Alijullah Jusuf, Dari Penumpang Gelap Menjadi Lurah Paris
Jendela Jurnalis, Jakut –
Pada tahun 1967, Alijullah Hasan Jusuf muda membuat geger nasional bahkan internasional, karena menjadi penumpang gelap ke Eropa (mendarat di Amsterdam), dari Jakarta hanya bermodalkan boarding pass bekas. Namun dia ditangkap Aparat Keamanan, sempat ditahan beberapa hari dan kemudian dikembalikan ke Indonesia.
Kurang dari setahun pasca kegagalan menyelundup ke Amsterdam tersebut, Alijullah kembali mencoba mewujudkan mimpinya. Kali ini tujuannya Paris atau London. Menumpang pesawat Qantas dalam kabin sebagai penumpang gelap, Alijullah berakrobat menghilangkan diri. Dia berlindung di tengah tubuh-tubuh raksasa pemain rugbi Perancis, hingga menerobos gerbang imigrasi Bandara Le Bourget di Paris.
Semua kisah itu beliau tulis dalam dua buku, yaitu “Penumpang Gelap” (2014) serta “Penumpang Gelap 2/Paris Je Reviendrai” (2015).
Sekarang, Pak Ali menikmati masa tua sebagai pensiunan Staf Lokal KBRI Perancis di Paris. Beliau menghabiskan waktu dengan menulis dan juga membantu orang-orang Indonesia yang kebetulan pergi ke Paris. Beliau dikenal dengan sebutan “Lurah Paris” dan kisah tersebut ditulis pada buku ketiga, yang berjudul sama, yaitu “Lurah Paris” (2022).
Kisah itu didiskusikan dalam acara Book Talk dan Meet the Author, yang diselenggarakan oleh Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) dan Indonesia Hidden Heritage Creative Hub (IHHCH) didukung Museum Bahari Jakarta, Minggu (11/12/22) bertempat di Museum Bahari Jakut.
Buku yang dibahas adalah Penumpang Gelap (2014), Penumpang Gelap 2/Paris, Je Reviendrai (2015), serta Lurah Paris (2022), dengan narasumber Alijullah Hasan Jusuf (penulis), serta Riri Satria (Ketua JSM) dan dipandu oleh Nofa Farida Lestari (Direktur IHHCH).
Pada acara tersebut, juga dibacakan nukilan masing-masing buku oleh tiga perempuan penyair, yaitu Emi Suy, Nunung Noor El Niel dan Rissa Churria.
“Saya sangat terharu dengan acara ini, apalagi ketika Mbak Emi, Mbak Nunung dan Mbak Rissa, membacakan nukilan buku-buku tersebut. Saya jadi teringat dengan kisah hidup saya di masa lalu. Uda Riri dan Mbak Nofa, juga pandai mengajak saya mengingat masa lalu hidup saya, lewat diskusi ini. Terima kasih kepada JSM dan IHHCH, atas semua ini”, demikian Alijullah Jusuf menjelaskan, didampingi sang istri, Suryati Harefa.
Mengapa IHHCH ikut serta dalam acara ini? Direktur IHHCH, Nofa Farida Lestari menjelaskan, “Dalam dua buku pertama yang ditulis Pak Ali, secara tak sengaja juga menceritakan sejarah masa lalu kota Jakarta, misalnya bagaimana suasana Bandara Kemayoran tahun 1967, jalan-jalan di Kota Jakarta saat itu dan sebagainya. Jadi, selain novel-autobiografi, buku-buku Pak Ali ini juga sangat menarik sebagai catatan sejarah”.
Sementara itu, Ketua JSM, Riri Satria menjelaskan, “Saya mengenal Pak Ali ketika sedang menempuh kuliah S3 di Paris, Prancis. Beliau yang menjemput saya di Bandara Charles de Gaule, di Paris. Mengajak keliling Paris dan Pak Ali yang menyetir mobil. Saat itulah saya mengetahui, Pak Ali juga menuliskan novel-autobiografi tentang kisah hidup dirinya. Pada tahun 2017 ketika saya meluncurkan buku puisi saya berjudul Winter in Paris di Ubud Writers and Readers Festival 2017, Pak Ali juga hadir, karena pas sedang berada di Indonesia. Hari ini, kami membuatkan acara ini untuk Pak Ali, sebelum kembali ke Paris, lusa.”
Ketika dimintai pendapatnya mengenai sosok Alijullah Jusuf, penyair Emi Suy mengatakan, bahwa ini adalah sosok yang visioner, persisten, punya kemauan yang kuat, pemberani namun mudah mellow, serta nekat.
“Saya menyimpulkan itu, setelah membaca buku-bukunya dan ketemu langsung orangnya, langsung beberapa kali di Jakarta dan tahun 2017 di Ubud Bali, ketika peluncuran buku puisi Bang Riri,” demikian Emi, melanjutkan dan diamini oleh Nunung dan Rissa, yang sama-sama membacakan nukilan buku pada acara tersebut.
Kepala Museum Bahari Jakarta, Mis’ari, menyambut baik dan bahagia atas diselenggarakannya acara ini di Museum Bahari.
“Museum Bahari terbuka untuk berbagai acara literasi dan sejarah, karena museum bukan hanya berkisah tentang masa lalu, namun menjadi tempat pembelajaran bagaimana kita menatap masa depan, dengan mempelajari masa lalu,” demikian Mis’ari mengatakan dalam sambutannya. (AP)