Jendela Tokoh & Opini

Konfederasi Sarbumusi dan Koalisi Serikat Buruh Merah Putih: Buruh di Persimpangan, Krisis Nasional

Published by
admin
Konfederasi Sarbumusi dan Koalisi Serikat Buruh Merah Putih

Jendela Jurnalis JAKARTA – Di tengah riuh rendah politik dan guncangan ekonomi, suara buruh kembali menggema. Bukan sekadar dalam teriakan demonstrasi di jalan, tetapi lewat pernyataan sikap resmi yang menandai lahirnya Koalisi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Merah Putih. Koalisi ini, gabungan lima konfederasi nasional dan 56 federasi buruh strategis, muncul sebagai respon atas dinamika sosial-ekonomi yang semakin tak menentu.

‎Irham Ali Saifuddin Presiden Konfederasi menyatakan bahwa Pernyataan bahwa sikap yang di keluarkan dan di tandatangani ini terasa lebih dari sekadar daftar tuntutan. ini adalah peta jalan baru gerakan buruh di Indonesia, yang berdiri di persimpangan antara dukungan terhadap agenda pembangunan Presiden Prabowo Subianto dan kritik tajam terhadap arah kebijakan ketenagakerjaan. Ujar Irham dalam Konfrensi Pers 3/9/2025 di Jl. erlangga Jakarta selatan.
‎*Berikut Pernyataan Koalisi Serikat Buruh Serikat Pekerja Merah Putih yang ditandatangan 5 Presiden Konfederasi yang mewakili dari 56 Federasi:*

‎1. Kami menyatakan duka cita dan keprihatinan atas gangguan sosial ekonomi yang berdampak luas terhadap dunia ketenagakerjaan akhir-akhir ini, termasuk di dalamnya perusakan fasilitas umum, penangkapan demonstran dan bahkan gugurnya kawan-kawan pekerja dan demonstran. Kami meminta Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk memulihkan situasi nasional, mengusut tuntas dalang kerusuhan dan membebaskan aktivis;
‎2. Terkait dengan pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan 4 (empat) pimpinan konfederasi serikat buruh/serikat pekerja beberapa hari yang lalu, Kami menyatakan bahwa mereka bukanlah representasi seluruh serikat buruh/serikat pekerja yang ada di Indonesia karena Kami tidak pernah menitipkan aspirasi kepada mereka.
‎3. Kami mendukung asta cita presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan 19 (Sembilan belas) juta lapangan pekerjaan.
‎4. Kami meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional dan Satgas PHK mengingat potensi tumpang tindih kelembagaan ketenagakerjaan serta memperkuat seluruh lembaga tripartit yang ada dibawah Presiden RI dan mendorong pembentukan lembaga tripartit sektoral dan lembaga penciptaan lapangan kerja serta lebih meningkatkan penguatan peran dari Kementerian Ketenagakerjaan. Kami meminta pemerintah untuk mempertimbangkan efesiensi anggaran dan redudansi kewenangan;
‎5. Dalam hal revisi UU Ketenagakerjaan yang sedang dibahas, Kami meminta pemerintah dan DPR agar mengedepankan aspek-aspek transparansi, dialog sosial, partisipasi dan inklusivitas;
‎6. Kami meminta pemerintah untuk melakukan reformasi kebijakan, tatakelola, pelayanan dan kelembagaan jaminan sosial (BPJS Ketenagakerjaan) sehingga lebih inklusif, universal dan melindungi kelas pekerja/buruh secara optimal;
‎7. Kami meminta pemerintah untuk melakukan reformasi penetapan upah minimum Indonesia dengan mengutamakan pendekatan sektoral dan memperkecil kesenjangan upah minimum antar daerah;
‎8. Kami mendorong Pemerintah dan DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Pertekstilan guna melindungi sektor industri padat karya.

