Batalkan Perjanjian Secara Sepihak, Ujang Kosasih Gugat PMH Ratna Rezekie ke PN Jakbar
Jendela Jurnalis, Jakarta –
Penasehat Hukum PPWI, Adv. Ujang Kosasih, SH, mewakili kliennya H. Yayan Sofyan, mendaftarkan gugatan PMH terhadap Ratna Rezekie, ke PN-Jakbar. Ratna Rezekie, wanita berusia 35 tahun yang tinggal di Jl. Pengukiran I, No. 18, Kel. Pekeojan, Kec. Tambora, Jakbar ini, diduga kuat telah melakukan pelanggaran perdata, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata, akibat melakukan pembatalan perjanjian perdamaian secara sepihak. Tidak hanya itu, setelah membatalkan perjanjian damai yang dibuat bersama H. Yayan Sofyan, Ratna Rezekie juga diduga kuat memeras Yayan sebesar Rp10 m.
Dalam melakukan aksinya, Ratna tidak bekerja sendiri. Bersama dia sebagai Tergugat I, Adv. Ujang Kosasih, SH juga menggugat Lie Rudy Iskandar (L/44) sebagai Tergugat II, Fitro Dharma Hermawan S.DS (L/39) sebagai Tergugat III dan Marvin Buntara (L/36) sebagai Tergugat IV. Para terduga aktor PMH ini, dibantu oleh seseorang yang mengaku sebagai Kuasa Hukum mereka, bernama Farida. Dalam kasus ini, Oknum Polisi di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, juga diduga kuat terlibat sindikat mafia hukum tersebut.
“Gugatannya sudah kita daftarkan ke PN-Jakbar kemarin, Jum’at, 23 Desember 2022 dan sudah diterima oleh Pengadilan, dengan No. Reg (online, red): PN JKT.BRT-122022FZN. Selah itu, kita akan segera masukan berkas gugatan langsung ke PN Jakbar,” ungkap Adv. Ujang Kosasih, SH kepada Jendral News, Sabtu, 24 Desember 2022.
Secara detail, Ujang Kosasih selanjutnya membeberkan kronologi peristiwa yang terjadi hingga munculnya PMH, yakni pembatalan perjanjian damai secara sepihak dan pemerasan, yang diduga kuat dilakukan oleh Ratna Rezekie dan komplotannya, dibantu Oknum Pengacara dan Polisi Polda Metro Jaya.
Pada tanggal 25 November 2021, sebanyak 99 orang peserta bisnis trading forex PT. Sentra Megah Indotek (SMI) milik Hartedi, H. Yayan Sofyan dan Fahmi Alfian, yang merasa dirugikan Perusahaan ini, memberikan kuasa khusus kepada Ratna Rezekie (Tergugat I) untuk mengambil langkah-langkah hukum terhadap SMI. Selanjutnya, pada tanggal 29 November 2021, Ratna Rezekie memberikan kuasa (subtitusi) kepada Master Trust Lawfirm, Pimpinan Adv. Natalia Rusli, SH.
Untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan atas hal tersebut, pada tanggal 10 Desember 2021, Master Trust Lawfirm mewakili klien-kliennya, yakni Ratna Rezekie, Lie Rudy Iskandar, Fitro Dharma Hermawan S.DS dan Marvin Buntara, melaporkan 3 Direksi PT. SMI ke Polda Metro Jaya, dengan No. laporan LP: LP/B/6189/X11/2021/SPKT PMJ. LP tersebut kemudian berproses di Polda Metro Jaya, pada Ditreskrimsus.
Setelah melalui proses formil Kepolisian, mulai dari tahap Lidik dan klarifikasi para pihak, berkas laporan kemudian naik ke tahap Sidik. Ketiga Direksi PT. SMI, Hartedi, H. Yayan Sofyan dan Fahmi Alfian, akhirnya mengupayakan jalan perdamaian dengan para pelapor, untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Adv. Natalia Rusli, SH dari Master Trust Lawfirm bersama para pelapor, akhirnya sepakat bertemu dengan pihak PT. SMI yang diwakili oleh Ketum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, yang berperan membantu terjadinya perdamaian. Pertemuan perdamaian antara para pihak tersebut, dilaksanakan pada Selasa, 20 September 2022, di Publik Markette, Grand Indonesia, Jakpus. Selain Natalia Rusli, dari pihak pelapor hadir Ratna Rezekie, Lie Rudy Iskandar, Fitro Dharma Hermawan S.DS dan Marvin Buntara. Dari pihak terlapor PT. SMI, hadir Wilson Lalengke.
Pertemuan yang berlangsung cair, hangat dan penuh kekeluargaan itu, akhirnya menghasilkan Kesepakatan Perdamaian antara pelapor, yakni Ratna Rezekie bersama 99 orang yang diwakilinya, Lie Rudy Iskandar, Fitro Dharma Hermawan S.DS dan Marvin Buntara, dengan pihak Wilson Lalengke yang mewakili PT. SMI. Perjanjian Perdamaian itu tentu saja disertai kesepakatan pembayaran kompensasi kerugian, sesuai nominal yang disepakati.
