Aparat Kepolisian Masih Anggap Enteng Keselamatan Suporter
Jendela Jurnalis, Semarang –
Belum beres penyelesaian kasus Kanjuruhan, kita kembali dipertontonkan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian, kepada kawan – kawan suporter di Semarang.
Dalam penggunaan kekuatan, Aparat Kepolisian harusnya patuh pada ketentuan dan prinsip yang dimuat dalam Peraturan Kapolri No. 1 tahun 2009, yaitu prinsip legalitas, necesitas, proporsionalitas, preventif, masuk akal/reasonable.
Tindakan Kepolisian kepada para suporter seperti yang kita lihat dalam beberapa video, menunjukkan bahwa:
- Kepolisian melanggar prinsip necesitas. Necesitas adalah tindakan seperlunya dan tidak bisa dihindarkan. Membanting dan melakukan kekerasan terhadap suporter, menembakkan gas air mata dalam jarak yang cukup dekat dengan kerumunan massa, termasuk mengejar para suporter yang berujung tindakan kekerasan, merupakan hal-hal yang dirasa tidak perlu dilakukan.
- Proporsionalitas, artinya tindakan yang dilakukan harus seimbang antara ancaman yang dihadapi, dengan tingkat kekuatan atau respon Anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan. Memukul, mengejar, menembakkan water canon dan berulangkali menembakkan gas air mata, sangat tidak seimbang dan justru sangat beresiko membuat korban jiwa.
- Reasonable, artinya tindakan itu harus masuk akal. Melihat tindakan Kepolisian yang tidak seimbang dengan ancaman yang ada, maka tindakan itu tidak masuk akal. Tindakan tidak masuk akal, beresiko membuat korban jiwa.
- Tindakan Preventif, harusnya Kepolisian menghindari penggunaan gas air mata dan memukul suporter serta mengutamakan pencegahan, misal memberi rekomendasi agar tidak dilakukan pertandingan, atau dengan memberikan rekomendasi larangan penonton secara tidak mendadak saat tiket sudah terjual, sekaligus penyebaran informasi yang meluas.
- Legalitas, artinya semua tindakan Kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk ketentuan implementasi mengenai HAM, berdasarkan instrumen internasional, nasional, maupun aturan internal Polri. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Anggota Polri kepada suporter, jelas merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip HAM.
Selain itu, dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 juga dijelaskan, bahwa definisi dari tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan atau tindakan lain yang dilakukan secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku, untuk mencegah, menghambat atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan. Dalam Perkapolri tersebut ditegaskan, bahwa tindakan Kepolisian dilakukan secara spesifik kepada pelaku kejahatan, bukan seseorang yang masih diduga sebagai pelaku kejahatan, tanpa proses pemeriksaan dan pembuktian yang objektif berdasarkan hukum.
Menurut kami dari LBH Semarang, Panitia Pelaksana dan Aparat Negara Kepolisian, masih saja menganggap enteng keselamatan para suporter. Oleh karena itu, kami menuntut agar:
1) Menghentikan penggunaan kekuatan berlebihan dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian, sesuai dengan prinsip HAM.
2) Kepada PSSI, untuk melakukan pemeriksaan mendalam kepada Panitia Pelaksana. (Red/AP)