Agar Tak Terjadi Kembali Masalah Hukum, Ketua LMP Jabar Ingatkan Kalangan Legislatif Karawang Tak Terlibat Masalah Teknis Pokir
Jendela Jurnalis Karawang, JABAR – Bergejolaknya kembali kasus dugaan transaksional proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD II) Karawang yang diduga dilakukan oleh oknum pengusaha kontruksi dengan oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang berdasarkan petunjuk berupa pengakuan – pengakuan disesalkan oleh banyak pihak.
Bukan hanya pengakuan dari pengusaha yang kecewa, karena jumlah uang yang diberikan kepada terduga oknum anggota DPRD tidak sesuai dengan jumlah paket proyek yang dijanjikan. Sebelumnya, ada pernyataan atas kontribusi untuk salah satu Partai yang bersumber dari fee proyek APBD atas usulan Pokok Pikiran (Pokir).
Kemudian disusul dengan pengakuan pengusaha yang telah melakukan somasi terhadap terduga oknum anggota DPRD. Tak hanya itu, salah seorang anggota DPRD lainnya juga mengakui atas transaksional tersebut. Selanjutnya menyusul pengakuan pengusaha lainnya yang juga mengaku menerima pembayaran hutang dengan paket proyek dari terduga anggota DPRD.
Dari beberapa permasalahan itu. Publik memberikan respon yang hampir sama, meminta Aparat Penegak Hukum (APH) agar serius melakukan pengusutan, dan berdasarkan informasi yang didapat. Laporan terbaru sudah masuk ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang.
Mengingat hal demikian, tokoh masyarakat Karawang yang juga merupakan Ketua Organisasi Masyarakat (Ormas) berskala Nasional di Jawa Barat, yaitu Ketua Laskar Merah Putih Markas Daerah Jawa Barat (LMP Mada Jabar), H. Awandi Siroj Suwandi mengaku sangat prihatin atas gejolak yang sedang terjadi.
Dirinya mengatakan, “Sebagai orang tua, saya enggan menyalahkan dan membenarkan salah satu pihak. Secara aspek psikologis, pihak yang mempersoalkan saya anggap wajar. Sebab landasan argumentasi dan tindakan atas upaya hukumnya dibenarkan secara konstitusi,” Kamis, (22/6/2023).
“Tapi dilain sisi, jika pun benar adanya dugaan intervensi persoalan teknis kegiatan pembangunan yang diduga dilakukan oleh terduga oknum anggota DPRD terhadap eksekutif dengan menitipkan pengusaha, bahkan adanya transaksional. Meski dari aspek aturan tidak dibenarkan, namun secara psikologis saya anggap juga wajar. Sebab mengingat pendapatan legal anggota legislatif relatif masih sangat kecil, sedangkan biaya politik sangat tinggi,” terangnya
Masih kata abah Wandi sapaan akrabnya, “Oleh sebab itu, permasalahan ini perlu segera dibuatkan solusinya. Indonesia sebagai Negara yang menjunjung tinggi hukum sebagai Panglima tertinggi, tentu yang Perlu diurai dari aspek regulasi. dimana Undang – Undang MD3 beserta peraturan dibawahnya, berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) harus menyesuaikan,”
“Karena selama ini, UU MD3 dengan peraturan dibawahnya, hanya memberikan kewenangan pada legislatif untuk melaksanakan penyerapan aspirasi masyarakat yang kemudian diusulkan kepada eksekutif. Selebihnya hanya melaksanakan monitoring saja. Sekedar intervensi masalah teknis saja bisa masuk kategori Abuse Of Power atau penyalah gunaan wewenang,” ujarnya
Menutup pernyataannya, abah Wandi mengutarakan, “Saran saya, sebaiknya kalangan legislatif hindari potensi bahaya yang pada akhirnya berurusan kembali dengan APH. Kalau pun mau, lakukan ikhtiar dengan cara mengusulkan perubahan regulasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Minimal ada klausul dalam UU MD3 yang membolehkan legislatif bisa intervensi ranah teknis dalam program pembangunan yang menjadi usulan aspirasi,” pungkasnya. (Pri)*