Bulan: Februari 2023

PN Karawang Eksekusi 24 Rumah di Citaman untuk Tol Japek 2, Askun: Dimana Bupati dan Wakil Rakyat Saat Dibutuhkan?

Asep Agustian, SH, MH

Jendela Jurnalis, Karawang -
PN Karawang melakukan eksekusi penggusuran sebanyak 24 rumah dari 46 KK di Citaman, Ds. Amansari, Kec. Pangkalan, Karawang, Jabar, Senin (30/1/23). Penggusuran tersebut dilakukan untuk kepentingan pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) 2, dengan bantuan ratusan Aparat Gabungan yang terdiri dari TNI-Polri.

Hampir dua tahun lamanya, warga Citaman memperjuangkan nasib dan haknya sendiri, tanpa ada bantuan dari para wakil rakyat atau bahkan Bupati dan Wabup Karawang, Cellica-Aep. Menyikapi persoalan ini, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kab. Karawang, Asep Agustian, S.H, M.H, sangat menyayangkan absennya Pemda maupun para wakil rakyat, dalam proses eksekusi lahan untuk proyek Japek 2 di Kp. Citaman.

Asep Agustian, S.H, M.H, yang akrab disapa Askun menilai, dalam persoalan ini seakan rakyat dibiarkan berjuang sendiri dalam menuntut keadilan, tanpa adanya pendampingan dari Negara dalam hal ini Pemda maupun para Anggota DPRD Karawang.

“Kemana Bupati? Kemana para Pejabat Pemda? Dimana mukanya para Anggota DPRD mulai dari Kabupaten, Provinsi sampai Anggota DPR-RI,” ungkap Askun kepada awak media, Rabu (1/2/23).

Padahal kata Askun, 46 KK yang mendiami 24 rumah yang tergusur di Citaman, terlihat sangat berharap kehadiran Pemda dan para wakil rakyat, yang setiap kali Pemilu selalu datang menyambangi mereka untuk meminta suara.

“Wahai para Pejabat Bupati dan DPRD, apakah Anda melihat rakyatnya menangis, rakyatnya pingsan saat rumahnya diratakan dengan beko? Para wakil rakyat yang setiap Pemilu datang mengemis meminta suara, kemarin ketika eksekusi tidak terlihat mukanya datang mendampingi rakyatnya,” sindir Askun.

Lanjutnya, “Mereka ini mikir tidak sih, rakyatnya yang tergusur setelah rumahnya diratakan dengan tanah akan tinggal dimana? Mereka pernah membayangkan tidak, jika hal serupa terjadi kepada anggota keluarganya.”

Selain itu, Askun juga menyoroti perihal pengamanan eksekusi lahan oleh Aparat Gabungan TNI-Polri yang dinilai terlalu berlebihan. Dimana, ada ratusan Personel Aparat Gabungan taktis yang turun ke Citaman.

Sehingga kondisi ini menciptakan suasana ketakutan bagi warga. Bahkan Aparat Kepolisian sudah berjaga-jaga di lokasi, sebelum hari H eksekusi.

“Saya baca di berita, sampai 300 Personel. Sedangkan rumah yang mau dieksekusi itu cuma 26 KK. Buset deh, sudah kayak mau ngepung teroris saja,” katanya.

Diyakini Askun, sebenarnya tidak ada satupun warga Citaman yang ingin menentang kebijakan Pemerintah dalam hal ini pembangunan Japek 2 yang masuk dalam Pronas. Namun demikian, tentu nilai-nilai kemanusiaan harus diterapkan dalam setiap proses pembangunan Negara.

“Yang ada warga makin takut. Saya rasa mereka tidak ada yang mau menentang Negara. Cepat atau lambat, proyek strategis nasional memang pasti berjalan. Hanya saja, di sini masih ada yang belum diperlakukan adil. Tempuh dulu itu seharusnya,” tandas Askun. (Red/AP)

Pendapatan Retribusi TPI Tahun 2022 Anjlok, Setakar Kritik Pemkab dan DPRD Karawang

Ilustrasi peta dan potensi pelelangan yang ada di Pemkab Karawang

Jendela Jurnalis Karawang -
Serikat Tani Karawang (Setakar) Kabupaten Karawang melontarkan kritikan tajam terhadap Pemkab Karawang dan DPRD Karawang terkait anjloknya pendapatan retribusi penyediaan tempat pelelangan ikan (TPI) tahun 2022.