PT. SMI selanjutnya melakukan pembayaran, baik secara langsung lunas maupun bertahap. Kepada beberapa pelapor perlu dilakukan pembayaran bertahap, sesuai kesepakatan dalam rangka menjaga komitmen penyelesaian kasus, melalui pencabutan LP. PT. SMI akan melakukan tahapan pelunasan, disaat penanda-tanganan pencabutan LP di Polda Metro Jaya.
Kepada para pelapor, PT. SMI telah melakukan pembayaran sebesar Rp.20.000.000, dari total Rp68.784.387 (USD 4.791) kepada Lie Rudy Iskandar; lunas Rp11.250,000 kepada Fitro Dharma Hermawan S.DS; dan Rp20.000.000, dari total Rp38.333.190 (USD 2.670) kepada Marvin Buntara. Sementara, untuk Ratna Rezekie yang berperan sebagai marketing PT. SMI tidak mendapatkan kompensasi, karena Tergugat I ini telah mendapatkan keuntungan dari bisnis forex PT. SMI sebesar lebih dari Rp1 m dan tidak mengalami kerugian apapun dari kerjasama bisnis dengan Perusahaan yang berpusat di Bandung itu.
Singkat cerita, berkas perjanjian perdamaian telah ditanda-tangani oleh para pihak dengan sadar dan tidak ada paksaan dari siapapun, pada Selasa, 20 September 2022. Isi perjanjian perdamaian itu pada intinya mengatakan, bahwa Ratna Rezekie (bersama 99 orang yang diwakilinya), Lie Rudy Iskandar, Fitro Dharma Hermawan S.DS dan Marvin Buntara, menyatakan kesediaan memberikan kuasa kepada Master Trus Lawfirm, untuk melakukan perdamaian dan pencabutan LP.
Pada tanggal 7 Desember 2022, salah satu terlapor H. Yayan Sofyan, dipanggil oleh Penyidik Polda Metro Jaya dan dipertemukan dengan orang yang bernama Farida, yang mengaku sebagai Kuasa Hukum Ratna Rezekie cs. Dalam pertemuan yang terkesan sebagai jebakan oleh Oknum Penyidik itu, Farida dan Oknum Polisi ini, membahas terkait pertanggung-jawaban PT. SMI. Farida dan Oknum Penyidik menyatakan, akan memproses lanjut kasus tersebut dan mengabaikan Surat Pernyataan Perjanjian Perdamaian serta berkas pencabutan laporan, yang sudah disampaikan para pelapor melalui Master Trust Lawfirm.
Yang mencengangkan, mengagetkan dan membuat bulu kuduk berdiri adalah, ketika Oknum Kuasa Hukum Ratna Rezekie cs bernama Farida, meminta pembayaran Rp10 m, agar kasus ini dapat diselesaikan dengan damai. Permintaan yang lebih tepat disebut pemerasan itu, terlihat diaminkan oleh Oknum Penyidik Polda Metro Jaya, yang memanggil terlapor. Dan, bahkan mereka menetapkan waktu penyelesaian pembayaran Rp10 m ini, hanya dalam tempo 10 hari terhitung sejak pertemuan tersebut.
Berdasarkan kronologi kejadian dan kesepakatan-kesepakatan yang terjadi antar kedua belah pihak, terlihat jelas bahwa Ratna Rezekie, Lie Rudy Iskandar, Fitro Dharma Hermawan S.DS dan Marvin Buntara, telah melakukan PMH. Secara khusus, Ratna Rezekie telah merugikan para Direksi PT. SMI, dengan cara memprovokasi para peserta bisnis PT. SMI, untuk mencabut Surat Kesepakatan Perdamian, tertanggal 20 September 2022 secara sepihak dan secara bersama-sama melakukan pemerasan kepada ketiga terlapor, dengan meminta dana Rp10 m kepada para Direksi PT. SMI tanpa dasar.
Yurisprudensi MA No. 4/Yur/Pdt/2018 menyatakan, bahwa “Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam PMH”. Berdasarkan ketentuan hukum ini, atas PMH tersebut, seseorang dapat mengajukan gugatan PMH, untuk meminta ganti rugi atas tindakan salah satu pihak yang membatalkan perjanjian secara sepihak.
“Hal ini sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa ‘Tiap PMH yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut’,” tegas Adv. Ujang Kosasih, SH.
Sementara itu, Ketum PPWI Wilson Lalengke menegaskan, bahwa pihaknya akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Disamping karena dirinya pada saat terjadinya kesepakatan perjanjian perdamaian hadir mewakili pihak PT. SMI, juga karena H. Yayan Sofyan merupakan Pengurus PPWI Nasional, yang harus di-advokasi oleh organisasi para Citizen Jurnalis Indonesia itu.
“Saya heran, demi uang, orang-orang semacam Ratna cs itu, bisa menghancurkan harga dirinya, dengan mengkhianati perjanjian yang dibuatnya sendiri. Manusia tanpa harga diri adalah sampah. Demikian juga Oknum Penyidik Polda Metro Jaya, yang diduga kuat berada di belakang Ratna cs itu. Saya akan laporkan segera oknum itu ke Kapolri, supaya dibereskan para aparat pengidap Virus Sambo semacam ini dan tidak boleh ada di institusi Polri,” sembur alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu menyesalkan, Sabtu, 24 Desember 2022. (Red/AP)