Luka Sosial dan Duka Buruh

‎Poin pertama pernyataan Koalisi adalah duka cita. Luka sosial akibat kerusuhan, perusakan fasilitas umum, hingga jatuhnya korban dari kalangan pekerja dan demonstran menjadi catatan serius. Sejarah mencatat, buruh selalu berada di garis depan benturan sosial: dari perlawanan era kolonial, mogok massal di awal Orde Baru, hingga demonstrasi menolak Omnibus Law pada 2020. Kini, mereka kembali merasakan represi—penangkapan aktivis dan pembungkaman suara kritis.

‎Koalisi menegaskan, negara tidak boleh menjadikan buruh sebagai tumbal stabilitas. Justru negara harus hadir untuk melindungi, memulihkan, dan memastikan keadilan.

‎Pertemuan Elitis dan Representasi yang Dipertanyakan

‎Dalam sejarahnya, gerakan buruh di Indonesia kerap terbelah. Pertemuan Konfederasi Sarbumusi dengan empat pimpinan konfederasi ini memantik kritik tajam: siapa yang berhak mengatasnamakan buruh? Koalisi Merah Putih menolak klaim representasi tunggal.

‎Ini mengingatkan pada praktik masa Orde Baru, ketika negara cenderung menunjuk organisasi buruh resmi sebagai “mitra dialog”, sementara suara alternatif ditekan. Perdebatan soal legitimasi representasi inilah yang kini kembali menyeruak.

‎Janji 19 Juta Lapangan Kerja

‎Dukungan Koalisi terhadap Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya target menciptakan 19 juta lapangan kerja, menunjukkan ambivalensi gerakan buruh. Di satu sisi, buruh adalah kelompok yang paling membutuhkan kepastian kerja; di sisi lain, janji politik semacam ini sering kali berhenti sebagai retorika.

‎Sejarah mencatat bagaimana janji peningkatan kesejahteraan buruh selalu diulang sejak era Soekarno hingga Jokowi, namun realisasinya penuh kompromi. Koalisi Merah Putih memilih dukungan kritis: menerima janji itu, tetapi dengan catatan bahwa implementasi harus nyata.

‎Lembaga Baru atau Beban Baru?

‎Rencana pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional dan Satgas PHK menjadi sorotan tajam. Bagi Koalisi, ini bukan solusi, melainkan potensi beban. Indonesia sudah punya mekanisme tripartit yang melibatkan buruh, pengusaha, dan pemerintah. Menambah lembaga baru justru dikhawatirkan memperlemah peran Kementerian Ketenagakerjaan dan menghabiskan anggaran tanpa efektivitas nyata.

‎Pernyataan ini mencerminkan kritik klasik terhadap birokratisasi gerakan buruh: alih-alih memberdayakan, pemerintah justru menciptakan struktur yang mempersulit koordinasi.

‎UU Ketenagakerjaan: Luka Lama yang Belum Sembuh

‎Revisi UU Ketenagakerjaan kini menjadi panggung baru tarik-menarik kepentingan. Koalisi menegaskan bahwa proses legislasi harus transparan, partisipatif, dan inklusif. Ini mengingatkan pada trauma Omnibus Law 2020, yang disahkan di tengah malam tanpa partisipasi publik luas, dan memicu demonstrasi besar-besaran.

‎Gerakan buruh belajar dari pengalaman itu: tanpa keterbukaan, hukum hanya akan menjadi alat legitimasi penguasa dan pemodal.

‎BPJS dan Reformasi Kesejahteraan

‎Di luar isu hukum, perhatian Koalisi juga tertuju pada BPJS Ketenagakerjaan. Lembaga yang seharusnya menjadi penopang jaminan sosial justru dipandang masih elitis dan eksklusif. Reformasi tata kelola, pelayanan, hingga perluasan perlindungan menjadi tuntutan mendesak.

‎Bagi buruh, jaminan sosial bukan sekadar angka premi, melainkan jaminan hidup layak di tengah ketidakpastian.