Menurut Ketua Setakar, Deden Sofyan, target retribusi penyediaan TPI pada tahun 2022 sebesar Rp725 juta (APBD Murni), Rp755 juta (APBD Perubahan).

Sedangkan data yang didapatkan dari BPKAD Karawang realiasi pendapatan retribusi penyediaan TPI hanya Rp250 juta, belum termasuk surat tanda setoran Rp40 jutaan yang belum selesai diverifikasi.

“Apa kerjanya Pemkab Karawang dan DPRD Karawang sampai pendapatan retribusi TPI turun tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya,” tegas Deden kepada jurnalis, Rabu (1/2/2023).

Ia menjelaskan, pihaknya sudah beberapa kali mewanti-wanti kepada Pemkab Karawang melalui Dinas Perikanan, bahkan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Karawang dan sidak ke TPI Ciparage dengan tujuan agar bersama-sama mengawal pendapatan retribusi penyediaan TPI terealisasi sesuai target.

“Dalam RDP dan sidak itu pun sebenarnya terungkap ada permasalahan di TPI yang harus dibenahi agar target retribusi TPI terealiasi. Tapi faktanya mengecewakan, kami akan telusuri masalah tersebut sampai tuntas,” pungkasnya. (Red).

Alumni Lemhannas Kecam Keras Penganiayaan Wartawan Lubuklinggau oleh Oknum Brimob

Jendela Jurnalis, Jakarta -
Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mengecam keras perbuatan brutal yang dilakukan oleh 3 orang Oknum Brimob yang menganiaya Adhio Septiawan alias Vhio, Wartawan media Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) yang bertugas di Lubuklinggau, Sumsel. Menurutnya, perilaku barbar para oknum tersebut merupakan hal yang tidak bisa dima'afkan begitu saja, melainkan harus diproses hukum, baik pidana maupun diberhentikan dari Keanggotaan Polri.

Hal itu disampaikan Wilson Lalengke kepada jaringan media se-nusantara, menyikapi peristiwa penganiayaan berat yang menimpa Vhio oleh para oknum begundal Brimob itu, Selasa, 31 Januari 2023.

“Berdasarkan kronologi kejadian yang disampaikan korban, saya kehilangan kata yang layak untuk ketiga Oknum Brimob itu. Perbuatan mereka itu sangat biadab! Pimpinan Polri harus memproses para oknum itu secara pidana dan pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH,” tegas Ketum PPWI, itu yang juga merupakan Pimred KOPI, dengan situs www.pewarta-indonesia.com, Selasa, 31 Januari 2023.

Diceritakan Vhio, peristiwa kekerasan terhadap Insan Pers ini bermula saat korban pada Senin, 30 Januari 2023, sekira pukul 01.30 WIB, melintas bersepeda motor di Kompleks Perum, di Jl. Cereme Dalam, Kel. Cereme Taba, Kec. Lubuklinggau Timur II, Kota Lubuklinggau, Sumsel. Ketika melintas itu, dirinya melihat adanya aktivitas keluar-masuk kendaraan dan orang, laki-laki dan perempuan, di sebuah rumah besar.

Insting Wartawannya timbul, Vhio segera melakukan tugas jurnalistiknya dengan mengambil foto dan video aktivitas tersebut. Pemilik rumah, Aris Sandratama, yang kebetulan adalah Pejabat di Pemkot Lubuklinggau, melihat Vhio yang sedang mengabadikan aktivitas mereka. Aris lantas keluar dan marah-marah terhadap Vhio.

Tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan bermaksud mengkonfirmasi kembali esok harinya saja, Vhio kemudian pergi meninggalkan lokasi tersebut. Selanjutnya memutuskan untuk pulang ke rumah, namun berhenti ke Pos Penjagaan Perumahan itu.

