Ali Nurdin Apresiasi Penundaan Pencabutan Moratorium Penempatan PMI ke Timur Tengah: Usul Revolusi Tata Kelola dan Penguatan Regulasi

Jendela Jurnalis JAKARTA – Ketua Umum F-Buminu Sarbumusi, Ali Nurdin, menyambut positif keputusan pemerintah untuk menunda pencabutan moratorium penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Timur Tengah. Menurutnya, penundaan ini adalah langkah bijak di tengah belum terselesaikannya berbagai persoalan mendasar yang justru menjadi alasan utama diterapkannya moratorium oleh menteri-menteri sebelumnya seperti Muhaimin Iskandar dan Hanif Dhakiri.
“Kita harus jujur, akar persoalan penempatan PMI ke Timur Tengah belum benar-benar dibenahi. Mulai dari sistem penempatan yang longgar, perlindungan hukum yang lemah, hingga maraknya praktik perdagangan orang. Maka, langkah pemerintah untuk menunda pencabutan moratorium ini patut diapresiasi,” ujar Ali Nurdin dalam pernyataannya.
Lebih jauh, Ali Nurdin menekankan perlunya revolusi tata kelola dalam sistem penempatan dan perlindungan PMI. Menurutnya, perombakan sistem ini tidak cukup hanya dengan reformasi teknis atau kebijakan sektoral, tetapi membutuhkan payung hukum yang kuat melalui revisi atau amandemen Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Pengesahan revisi UU adalah dasar bagi reformasi total. Undang-undang harus menjadi poros hukum untuk seluruh turunan peraturan, baik peraturan pemerintah maupun peraturan menteri. Kita tidak bisa membangun sistem yang adil dan bermartabat kalau pijakannya rapuh,” jelasnya.
Ali juga menolak wacana penghapusan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebagai operator dalam sistem ini. Menurutnya, badan seperti BP2MI tetap harus ada, meskipun bisa dengan nama baru. Hal ini mengingat fungsi operator tidak dapat dirangkap oleh lembaga regulator seperti Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).
“Kita tidak mungkin membiarkan wasit merangkap jadi pemain. Perlu dibentuk lembaga khusus yang fokus sebagai operator tata kelola penempatan dan perlindungan PMI. Apakah nantinya di bawah presiden langsung atau Menko Pemberdayaan Masyarakat, itu soal teknis. Yang penting, lembaga ini bisa mensinergiskan seluruh kementerian terkait secara fungsional dan sistematis,” tegasnya.
Lembaga operator ini diusulkan menjadi sistem layanan satu pintu yang terdiri dari unsur tripartit: pemerintah, asosiasi perusahaan penempatan, serta NGO atau serikat buruh. KP2MI tetap menjadi regulator utama, tetapi pelaksanaan teknis berada di tangan lembaga operator yang melibatkan berbagai kementerian strategis seperti Kementerian Desa, Kementrian Luar Negeri, Kemensos, Kementerian Pendidikan, Kemenkes, Kemenkop dan UMKM, Kemenpora, Kemendagri, Kepolisian, Imigrasi, hingga Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan serta kementerian terkait lainnya yang harus mempunyai tanggungjawab yang sama.
Secara filosofis, usulan Ali Nurdin mencerminkan pandangan sistemik yang berbasis pada pendekatan holistik bahwa pekerja migran bukan hanya entitas ekonomi, tetapi manusia utuh dengan kebutuhan pendidikan, kesehatan, hukum, sosial dan budaya. Teori Human Development dari Amartya Sen menjadi relevan dalam konteks ini, di mana pembangunan manusia tidak cukup hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga dari perluasan pilihan hidup dan perlindungan atas martabat.
Kementerian Luar Negeri harus mengambil peran sebagai pelindung utama di luar negeri dengan memastikan adanya perjanjian bilateral yang melindungi hak-hak PMI serta menyediakan diplomat khusus yang memahami isu migrasi pekerja migran untuk advokasi. Kementerian Desa, bisa menjadi garda depan dalam pendataan awal calon PMI dan pemantauan purna migrasi. Kementerian Pendidikan bertanggung jawab atas pelatihan bahasa dan keterampilan calon PMI, termasuk pendidikan bagi anak-anak dan keluarganya.
Kementerian Kesehatan diperlukan untuk pemeriksaan dan layanan kesehatan PMI dan keluarganya. Kementerian Sosial dan PPPA dapat memberikan layanan trauma healing dan bantuan sosial untuk korban kekerasan atau perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak. Kementerian UMKM dan Koperasi diharapkan menjadi pendorong pemberdayaan ekonomi PMI dan pengembangan wirausaha purna migrasi. Kemenpora memiliki potensi besar dalam pembinaan mental dan motivasi, sementara Kemendagri, Imigrasi, dan Kepolisian bertugas dalam pengadministrasian, penerbitan dokumen, serta penegakan hukum.
“Kita butuh revolusi, bukan tambal sulam. Perlu sistem yang manusiawi, bermartabat dan berkeadilan. Negara wajib hadir tidak hanya saat keberangkatan, tapi dari hulu ke hilir dalam kehidupan pekerja migran,” tutup Ali Nurdin.
Dengan skema ini, penempatan dan perlindungan PMI tidak lagi menjadi urusan satu lembaga, melainkan tanggung jawab kolektif negara melalui orkestrasi kebijakan lintas sektoral yang berlandaskan pada keadilan sosial. dihargai, dilindungi, dan disejahterakan. (red)*