‎Upah Minimum: Jurang yang Melebar

‎Sistem upah minimum di Indonesia saat ini dianggap menciptakan jurang antar daerah. Buruh di kota industri besar menerima upah jauh lebih tinggi dibandingkan pekerja di daerah lain, meski beban kerja sering kali sama. Koalisi menawarkan jalan keluar: sistem sektoral, yang menghitung kebutuhan berdasarkan jenis industri, bukan sekadar wilayah administratif.

‎Ini adalah gagasan progresif, meski penuh tantangan implementasi, terutama menghadapi resistensi pengusaha.

‎Industri Tekstil di Ujung Tanduk

‎RUU Pertekstilan menjadi penutup pernyataan Koalisi, namun justru yang paling mendesak. Industri ini mempekerjakan jutaan buruh, mayoritas perempuan, namun kini rapuh menghadapi arus impor murah dan ketidakpastian pasar global.

‎Perlindungan melalui regulasi dinilai mutlak. Tanpa itu, industri tekstil—yang sejak lama dikenal sebagai padat karya penyerap tenaga kerja terbesar—bisa runtuh, dan jutaan buruh kehilangan pekerjaan.

‎Gerakan Buruh di Era Prabowo

‎Pernyataan Koalisi Merah Putih adalah cermin dilema gerakan buruh hari ini: antara mendukung agenda pembangunan nasional dan mengawal kepentingan kelas pekerja. Sejarah menunjukkan, buruh selalu menjadi aktor penting dalam perubahan politik Indonesia: dari 1965, Reformasi 1998, hingga penolakan Omnibus Law.

‎Kini, di era Prabowo, buruh kembali bersuara. Dengan formasi koalisi besar, mereka berupaya menghindari kooptasi politik dan menyuarakan posisi independen.

‎Pertanyaannya: apakah suara ini akan didengar, atau kembali dikubur dalam jargon stabilitas nasional?

‎(ALN)*

admin

Recent Posts

1.940 Butir Eksimer dan Tramadol Diamankan, Pemuda Cibuaya Ditangkap Polisi

Barang bukti dan terduga pelaku yang berhasil diamankan Jendela Jurnalis Karawang, JABAR – Jajaran Unit… Read More

30 menit ago

Pendaftaran Resmi Ditutup, Panitia Muskablub IPSI Karawang kini Siapkan Tahapan Verifikasi dan Pelaporan ke Pengprov IPSI Jabar

Panitia Muskablub IPSI Karawang Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Setelah secara resmi menutup masa pendaftaran… Read More

22 jam ago

Dikonfirmasi Seputar Proyek RKB di SMAN 1 Banyusari, Konsultan Malah Arahkan Wartawan Konfirmasi ke Oknum Wartawan

Kondisi pekerjaan (insert: papan informasi kegiatan) Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Dalam rangka meningkatkan sarana… Read More

1 hari ago

Buruknya Kualitas Proyek Peningkatan Jalan Margasalam di Desa Pasirawi Jadi Sorotan, Ketum LBH Maskar Sebut CV. Delapan Enam Harus Disanksi

Kondisi keretakan pengecoran di salah satu titik (insert: H. Nanang Komarudin, S.H., M.H) Jendela Jurnalis… Read More

2 minggu ago

Mewakili Pendidikan Kesetaraan Komisariat 4, Satya PKBM Tunas Makrifat Ikuti Perkemahan Besar di Kecamatan Batujaya

Kontingen PKBM Tunas Makrifat Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - PKBM Tunas Makrifat Kecamatan Batujaya Karawang… Read More

2 minggu ago

Pasca Insiden Tragis di Jakarta, Aksi Demo Meluas ke Mapolres Karawang dan Berakhir Ricuh

Kondisi kericuhan demonstrasi di Depan Mapolres Karawang Jendela Jurnalis Karawang, JABAR - Aksi demonstrasi besar-besaran… Read More

2 minggu ago

This website uses cookies.