Kebetulan, bersama sang Security Perumahan, Vhio kemudian pergi ke warung untuk beli rokok. Sekira lebih seratus meter berjalan berboncengan, mereka berdua dicegat oleh dua orang berpakaian Brimob bersenjata laras panjang dan satu orang pakaian preman, persis di depan Masjid Taqwa, di dekat rumah yang direkam korban. Ketiga orang itu di dalam mobil, yang sementara berjalan, mereka mengeluarkan tembakan sebanyak 4 kali untuk memerintahkan Vhio menghentikan motornya.

Saat dicegat, tiga orang diduga Anggota Brimob tersebut, menanyakan maksud Vhio mengambil foto dan video tersebut. Sejurus kemudian, ketika Vhio mencoba menjelaskan, orang-orang itu langsung menganiaya korban dengan cara memukul wajah, membanting dan menyeret korban. Setiap kali Vhio bersuara memberi penjelasan, para oknum begundal Brimob itu melepaskan pukulan ke bagian kepala dan tubuh korban.

"Tiga orang itu, dua orang seragam Brimob bersenjata laras panjang dan satu orang pakaian preman, mereka menyeret, membanting, ada yang menendang dan memukul. Saya diperlakukan seperti teroris. Padahal saya sedang dalam menjalankan tugas Wartawan, karena insting saya mencurigai aktivitas di rumah itu," terang Vhio.

Akibat keganasan para Oknum Brimob tersebut, korban babak belur, mengalami banyak luka di bagian wajah sebelah kiri dan benjol di pelipis mata kiri, luka kaki dan luka bagian tangan. Vhio akhirnya harus masuk RS, untuk pengobatan dan pemulihan luka-luka dan benjol-benjol yang dideritanya.

Parahnya lagi, perilaku barbar para oknum bandit ganas berseragam coklat itu tidak hanya menganiya korban. Usai menganiaya, ketiga Oknum Brimob tersebut memborgol Vhio, memasukkannya dalam mobil dan membawa Vhio ke Mapolres Lubuklinggau.

"Sampai di Polres, saya tanya kesalahan saya apa dan dasar membawa saya apa. Pihak Polisi di Polrespun juga bingung, apa dasar para Oknum Brimob itu membawa saya ke Polres. Akhirnya saya disuruh pulang," kata Vhio.

Menanggapi kejadian itu, Wilson Lalengke mengatakan, bahwa Institusi Polri harus tegas menindak para Oknum Anggotanya yang berperilaku brengsek, tidak berperikemanusiaan, sewenang-wenang, arogan dan bahkan tidak bermoral.

“Sangat mungkin, para oknum itu sedang dalam kondisi mabuk dan/atau mengkosumsi narkoba. Perilakunya sangat aneh, sama sekali tidak mencerminkan sebagai manusia yang dididik dengan mental ‘Kepolisian’ yang harus melayani, melindungi, mengayomi dan menolong rakyat. Otak, hati dan jiwanya seperti makhluk barbar, tidak berperadaban. Memborgol orang tanpa alasan yang jelas, tanpa melalui prosedur hukum yang sah, tanpa Surat Penangkapan atau penahanan, itu namanya penculikan. Sangat berbahaya jika Polri terus memelihara anggota semacam para Oknum Brimob tersebut,” jelas lulusan Pasca Sarjana Bid. Global Ethics dari Birmingham University, Inggris ini.

Oleh karena itu, sambung Wilson Lalengke, pihaknya mendesak Kapolri untuk mengevaluasi seluruh anggotanya, dari level teratas hingga ke level terendah.

“Jumlah Oknum Polisi yang di luar ‘Standar Polisi’ sudah melebih batas normal. Tinggal sedikit sekali jumlahnya yang masih tergolong Polisi yang benar-benar Polisi. Jadi, para Anggota Polri seperti ketiga Oknum Brimob di Lubuklinggau itu, seharusnya diberhentikan saja, jangan dipelihara. Bodoh sekali bangsa ini mau saja membiayai kehidupan Oknum Aparat bermental barbar semacam itu,” tutur Tokoh Pers Nasional, yang terkenal getol membela Wartawan dan warga yang terdzholim, ini menutup Pernyataan Persnya. (AP)