas kepada rakyat.

“Kita punya tujuan nasional, kita harus mengayomi dan mewakili masyarakat yang tertindas. Makanya kita percaya penuh terhadap sikap dari institusi yang bersinggungan dengan permasalahan pembantaian ini, untuk memproses dan bisa meyakinkan kepada Hakim, bahwa orang ini memang melakukan pembunuhan dengan sadis atau pembantaian,” urai Yayat Sudrajat.

“Sekali lagi saya minta kepada pihak Gakkum, lakukan tugas dengan benar, dengan adil, karena ini masalah kemanusiaan. Tunjukkan kepada masyarakat, bahwa Gakkum kita masih bisa dipercaya oleh rakyat, walau pada faktanya, saat ini rakyat sudah tidak percaya kepada para Gakkum,” lanjutnya.

“Saya ketuk sekali lagi, bekerjalah dengan benar dan seadil-adilnya, karena Tuhan menyaksikan,” pungkas Yayat. (HAP)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *